“Papa? Papa? Mana Papa, Mama?” celoteh Gala saat Nina memberikan ponsel dan salah satu earphone nirkabelnya. “Papa?” Suara sang putra mulai sengau, mungkin karena ia melihat Nina yang mengusap air mata. “Papa? What’s the matter? Papa?” Ara berdehem, ia lalu menarik tubuhnya dari dekapan Jagat. Kedua tangannya ia buka dan kepalkan berkali-kali, gemetar di tubuhnya karena luapan emosi itu belumlah mereda. “Papa?” panggil Gala lagi. “Gala … Papa lagi ngga enak badan. I’m shaking. Kalau Papa sudah enakan, boleh Papa telpon Gala lagi?” “Mama, ayo kita ke Jakarta … Papa sakit.” Gala malah mengadu pada sang ibu. “He doesn't want to show his face, he must be in pain.” “Gala?” Gala menoleh lagi ke layar ponselnya. Kini, wajah Ara pun nampak. Sang ayah tengah duduk di sebuah sofa, menatap sayu

