“Mas, ayo jenguk Liam,” ucap Kaia setelah seminggu penuh mereka tidak bertemu bayi mungil itu. Kaia sedang duduk di kursi baca di ruang kerja Ben, ia baru saja selesai menulis jurnal emosi. Sementara Ben sedang membaca laporan penjualan bulan pertama produk salmon dan tuna beku. Ben mendongak dari kertas yang ia pegang. “Kamu yakin? Udah siap?” “Kayaknya aku nggak bakal tahu kalau aku nggak coba.” Kaia sudah berbalik menghadapkan seluruh tubuhnya pada Ben. “Aku bakal tahu siap atau enggak kalau aku udah ketemu Liam.” Akhirnya Ben meletakkan dokumennya di atas meja, melepas kacamatanya. “Begitu? Tapi janji satu hal, kalau kamu merasa nggak nyaman, langsung bilang aku, oke?” Kaia mengangguk mantap. “Oke.” “Ya sudah, aku telepon Agung dulu. Kapan mau ke sana?” “Besok pagi aja gimana? B