Eps. 12 Menolak Bantuan Tristan

1074 Kata
Joanna berusaha meraih sisi jembatan, menggapai kayu lapuk dan tua di tepi jembatan setelah berteriak. Namun sayangnya tangannya tak sampai dan tubuhnya terus terjun jatuh ke bawah tanpa bisa dikontrolnya. Apakah aku akan mati di sini? batin Joanna. Ia memejamkan mata untuk berdoa dan menunggu keajaiban datang. Dia baru menyadari jika dia ceroboh sekali. Harusnya dia relakan saja ponsel yang jatuh ke sungai bukan menangkapnya yang membuatnya sengsara begini. Ayah, Ibu maafkan aku. Maafkan putrimu yang tidak berguna ini. Aku belum membuat kalian bahagia. Maaf aku tak bisa lagi berbakti pada kalian dan harus pergi mendahului kalian, batin Joanna menitikkan air mata. Bukan air mata takut berada di ujung nyawa tapi takut karena akan meninggalkan keluarganya, sedangkan dia merasa belum mencapai apapun dari yang dia targetkan selama ini. Sesaat setelahnya terdengar suara berdebum di air setelah tubuh Joanna menyentuh pemukaan sungai. Dalam hitungan detik tubuhnya pun masuk dalam air. Haah! Joanna menahan napas selama di air, agar paru-parunya tak terisi penuh oleh air. Ia terus menggapai, tapi tubuhnya bukan terangkat ke atas tapi malah semakin turun ke bawah. Semakin lama menahan napas, ia pun merasa kehabisan nafas dan tak bisa menahannya lagi. Bahkan kini tubuhnya terasa lemas meskipun dia masih dalam keadaan sadar dengan mata yang terbuka. Tiba-tiba dari arah atas terlihat gerakan cepat menuju ke arahnya. Bahkan kini seseorang menarik tangan Joanna dan membawanya ke atas. Kau... kenapa kau lagi? batin Joanna setelah melihat sosok yang menyelamatkan dirinya. Sosok itu tak lain tak bukan adalah Tristan. Tristan segera melompat, tanpa pikir panjang ikut terjun ke sungai setelah melihat Joanna terjun ke sungai. Ia tak habis pikir kenapa pikiran wanita itu sempit sekali. Hanya karena sebuah masalah yang dirasa cukup berat saja sampai mengakhiri paksa hidupnya. Apa nyawa itu tak berharga sama hanya dengan bungkus permen yang dibuang sembarangan di tepi jalan? Bahkan di saat aku hampir mati saja aku masih bertemu dengan dia. Ya, Tuhan, kenapa aku bertemu lagi dengannya Padahal dia sudah kubilang tadi jangan pernah sekali-sekali menemui ku. Tetnyata telinganya berfungsi dengan baik, ratap Joanna. Ia pun berontak saat Tristan memegang kedua tangannya erat dan menariknya ke atas. Sudah kubilang jangan dekati aku lagi. Lebih baik aku mati daripada kau selamatkan diriku. Joanna menajamkan kedua bola matanya menatap Tristan sebagai bentuk protes penolakannya. Dasar wanita keras kepala! Aku sudah mati-matian berusaha menyelamatkannya dia malah menolakku seperti ini. Apa dia memang ingin mati? Baiklah, aku akan mewujudkan keinginannya, batin Tristan kesal. Ia melepas tangannya dan membiarkan Joanna jatuh meluncur ke bawah, terus terus dan semakin ke bawah. Astaga, aku akan benar-benar mati sekarang. Joanna menatap ke atas. Dia melihat Tristan hanya melihatnya dan malah kali ini tersenyum menatapnya. Bukankah dia menolak aku selamatkan? Sekarang biar dia rasakan dulu seperti apa rasanya tenggelam. Tristan masih menatap Joanna yang semakin jatuh, tenggelam ke bawah. Sengaja ia membiarkan Joanna tenggelam sekalian. Kalau perlu sampai pingsan. Jadi saat dia akan menyelamatkan, wanita itu tak akan berontak lagi. Joanna berusaha naik tapi kini sudah tak punya tenaga sama sekali setelah tadi sempat bergelut dengan Tristan. Menyesal kenapa ia buang tenaganya percuma tadi. Hingga Joanna merasa sesak dan tak bisa bernafas lagi, rasanya rongga dadanya kini penuh dengan air. Bahkan pasokan oksigen di otaknya pun terasa habis, yang mengakibatkan kepalanya terasa berdenyut dan samar-samar pandangannya pun kabur. Ia pun hanya bisa pasrah lalu menutup matanya di ujung kesadaran. Sepertinya dia sudah pingsan, batin Tristan melihat Joanna yang sudah tak bergerak lagi. Ia Berenang cepat meluncur ke bawah kemudian meraih tubuh Joanna dan membawanya berenang naik ke atas. Hah! Tristan menarik napas dalam dan panjang. Begitu dia sampai di permukaan, banyak orang yang sudah datang dan berjubel di tepi jembatan. Orang-orang ada di sekitar lokasi kejadian segera menuju ke sana begitu melihat Tristan melompat ke sungai. Bahkan ada reporter juga yang langsung meliput kejadian tersebut. “Kau memang keras kepala sekali, Joanna.” Tristan membawa Joanna ke tepi. “Bagaimana keadaan gadis itu?” tanya seseorang. Tristan tak meresponnya. Ia segera menekan bagian bawah leher Joanna berulang kali. Beberapa kali air menyembur keluar dari bibir pucat Joanna, tapi dia masih belum sadarkan diri juga. “Joanna, ayo sadarlah.” “Berikan napas buatan saja,” usul seseorang. Tanpa menjawab Tristan pun segera memberinya napas buatan. Dia tak mempedulikan sekitar saat melakukan itu. Dalam pikirannya yang terpenting Joanna sadar. Sayangnya, Joanna masih belum sadarkan diri juga setelah Tristan memberinya napas buatan. Mungkin jika Joanna sadar dan mengetahui pria itu memberi napas buatan, ia akan langsung memukul atau menendang Tristan. “Tolong panggilkan ambulans saja,” ujar Tristan pada akhirnya menyerah juga memberinya napas buatan. Seorabg warga lalu segera menghubungi nomor ambulans. Tak lama seterahnya mobil ambulans datang. Di bantu dengan warga, Tristan membawa Juanda masuk ke mobil ambulans. “Apakah gadis tadi memang bunuh diri? Karena Anda orang pertama yang melihatnya.” Seorang reporter datang dan mewawancarai Tristan, setelah mobil ambulans menuju ke rumah sakit. “Aku tidak tahu. Apakah dia bunuh diri atau tak sengaja tercebur ke sungai. Tadi aku melihat ponselnya jatuh. Mungkin saja dia berniat untuk mengambil ponselnya tapi malah terjatuh,” papar Tristan. Dia pun melakukan sesi interview dengan reporter liputan berita sampai beberapa saat kemudian. *** Malam bergulir. “Kog sudah waktu maghrib lewat, tapi Joanna belum pulang?” tanya ibunya Joanna pada ayah. “Mungkin dia sedang lembur, Bu.” “Hmm.” Ibunya itu berpikir jika suaminya itu terlalu tenang dan terlampau santai. Tak pernah berpikiran negatif atau buruk pada putrinya. “Tapi dia bilang pagi tadi dia tidak lembur hari ini,” bantah Ibu, yakin. “Mungkin jalannya macet, Bu.” Akhirnya Ibu memilih untuk bungkam daripada kesal sendiri pada jawaban suaminya. Ia kemudian mengambil ponsel dan menelepon nomor Joanna. Telepon Anda tuju sedang berada di luar jangkauan. “Kenapa nomornya tidak aktif?” Ibu nampak bingung. Ia kemudian meminta Ariel yang saat itu sedang melihat TV untuk mencari kakaknya saja. “Ariel, tolong cari kakakmu. Dia belum pulang. Ibu khawatir terjadi sesuatu pada kakakmu.” “Ya, Ibu.” Tepat di saat Ariel berdiri dan akan mematikan TV tiba-tiba tayangan musik yang dilihatnya saat ini berubah menjadi kilas liputan berita. Seorang wanita diduga ada masalah dan bunuh diri di Jembatan Semanggi. Netra Bu Halimah seketika terkunci pada seragam yang dikenakan oleh sosok wanita yang digotong beramai-ramai masuk ke ambulans. “Tidak! Itu motor Joanna!” pakainya histeris terlebih saat melihat bagian motor yang di shoot oleh kamera, menampakakkan plat motor Joanna. “Ariel, kakakmu...” Sesaat setelahnya Bu Halimah langsung pingsan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN