Embusan napas hangat Keenan menerpa pipi Aretha. Mereka nyaris tidak berjarak, membuat debaran dua hati sama kencang, membuat kegugupan dua jiwa sama berada pada tingkat tertinggi. Memandangi kecantikan Aretha dari jarak sedekat ini, ah … sial! Kalau bisa Keenan ingin langusng melumat bibir merah terang itu. Ya, dia lelaki normal. Dan lelaki normal tidak akan bisa tahan untuk tidak mencium Queen jika sudah ada dalam situasi seperti sekarang. “T-Tuan … Tuan Keenan, saya mo—” “Ssshhh!” potong Keenan menggeleng pelan dengan d**a terengah. Pundak kekar yang menguarkan aroma maskulin hangat nampak naik turun berirama konstan. “Berhentilah berbicara, sama seperti berhentilah menghindariku.” “Kita tidak bisa begini,” erang Aretha mulai menggerakkan tubuh ke kanan, ke kiri, mencari celah untu