Lika tidak tahu kenapa dia seperti terhubung dengan Dosen barunya yang mencurigakan. Contohnya saja sekarang, tiba-tiba saja dia melihat laki-laki tampan itu sedang duduk di sebuah Bar yang dia datangi bersama teman-teman kampusnya.
Killian terlihat sedang mengobrol dengan seorang pria bertato yang bekerja sebagai Bartender di tempat itu. Terlihat sangat akrab sampai membuat mata Lika menyipit. "Kenapa pak tua itu ada disini?" Lika berguman sendiri sambil duduk di meja yang sudah dipesan oleh temannya.
"Liatin siapa Honey?" Suara Bariton Steve terdengar dekt sekali di telinga Lika, sehingga membuat gadis itu Reflek menjauh sedikit sambil tersenyum.
"Aku melihat pak Dosen baru kita di meja Bar." jawaban Lika membuat Steve dan beberapa temannya menoleh ke arah Killian yang terlihat sedang Asyik mengobrol itu. Entah perasaan Lika saja atau wajah Steve memang terlihat tidak senang.
"Kelihatannya, Dosen baru kita sedikit nakal untuk urusan seorang CEO." komentar Jason dibalas kekehan oleh Steve dan beberapa temannya. Serina justru tampak menatapnya dengan tertarik.
"Justru yang sedikit nakal seperti itu, terlihat jauh lebih seksi." Komentar teman sekamar Lika menimbulkan reaksi riuh dari semua orang di meja, dan membuat Killuan menoleh sambil memberikan senyuman ke arah Lika yang langsung gadis itu balas dengab pelototan. Laki-laki itu kemudian melambai ke arah anak muridnya dengan sopan, sebelum kembali melanjutkan obrolannya dengan sang Bartender. Terlihat akrab sekali hingga membuat Lika sangat penasaran.
Apakah laki-laki bertatto itu rekan Killian dalam kejahatan? Pertanyaan itu hinggap di kepala mungil Lika yang sejak kedatangan Killian mulai sering terasa penuh. Gadis itu tidak sadar bahwa apapun yang dilakukan Killian selalu menarik perhatiannya.
"Pak Arsalan ternyata lumayan akrab dengan pemilik Bar ini yah?" Komentar Jessika membuat Lika yang tadi sedang menyesap air minumnya kembali menoleh ke arah Dosen Barunya itu.
"Perempuan seksi itu pemilik Bar ini?" Lika bertanya dengan penasaran.
"Iya Lik. Dia termasuk keturunan orang terkaya di Paris. Dari keluarga Benedict, masih kerabat." Penjelasan Jesika membuat mata Steve dan yang lain membulat.
"Benedict yang itu? yang membeli Santa Monika hanya karena putra bungsunya menyukai sekolah itu?" tanya Serina dengan mata membulat.
"Benar."
"Gila, pantesan aja Bar ini mewah banget. Ternyata yang punya masih kerabat Benedict." Steve bergumam sambil menatap Killian dengan tatapan penasaran. "Sejujurnya aku merasa pak Arsalan juga terlalu aneh mengingat usianya yang semuda itu tapi bisa menjadi CEO di Cambeland yang selama puluhan tahun selalu di pimpin oleh keturunan pemiliknya. Beliau adalah CEO pertama yang berasal dari luar keluarga pemilik asli Cambeland. Tapi jika dia bisa seakrab itu dengan Benedict, hal itu jadi tidak aneh lagi. Apalagi ayahku sampai menerimanya jadi Dosen Tamu di kampus, padahal latar belakangnya tidak bisa di cek sama sekali." Steve kembali menambahkan.
"Menurutku juga orang itu mencurigakan." Lika ikut memberikan pendapat sambil melirik malas ke arah Killian yang kebetulan sedang meliriknya sambil tersenyun menyebalkan.
"Brother, apakah laki-laki yang duduk di sana itu teman bu Messy, pemilik Bar ini?" Jesika bertanya dengan penasaran ketika seorang pelayan datang mengantarkan pesanan Serina.
"Bukankah beliau Dosen di kampus kalian?" Pelayan yang sudah kenal akrab dengan rombongan Lika malah bertanya balik.
"Justru karena itu kami penasaran." Serina terlihat tidak sabaran, membuat pelayan laki-laki itu tertawa geli.
"Bu Messy bilang, beliau adalah adik sepupunya." Mendengar jawaban pelayan yang langsung pergi sambil mengedipkan mata, semua orang di sana menganga tidak percaya. Lika bahkan sampai melotot saking kagetnya.
"Pantesan aja dia punya PentHouse." gumaman Lika membuat Steve langsung menoleh dengan tatapan penuh selidik. Begitupun dengan teman-teman yang lain.
"Kamu tahu dari mana beliau punya PentHouse?" pertanyaan ini keluar dari mulut Jesika.
"Ah, aku tidak sengaja melihatnya masuk ke Lift khusus pemilik Penthouse di King Hotel. Manager Hotel bahkan sampai sangat hormat padanya." Jawab Lika sedikit berbohong. Dia tidak mungkin mengatakan pernah menyelidiki Dosen barunya itu sampai ke tempat tinggal mewahnya itu.
"Gila King Hotel. Kamar Regulernya saja hanya orang sekelas Steve yang bisa Booking. Ini Penthouse? Kekuatan Benedict memang tidak bisa di ragukan lagi." Komentar Serina sambil menatap penuh minat pada Dosen tampannya itu. Tapi Steve terlihat curiga dengan jawaban Lika dan membuat gadis itu sedikit gugup. Namun karena setelahnya tidak ada lagi pembicaraan tentang Killian lagi, Lika cukup tenang.
Tapi ketika orang-orang mulai beralih ke Aula dansa, Lika tiba-tiba ditarik Steve ke lorong menuju Toilet. "Kamu tertarik sama Dosen baru itu Lika?" Pertanyaan dengan nada penuh tuduhan itu entah kenapa membuat Lika tidak suka.
"Bukan urusan kamu, apakah aku tertarik atau tidak. Kita hanya berteman." Jawaban Lika membuat Killian yang diam-diam menguping dengan menyuruh pelayan tadi menempelkan penyadap ke jaket Lika tersenyum lebar.
"Aku pikir setelah kedekatan kita, seharusnya kamu..."
"Berhenti bersikap seolah-olah kamu sedang cemburu bung! Aku tahu kalau kita tidak lebih dari sekedar teman. Ayolah jangan seperti ini! apakah kamu sudah mabuk?" Potong Lika sambil mengeluarkan senyuman manisnya. Steve mendesah kemudian mendorong Lika ke tembok sampai gadis itu sedikit mengaduh. Reflek Killian berdiri dari posisi duduknya dengan tangan mengepal, mendengar gadisnya seperti terluka.
"Apakah kamu akan menerimaku kalau aku mengutarakan perasaanku Lika? Sekarang jawab aku dengan jujur! Apakah perasaan kita sama? Apakah ada jaminan aku akan diterima jika aku memperjelas hubungan kita huh?" Suara Steve terdengar sangat dalam tapi juga sangat marah. Ekspresi ramah di wajah Lika memudar.
"Sebaiknya kamu belajar tentang cinta lebih dulu sebelum menyukai seseorang, Anak kecil! Karena bukan seperti ini cara seseorang menyatakan cinta." Balas lika sambil mendorong keras Steve ke belakang kemudian melangkah pergi dengan ekspresi kesal yang jelas sekali. Killian tersenyum puas melihat respon Lika dari balik tembok.
"Aku adalag orang yang benci di tolak Lika, karena itu kamu jangan coba-coba menyukai laki-laki lain setelah semua orang di kampus tahu kalau kamu sedang aku incar." teriakan Steve hanya dianggap angin lalu oleh Lika yang memilih untuk mengambil tasnya kemudian keluar dari Bar. Dia sudah tidak Mood lagi untuk melanjutkan Party yang diadakan oleh teman-temannya karena sikap Steve yang menyebalkan.
"Butuh tumpangan anak nakal?" pertanyaan dari Killian yang tiba-tiba saja sudah berhrnti di samping Lika yang sedang menunggu Taxy membuat gadis itu mendengus malas.
"Saya bisa pulang sendiri pak!" balas Lika ketus.
"Seorang gadis yang lagi patah hati, tidak baik dibiarkan pulang sendiri. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk. Misalnya kamu di sergap oleh pembunuh berantai." Killian menyeringai licik yang terlihat menyebalkan di mata Lika.
"Saya akan selamat kalau pulang sendiri, Karena pembunuhnya sudah saya tolak tumpangannya." balas Lika terlihat semakin kesal. Mendengar itu Killian terkekeh geli.
"Jadi kamu memilih menolak saya dan pulang bersama teman mesra kamu yang kelihatannya hendak mengajak kamu bertengkar lagi itu?" ucapan Killian membuat Lika menoleh ke arah pandang Killian dan menemukan Steve sedang mendekat sambil terlihat sangat marah. Lika mendesah sambil memutar matanya, lalu tanpa dia sadari tiba-tiba saja tubuhnya di tarik masuk ke dalam mobil dan pintunya dikunci oleh Killian.
"Sialan! ini namanya penculikan pak!" Gadis itu terlihat marah dan ingin mengamuk.
"Sekarang kamu lihat teman dekat kamu itu sedang berbuat apa. Apakah kamu masih ingin turun dan menjadi tontonan orang karena bertengkar dengan calon pewaris Pettiserie kemudian wajahmu akan muncul di koran besok pagi dan menjadi terkenal?" ucapan Killian benar. Sudah jelas Steve akan membuat keributan mengingat ekspresinya yang penuh kemarahan sekarang. Tapi Lika juga kesal karena harus satu mobil dengan Dosen yang dimatanya selalu menyebalkan itu. "Jadi mau jalan atau turun?" Killian menyeringai dengan menyebalkan.
"Yasudah jalan deh pak! Tapi bukan karena saya mau yah! bapak jangan kegeeran! Ini terpaksa!" Balas Lika kesal.
"Kalau begitu pasang sabuk pengamannya! Apakah perlu saya pasangkan juga?" Tanya Killian lagi dengan ekspresi jahil. Lika melotot kesal sambil tangannya memasang sabuk pengaman sendiri. Killian terkekeh geli lalu melajukan mobil mahalnya menembus jalanan kota Paris yang dingin. Wajah angkuh dan jengkel Lika berubah berkerut begitu sadar arah Mobil Killian tidak menuju ke rumahnya, melainkan ke King Hotel. Tempat dimana PentHouse Killian berada.
"Katanya mau ke rumahku? kenapa kita ke sini? jangan macam-macam yah pak! Saya sudah bilang sama Papa kalau saya di antar pulang sama bapak. Kalau saya tidak sampai rumah, berarti bapak yang akan disalahkan." Ancam Lika jengkel.
"Saya tidak mengatakan akan langsung memgantar kamu pulang kan? Saya hanya bilang mau bertemu ayah kamu tapi tidak sekarang. Waktu janjian kami masih satu jam lagi, itu artinya saya harus mandi dan berganti baju dulu. Bisanya saya juga harus minum kopi dulu setelah mandi. Karena itu, jika kamu tidak ingin di tanyai Satpam Hotel karena berada di dalam Mobil terus, sebaiknya kamu turun. Fyi hanya saya yang bisa mengajak kamu masuk! Kalau kamu tetap di sini nanti kamu membeku." Jawaban Killian setelah membuka pintu mobil dimana Lika duduk membuat wwjah gadis itu merah padam.
"Dasar licik!" Lika mencibir tapi tetap turun dari mobil. Mengingat suhu di luar sekarang sedang cukup dingin, dia akan flu jika menunggu di sana. Karena itu sambil menghentakkan kaki kesal dia akhirnya mengikuti Killian masuk ke dalam Hotel mewah itu dan masuk ke dalam Penthouse mewah laki-laki itu dengan penuh waspada. Killian sendiri tersenyum sangat puas karena berhasil menbuat gadis itu mampir ke rumahnya biarpun hanya sebentar.
"Mau minum apa Lika? Teh atau Kopi?"
"Saya tidak haus pak! Jadi tolong cepat mandi saja agar saya cepat keluar dari sini. Berurusan dengan bapak menbuat jantung saja mau lepas." Jawaban Lika sontak membuat Killian tergelak.
"Kenapa jantung kamu? Jangan bilang kamu suka sama saya yah?" Pertanyaan itu mendapatkan Lirikan tajam dari Lika.
"Jangan bermimpi pak!" Jawab gadis itu sambil tersenyum bisnis. Killian kembali tertawa kemudian menyajikan teh hangat yang sangat harum untuk Lika sebelum masuk ke kamarnya untuk mandi. "Kenapa aku terus berurusan dengan Dosen sialan ini sih? Sial!" Lika menggerutu kesal sambil menghentakkan kakinya di lantai, lumayan keras.
"Asal kamu tahu saja, keramik yang kamu perlakukan dengan kasar itu harganya lebih mahal dari mobil pink milik kamu." Teriakan Killian dari dalam membuat Lika mengatupkan bibirnya.
"Maaf pak!" balas Lika sebal. "Dasar pak tua pelit! Kikir!" Umpatnya sambil memukul bantal yang ada di sana. Killian yang sedang menatap kamera yang memperlihatkan Lika di ruang tamu, tersenyum gemas.
***