Seseorang berpakaian tahanan berwarna jingga keluar dari sebuah mobil patroli bertulisan One Eye dan digiring oleh beberapa orang berseragam militer menuju ke sebuah gedung.
Tampak rombongan itu dikerubungi oleh beberapa wartawan yang ingin meliput kejadiaan yang sedang terjadi saat ini. Namun, beberapa orang berseragam militer itu membuat blokade yang menahan para wartawan untuk mundur dan memberikan jalan pada orang-orang yang sedang menggiring orang itu yang dapat dipastikan bahwa dia adalah tersangka dari sebuah kasus.
Tak lama setelahnya, disusul dengan kemunculan dua pria gagah dengan seragam militer lengkap yang dihiasi banyak medali bintang kehormatan dan juga sebuah pin dengan simbol sebuah mata berwarna emas dengan aksen seolah mata itu memancarkan sinar. Kedua pria itu muncul dari mobil patroli yang tadi mengangkut si tersangka dan orang-orang militer yang menggiringnya.
Dua pria itu adalah Mater Vivere dan Vicar Mortis. Mater adalah pria berumur 30 tahun dengan tinggi 191 cm dan memiliki rambut panjang berwarna hitam yang selalu ia kuncir bergaya Man Bun. Dengan mode rambut ala samurai jepang dan tampang garang namun masih menampakkan kesan tampan dan menawan, Mater dipercaya sebagai pemimpin dari sebuah organisasi bernama One Eye.
One Eye adalah organisasi agen kepolisian khusus yang dibentuk oleh pemerintah sebagai sebuah tim yang menangani kasus kriminal khusus. Seperti kasus serial killer, terorisme, perampokan skala besar yang melibatkan sandra, bahkan banyak rumor yang beredar juga mereka dipersiapkan untuk menghadapi jikalau ada situasi yang mendesak negara dan mengharuskan melakukan peperangan.
Tentu saja sebagai agen khusus mereka mendapat pelatihan khusus yang super ketat dan menyakitkan bagi orang yang tidak memiliki keberanian dan mental yang kuat. Bahkan para agen dilatih untuk menghilangkan sifat kemanusiaan mereka ketika menjalankan misi dan tidak akan segan untuk menghabisi orang lain jika orang itu mereka anggap sebagai target yang akan membahayakan lebih banyak nyawa manusia.
Tidak heran dengan pelatihan dan pelaksanaan misi yang terbilang strategis dan bersih, mereka memperoleh banyak pencapaian dan dikenal sebagai pasukan anti-kriminalitas dengan tingkat keberhasilan misi mencapai 99%. Hal itu juga yang membuat masyarakat mengagumi mereka dan tentunya tak sedikit pula yang tidak sejalan dengan prinsip yang mereka jalankan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kerja nyata mereka membuahkan hasil yang meningkatkan tingkat keamanan dan kenyamanan negara meningkat dan membaik.
Kembali pada sosok Mater, dalam menjalankan tugasnya sebagai ketua dan pemimpin dari One Eye, ia didampingi seorang wakil yang selalu menuruti perintahnya yang absolut. Mortis adalah wakil pemimpin One Eye, dengan tinggi yang hampir sama dengan Mater yaitu 190 cm dan umurnya yang mengingjak angka 25, telah membuktikan dirinya bahwa ia layak menjadi orang yang bijak selayaknya tangan kanan seorang pemimpin.
Pria dengan kulit putih dan rambut cepak berwarna silver itu bahkan banyak digandrungi oleh para wanita tak kala melihat wajahnya yang tampan dengan tatapan yang dingin. Mengesankan pria yang sangat berhati-hati dan waspada sekaligus kejam. Kekurangan yang ia miliki hanyalah attitude yang tidak pernah menghormati orang yang lebih tua darinya, bahkan itu juga berlaku pada ketuanya sendiri.
"Ini adalah pencapaian luar biasa dari One Eye kesekian kalinya. Dan tentu saja menciptakan kebahagian bagi masyarakat di luar sana. Bagaimana tanggapan Anda mengenai keberhasilan One Eye pada kasus ini?" tanya salah seorang wartawan pada mereka berdua.
Sejak mereka berdua keluar, banyak wartawan yang sudah siap mengerubungi mereka dan menyiapkan pertanyaan mereka masing-masing. Mater menanggapi pertanyaan tersebut dengan senyum ramah, bertolak belakang dengan Mortis yang membuat ekspresi datar dan tatapan tajam.
"Hm. Tentu saja sebuah kebanggaan bagi kami dapat menyelesaikan misi dengan aman dan lancar. Dan sudah menjadi tugas kami untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan kenyamanan bagi masyarakat," jawab Mater meyakinkan.
"Banyak rumor yang beredar mengenai beberapa orang yang tidak setuju dengan tindakan yang diambil oleh agen One Eye dalam menyelesaikan sebuah kasus karena dianggap tidak manusiawi. Bagaimana menurut Anda mengenai pernyataan itu?" tanya wartawan lain yang juga ikut meliput pada saat itu.
"Kami tidak peduli dengan pernyataan mereka yang tidak setuju dengan apa yang kami lakukan. Faktanya langkah yang kami ambil juga berhasil untuk melindungi mereka dari bahaya. Akan lebih tidak manusiawi jika kami membiarkan seseorang yang jelas-jelas mampu untuk melenyapkan puluhan ribu nyawa manusia lolos begitu saja." Kali ini Mortis yang menjawab dengan nada yang tegas dan sorot mata yang tajam.
Ucapan Mortis berhasil membuat semua wartawan yang ada di sana seketika diam dan hanya mengambil foto dengan kamera yang mereka bawa. Mortis lebih dahulu melangkahkan kakinya menuju gedung tahanan meninggalkan Mater yang masih tertahan oleh beberapa wartawan.
Ketika Mater hendak menyusul wakilnya menuju gedung tahanan, muncul satu pertanyaan dari mulut wartawan yang sontak membuat mereka berdua terdiam dan melihat ke arah wartawan yang melontarkan pertanyaan tersebut.
"Apakah benar keberhasilan One Eye yang dinilai 99% keberhasilan mutlak adalah bukti bahwa 1% yang belum kalian tuntaskan itu berkaitan dengan keberadaan Criminal City?" tanya wartawan itu.
Mereka berdua berhenti dan terdiam sejenak. Sebelum akhirnya Mater tersenyum dan menjawab pertanyaan itu.
"99% keberhasilan mutlak adalah nilai yang membuktikan bahwa kerja kami dipastikan membuahkan hasil dan 1% adalah gambaran dari kemungkinan kasus yang tidak berhasil kami selesaikan, tentunya itu adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi oleh kami."
Setelah memberikan jawabannya, Mater segera menyusul Mortis yang sudah ada di depannya dan merangkulnya menuju ke dalam gedung tahanan. Mereka tak menghiraukan pertanyaan-pertanyaan lain yang dilontarkan oleh para wartawan yang berhasil ditahan oleh pasukannya.
Apa yang dikatakan Mater tadi adalah benar. 99% adalah nilai mutlak keberhasilan timnya dan 1% itu hanyalah kemungkinan timnya tidak berhasil menyelesaikan suatu kasus yang bisa dikatakan kemungkinan itu hanyalah formalitas. Begitu juga dengan apa yang menjadi pertanyaan wartawan tadi juga tidak sepenuhnya salah. Karena 1% kemungkinan tidak berhasil dalam menyelesaikan misi menjadi mimpi buruk bagi Mater dan timnya seperti yang dikatakan wartawan tadi dan hal itu disebabkan dengan keberadaan Criminal City, organisasi kriminal tingkat tinggi yang mencoreng keberhasilan mutlak dari One Eye.
***
Di ruang intergogasi, Mater bersama Mortis dihadapkan dengan orang yang tadi sempat mereka tangkap dan berstatus tersangka dalam kategori kasus kriminal tingkat tinggi. Mater duduk berhadapan dengan tersangka sembari menyesap rokok dan membaca sebuah berkas tentang catatan kasus dari si tersangka.
"Jeremy Vascow, anak pertama dari dua bersaudara. Usia 29 tahun, tinggi badan 180 sentimeter, berat badan 71 kilogram. Sepertinya kau tumbuh dengan baik tanpa kekurangan apapun di hidupmu," ucapnya datar tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas yang ia baca.
Vascow hanya menatap pria itu dalam diam. Ia tidak membantah maupun memberontak. Dari ekspresi yang ia tunjukkan tidak ada raut penyesalan dan juga ketakutan. Seolah kejadian yang menimpa dirinya saat ini adalah hal biasa dalam hidupnya ibarat sudah seperti makanan sehari-hari.
Mater kembali melanjutkan perkataannya dan tetap memperhatikan berkas yang ia pegang. "Catatan kasus, status tersangka sebagai buronan tingkat tinggi karena kasus pembunuhan dan juga pemerkosaan terhadap 25 orang wanita dengan rentang usia 20 sampai 25 tahun. Modus yang dilakukan dengan mengencaninya kemudian memberikannya obat perangsang untuk memudahkannya memperkosa korban dan setelah itu dibunuh untuk dijadikan koleksi. Apakah setiap orang tampan di dunia akan menjadi gila ketika melihat wanita di depannya?"
Kali ini Mater melempar berkas itu ke atas meja dan berhenti tepat di depan Vascow. Tatapan tanpa ekspresi ia tunjukkan pada Vascow. Vascow menanggapi tatapannya dengan senyum seringai tanpa rasa takut.
"Tuan, sepertinya kau harus mencoba untuk tidur sekali dengan wanita cantik di luar sana. Barulah Anda akan sadar betapa adiktif tubuh dari para gadis muda itu," ucap Vascow diakhiri dengan tawa puas.
Mater menanggapinya dengan helaan napas. Ia sedari tadi menahan emosi untuk tidak memukul wajah tanpa penyesalan Vascow yang baginya sangat menyebalkan. Melihat bagaimana Vascow tertawa seolah tidak ada beban dalam hidupnya, kini Mortis ikut andil mengeluarkan suara.
"Tutup mulutmu atau kupatahkan leher dan kemaluanmu!" ancamnya pada Vascow.
Vascow semakin terbahak mendengar ancaman dari Mortis. Dan itu berhasil membuat Mortis semakin emosi dengan tingkah dari orang gila satu ini.
"Mortis. Kau pikir dia akan ketakutan setelah mendengarkan ancamanmu? Kau tidak lihat wajah menyebalkannya itu menunjukkan seolah ia adalah manusia tanpa dosa?" Mater menanggapi ancaman dari Mortis.
Mortis kembali terdiam dan menahan emosinya untuk tidak membunuh Vascow saat ini juga.
"Kau, berhenti tertawa dan dengarkan aku," ucap Mater pada Vascow.
Mendengar itu Vascow menghentikan tawanya dan mencoba mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh Mater.
"Kau mengenalku bukan? Aku, Mater, adalah orang yang sedikit sulit untuk memercayai rangkaian kata yang ditulis oleh manusia. Sekarang katakan, berapa banyak korban yang telah kau bunuh dan apa motif sebenarnya?" Kali ini, ia bersikap lebih serius dan mencoba memberikan penekanan melalui perkataan yang keluar dari mulutnya.
Metode itu berhasil membuat Vascow sedikit menegang hingga ia kesulitan menelan air ludahnya sendiri sebelum akhirnya ia tersenyum dengan ekspresi menakutkan.
"Tuan, mendekatlah sedikit supaya aku bisa mengatakan yang sebenarnya."
Mater menuruti permintaannya dan segera mendekatkan telinga ke arah Vascow. Vascow pun mendekatkan bibirnya ke telinga Mater dan membisikkan kalimat.
"Tuan, dirimu memang menakutkan. Tapi entah mengapa aku merasa kalau tuan bodoh sekali," bisiknya dan kemudian ia tertawa keras karena berhasil mengerjai orang yang paling ditakuti oleh para kriminal. Namun, tentu saja itu tidak berlaku bagi Vascow.
Mendengar itu Mater kembali tersulut emosinya dan bersiap mengambil handgun dari sarungnya. Namun ia kembali mengurungkan niatnya itu dan mencoba kembali menenangkan dirinya supaya interogasi ini tidak berakhir sia-sia.
"Kenapa kau bodoh sekali? Tentu saja apa yang ditulis kertas ini semuanya benar. 25 wanita itu adalah mantan kekasihku dan mereka juga yang aku bunuh setelah menikmati tubuh muda mereka," ucapnya santai sembari mengangkat berkas yang tadi sempat dibaca oleh Mater.
"Dan kau bertanya padaku apa motifnya? Aku hanya ingin bersenang-senang! Menikmati kenikmatan yang telah Tuhan berikan untuk semua kaum Adam di dunia. Dan karena aku tidak ingin ada orang lain yang mencicipi wanitaku, aku membunuh mereka dan menyimpan mereka supaya aku bisa menjaganya dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab di luar sana!"
Alasan yang tidak masuk akal. Mater heran dengan apa yang ia dengar saat ini. Bagaimana bisa ia mengatakan sebuah tindakan tidak bertanggung jawab orang lain ketika dirinya sendiri bahkan lebih buruk dari itu.
"Dan kau pasti juga heran kenapa aku yang sudah berhasil melakukan pembantaian sebanyak itu, tidak pernah tertangkap bahkan kasus mengenai diriku baru muncul belum lama ini. Kau tahu? Karena ada orang yang melindungi-"
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Mater yang sudah tidak dapat menahan emosinya bangkit dari duduknya dan menodongkan pistol tepat diatas kepala Vascow. Hal itu sontak membuat Vascow dan juga Mortis terkejut dengan tindakan yang dilakukan oleh Pimpinan One Eye itu.
"Kenapa berhenti?! Siapa yang menyuruhmu berhenti berbicara?! Katakan. Siapa yang melindungimu?!" ucapnya penuh penekanan.
Aura intimidasi dan menakutkan yang kuat keluar dari Mater. Menekan mental dari lawan bicaranya yaitu Vascow. Vascow terdiam walaupun sebenarnya ia sedikit merasakan takut. Baginya, hanya dua orang yang berhasil menekannya dan membuat dirinya diselimuti perasaan takut, yaitu orang yang melindunginya dan kali ini Mater, orang yang menginterogasinya.
Dengan susah payah iya menahan ketakutannya. Kembali menelan ludah untuk menenangkan dirinya sendiri. Dan kemudian ia tersenyum jahat serta melanjutkan perkataannya.
"Di-dia... Dia adalah orang yang aku anggap sebagai dewa. Selain Tuhan yang memberikan kenikmatan dengan menciptakan wanita di dunia, dialah dewa yang memberikan kebebasan untukku melakukan segala hal yang aku inginkan."
Ia mengatakan itu dengan tersenyum layaknya orang yang sudah kehilangan akal. Bahkan ia tidak merasakan takut ketika ada sebuah pistol menempel didahinya yang siap melontarkan sebuah timah panas yang mampu menembus tengkorak kepalanya.
Ia tertawa dan bertingkah aneh. Ia mulai kehilangan akal sehatnya dan tidak takut akan kematian yang sedang datang mendekatinya. Ia menatap wajah Mater dengan tatapan mengerikan diikuti seringai yang makin menampakkan wajah psikopatnya.
Keringat bercucuran keluar dari tubuhnya. Ia berharap Mater segera menembaknya dan ia bisa mati dalam sekejap. Namun, seolah ingin membuat dirinya tersiksa dengan banyak perkiraan dan kemungkinan, Mater hanya diam dan terus menempelkan pistol di dahi Vascow.
Mater ingin memberikan ketakutan yang mendalam bagi Vascow ketika ia yang seharusnya berpikir akan langsung mati, namun kali ini pikiran serta mentalnya dipermainkan oleh Mater. Ia memberikan ketakutan di mana orang lain hanya bisa menerka-terka apa yang akan terjadi pada dirinya. Membuat orang itu mulai berpikir berbagai macam hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelum akhirnya dia mulai merasakan ketakutan yang hebat.
"Bu-bunuh... Cepatlah! Bunuh ak-"
Dor!
Mater menarik pelatuk pistol yang mengakitbatkan Vascow harus merasakan kematian dengan sebuah peluru tertanam di kepalanya dan dipenuhi ketakutan traumatis sebelum ia menuju neraka.
Mortis yang menyaksikan itu terkejut bukan main. Walaupun ia sering menyaksikan adegan seperti itu bahkan terkadang ia sendiri yang harus melakukannya, ia masih belum terbiasa dengan hal tersebut.
"Hah, informasi sampah!" ucap Mater dengan napas yang tersengal sebelum akhirnya ia terduduk dan mulai merasakan kakinya tidak bertenaga.
Keringat mulai keluar dari tubuhnya. Perasaan gelisah menyelimuti dirinya. Tangannya mulai gemetar hingga pistol yang tadinya ia pegang, terjatuh ke lantai.
Segera ia membuka jas yang ia kenakan dan mengambil sekotak pil penenang. Ia mengambil beberapa butir dan menelannya. Setelah beberapa saat dirinya sedikit lebih tenang, ia mengambil pistolnya yang jatuh dan pergi meninggalkan Mortis yang masih tidak beranjak dari posisinya.
Mortis memandang mayat dari Vascow sejenak kemudian menyusul sang pemimpin keluar dari ruang interogasi. Ia menyuruh beberapa anggota yang berjaga untuk membersihkan ruangan serta membawa mayat itu keluar.
***
Di dalam hutan yang jauh dari perkotaan, ada sesosok pria yang berjalan mendekati sebuah pondok tua di tengah hutan itu. Sepertinya ia adalah pemilik pondok tersebut. Ia memasuki mondok itu dan sedikit menjelajahi ruang yang pertama kali ia lihat yang tak lain adalah ruang tamu. Ia kemudian meletakkan sebotol anggur dan juga sebuah pistol di atas meja kemudian menuju kamar mandi.
Setelah beberapa saat ia membersihkan diri, kembali ia menuju meja yang terdapat sebotol anggur dan pistol di atasnya dengan membawa sebuah gelas di tangannya. Ia menuangkan anggur tersebut ke gelas yang ia bawa. Meneguk habis isinya kemudian meletakkan kembali gelas itu dan menggantinya dengan pistol.
Dengan sabar dan lembut ia membersihkan bibir pistol itu dengan sapu tangan putihnya. Tercetak di sapu tangannya sedikit noda merah.
Ia kemudian meraih ponsel yang ada dalam sakunya dan melihat sebuah pesan yang masuk dari nomor yang tidak ia kenal. Walaupun daerah itu jauh dari kota, sepertinya masih menjangkau sinyal dari ponsel walaupun itu hanya sedikit.
Jeva telah tewas. Sepertinya ia tidak membocorkan apapun tentang Anda.
Begitulah isi pesan itu. Pria itu hanya tersenyum menanggapi tulisan yang ia baca dari pesan yang ia terima.
Ia berjalan menuju sebuah ruangan yang penuh dengan hiasan topeng di dindingnya. Ia mendekati salah satu topeng yang terletak terpisah dari topeng-topeng lain. Topeng itu berwarna hitam dengan logo mata seperti milik agen One Eye namun mata pada topeng itu berwarna Merah.
Seringai mengerikan tercetak dari wajahnya ketika melihat topeng tersebut. Segera ia mengambil topeng itu dan mengenakannya.
"Itu hanyalah awal dari sebuah pertunjukan yang lebih megah," ucapnya sembari meninggalkan pondok tersebut.