Bahagia Untuk Sesaat

1108 Kata
Nayanika berbaring di atas ranjang pasien sambil memandangi ibunya saja. Kalau ia berbaring di arah yang sebaliknya, pasti yang ia lihat adalah laki-laki yang di sana itu. Harus jaga jarak. Tapi yang terjadi malahan sebaliknya. Habisnya, ia benar-benar tidak berdaya tadi. Tidak punya pilihan lain juga. Niatnya, hanya agar laki-laki itu memeriksa keadaan ibunya. Tetapi sekarang, ia dan ibunya lah, yang malah diurusi begini ujung-ujungnya. Sekat yang ia ciptakan sendiri. Agaknya terlalu tipis. Jadi mudah sekali hancur dan semua itu, hanyalah dalam sekejap mata. Nayanika mulai gelisah. Ia lapar. Pagi tadi, baru akan pergi sarapan, tapi karena orang yang membawa motornya datang. Ia jadi keluar untuk menemuinya dulu dan baru juga sampai di rumah lagi, ia sudah membawa adiknya untuk pergi ke sekolah. Tidak sempat. Jadinya, ia lapar sekali sekarang. Tapi, cari makan dimana?? Kalau dia saja, sedang berbaring di atas ranjang pasien begini. Nayanika bangun dan kembali duduk. Sementara Abiyaksa yang sangatlah peka itu, segera melipat koran yang dipegangnya dan langsung berdiri, serta menghampiri Nayanika di ranjang pasiennya. "Ada apa?? Kenapa??" tanya Abiyaksa. "Eum...," "Mau buang air kecil??" tanya Abiyaksa dan Nayanika pun menggelengkan kepalanya. "Minum lagi??" tanya Abiyaksa lagi dan Nayanika masih kembali menggelengkan kepalanya lagi. "Terus kamu mau apa hm??" tanya Abiyaksa. "Itu... Tadi pagi, aku agak sibuk. Habis masak, aku antar adikku ke sekolahnya dulu dan pas pulang, malah lihat Mama udah jatuh di bawah," ucap Nayanika dan sepertinya, Abiyaksa masih belum memahami hal tersebut, dilihat dari dahinya yang sangat penuh kerutan itu. "Em... apa ada sesuatu yang bisa dimakan?" tanya Nayanika dan sesudahnya, Abiyaksa malah tersenyum. "Kamu lapar??" tanya Abiyaksa dan kali ini tentu saja Nayanika mengangguk. "Tunggu sebentar ya, saya carikan makanan dulu," ucap Abiyaksa yang saat ini bergegas pergi dari hadapan Nayanika. Namun, saat berada di depan pintu ruangan, ia malah kembali berbalik dan berucap kepada Nayanika lagi. "Kamu mau makan apa??" tanya Abiyaksa dan Nayanika terlihat menelan salivanya sendiri. Ada satu makanan, yang masih ia inginkan. Mungkin boleh, meminta kepada pria ini. Hanya satu kali dan setelah itu sudah. "Mau soto kalau ada," jawab Nayanika. "Ayam? Daging?" tanya Abiyaksa lagi. "Eum, apa aja. Tapi, tolong agak banyak jeruk limau nya," jelas Nayanika. "Ok. Soto apapun itu dan extra jeruk limau ya??" ulang Abiyaksa dan Nayanika mengiyakan dengan sebuah anggukkan kepala. "Ya sudah. Kamu tunggu dulu. Saya akan carikan secepatnya," ucap Abiyaksa yang benar-benar pergi dari dalam ruangan ini. Sepeninggalan Abiyaksa tadi. Guratan senyuman tipis, tercipta perlahan di bibir Nayanika. Dia juga, saat ini tengah mengusap-usap perutnya sendiri. Belum dapat apa yang diinginkan. Tapi rasanya, malah sudah senang sekali. Beginikah rasanya, saat keinginan ngidam, yang berusaha untuk diwujudkan, oleh si penanam benih itu?? "Sabar ya sayang, Papa lagi carikan makanan untuk kita," ucap Nayanika, yang biar hanya sebentar saja ataupun sekali ini saja. Ia bisa juga merasakan, dituruti keinginannya. Tidak usah susah payah mencari kesana kemari. Ada yang mengusahakan itu untuknya juga pada akhirnya. Setelah menunggu, kurang lebih tiga puluh menit. Abiyaksa telah kembali dengan bungkusan yang berisi makanan, yang sangat Nayanika inginkan sejak kemarin-kemarin. Semangkuk soto dengan sepiring nasi dan empat irisan jeruk limau di sisi nasi, dengan taburan bawang goreng di atas nasinya, sudah cukup membuat Nayanika menelan ludah. "Ini, yang kamu mau. Aku belikan soto daging tadi di luar. Jeruk limaunya cukup kan??" ucap Abiyaksa sembari menaruh meja kecil dengan makanan tadi di atasnya di depan Nayanika persis. "Terima kasih, Mas. Terima kasih banyak," ucap Nayanika sambil menatap Abiyaksa. "Iya, sama-sama. Ayo dimakan," ucap Abiyaksa. "Iya, Mas." Nayanika memasukkan perasan jeruk limaunya satu persatu. Ia pakai semua saja. Karena semakin banyak, rasanya akan semakin segar. Setelah semua air perasan jeruk itu masuk. Nayanika aduk terlebih dahulu dan ia cicipi kuahnya. Ahh... nikmat. Baru kuah dan rasanya ia sudah puas saja. Padahal, belum juga semua makanan itu berpindah ke dalam perutnya. Tapi, ia sudah senang sekali rasanya. Semangkuk soto, yang dibawakan langsung oleh ayah dari anaknya dan bahkan rasanya, malah lebih enak daripada yang ada di dekat rumah. Keinginannya benar-benar terpuaskan. Kedua bola mata Nayanika, sampai berkaca-kaca. Bukan karena rasa pedas. Tapi, karena saking senangnya, ia bisa menikmati makanan seenak ini. Dari banyaknya makanan, yang sudah pernah ia konsumsi. Makanan inilah yang terenak. "Kenapa?? Pedas ya?? Tadi sepertinya, saya sudah suruh abangnya untuk gak pakai sambal," ucap Abiyaksa, yang melihat mata merah Nayanika dan sekarang pun, Nayanika malah mengusap-usap kedua ujung-ujung matanya itu juga. "Nggak kok. Sama sekali nggak pedas. Ini enak. Enak banget. Aku baru makan makanan seenak ini," ucap Nayanika yang menarik ingus dan Abiyaksa mengambilkan sekotak tisu, yang ia berikan kepada Nayanika langsung. "Ya sudah. Kalau enak. Ayo habiskan," ucap Abiyaksa dengan pelan dan lembut. Nayanika mengangguk dan menyuap lagi, tapi sambil menarik ingus dan juga menyeka matanya. Jadi seperti, anak yang habis dimarahi oleh ibunya dan tetap makan, tapi sambil menangis juga. Abiyaksa tersenyum tipis. Ia tunggu Nayanika sampai selesai dengan makanannya dan setelah selesai, Abiyaksa kembalikan wadah maupun merapikan lagi, tempat Nayanika makan tadi, hingga kembali seperti semula dan bisa digunakan untuk tidur dengan nyaman. "Sudah, kamu istirahat. Atau kamu masih ingin yang lain??" tanya Abiyaksa dan Nayanika pun menggelengkan kepalanya. Kenyang. Yang tadi sungguh mengenyangkan serta memuaskan keinginannya. Sekarang sudah tidak lagi gelisah. Malahan, moodnya malah naik dan ia merasa senang sekali. Sejenak, kepahitan hidup terasa lenyap tanpa ada yang tersisa. Begini ternyata, diperhatikan oleh seseorang, saat sedang berbadan dua. Tapi sayang sekali, ia harus segera bangun dari mimpi yang rasanya teramat indah. Tetapi di dunia nyata, hal ini tidaklah akan berlangsung lama. "Terima kasih ya, Mas. Terima kasih yang sangat banyak," ucap Nayanika, sebagai perwujudan dari rasa syukurnya. "Kamu mau berterima kasih berapa banyak hm?" tanya Abiyaksa. "Kalau bisa ratusan atau malah jutaan kali. Pasti akan aku ucapkan. Kalau bisa membalas, akan aku balas dengan apapun itu. Kalau mas ada butuh bantuan aku, boleh kok bilang. Aku pasti bantu, semampu yang aku bisa," ucap Nayanika, yang bukan sekedar isapan jempol belaka. Bukan mencari muka juga. Tetapi murni, karena ia ingin membalas setiap kebaikan, yang Abiyaksa lakukan untuknya. "Ya nantilah. Mungkin sewaktu-waktu, aku butuh bantuan kamu juga. Karena, kita hidup juga pasti ada yang namanya saling membutuhkan. Siapa tahu suatu saat nanti, aku membutuhkan bantuan kamu juga. Benar kan??" "Iya, Mas." "Ya sudah. Ayo istirahat," ucap Abiyaksa seraya menarik selimut dan meletakkannya di atas tubuh Nayanika. Sementara Nayanika yang mulai berat kedua kelopak matanya, berkat makanan yang masuk dengan sangat banyak tadi, kini pelan-pelan mengatupkan kedua kelopak matanya itu dan mendatangi mimpinya yang kedua. Setelah mimpi pertamanya tadi, baru saja selesai ia lalui. Sesudah Nayanika terlelap nyenyak. Sekarang, Abiyaksa mengecek keadaan ibu dari Nayanika dulu dan kemudian, ia pun kembali lagi ke sofa tadi dan duduk di sana, sambil meneruskan membaca korannya lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN