Dua Puluh Delapan

1001 Kata
Bisa ku lihat kalau sebenarnya Riri merasa sedikit tidak nyaman karena tiba-tiba bergabung, terlihat perempuan itu duduk dengan bingung. "Gak apa-apa, Ri. Santai aja. Pasti si Genta maksa lo ikut kan?" tanya ku agar Riri tidak lagi merasa tidak enak. "Tau tuh, gw udah bilang gak usah tapi katanya makin banyak orang makin rame. Sori ya kalau gw tiba-tiba gabung gini." Haikal dan Radi menjawab serentak jika mereka tidak masalah, toh Riri juga manajer di tim kami. "Emang lo ketemu Genta di mana?" Saat aku menanyakan pertanyaan itu, mimik muka Riri tiba-tiba menjadi kesal sambil melirik judes pada Genta. "Nih temen lo ini kemarin nanyain mulu hari ini gw keluar apa gak. Ya gw bilang kalau gw ada janji sama temen gw, dan lo tau gak? pas gw udah balik nih anak tiba-tiba ada di depan tempat gw sama temen gw janjian sambil cengengesan." "Waah paran lo, Gen." kata ku sambil tertawa dan melemparkan tisu padanya. "Usaha men." Riri memutar bola matanya malas. Tak lama pesanan terakhir milik mereka pun datang. "Enak banget giliran kalian pesan, di anterin. Tadi gw pesen di suruh ambil sendiri karena pegawainya lagi pada sibuk." kata ku jengkel. "Banyak dosa kali lo." timpal Radi. "Ngomong-ngomong kemaren gw ketemu sama Putra. Ya kan, Kal?" Haikal hanya menganggukan kepalanya karena sedang menikmati sorbet strawberry. "Putra siapa?" Riri bertanya sambil meminum kopi pesanannya. "Kita belum cerita ya ke lo?" "Cerita apa?" "Jadi waktu kita mau ke rumah Pak Alvan, kita ketemu sama Putra. Terus Kak Haqi marah-marah sama tuh orang." "Ohhh, Putra temen SMP nya kakak gw ya? kok kalian bisa ketemu?" "Waktu yang pertama itu kita gak sengaja ketemu kok. Yang awal nyapa atau mungkin lebih tepatnya ngajak cari masalah itu justru temen-temen nya si Putra itu. Terus Kak Haqi ngeliat kan tuh si Putra-Putra itu, langsung deh teriak-teriak marah-marah." kali ini Radi yang menjelaskan. "Lo kenal Kak Haqi dari lama juga kan, Ri? mereka sebenarnya kenapa sih?" Perempuan itu terlihat berpikir sebelum menjawab pertanyaan ku, mungkin sedang memikirkan apakah ia harus mengatakan sesuatu atau sama seperti kata Putra kemarin, mencari tahu sendiri dengan bertanya langsung pada Rio. "Gw kenal Haqi sama Putra ya dari kakak gw Rio, yang gw tau mereka itu temenan dari SMP. Mereka juga pernah gabung di klub sepak takraw yang sama. Setahu gw mereka bertiga itu akrab banget, tapi begitu mau masuk SMA mereka udah gak pernah keliatan main bertiga lagi." "Apa lo gak pernah nanya kenapa mereka gak main bareng lagi?" tanya Haikal mulai kepo. Ketukan terdengar dari jari Riri, "Kakak gw sama Putra tuh mau banget masuk SMA yang sama, SMA Trisakti." "SMA Trisakti? SMA yang terkenal sama sepak takraw nya?" Riri mengangguk menjawab pertanyaan Radi. "Iya, tapi waktu itu kakak gw kecelakaan dan gagal masuk ke sana. Setelah itu gw gak pernah lagi liat kakak gw main bareng sama Putra." Aku, Haikal, Radi juga Genta hanya bisa terdiam dengan pikiran kami masing-masing. Kalau yang waktu itu ngamuk-ngamuk adalah Genta yang suka banget cari huru-hara kami gak akan se penasaran ini. "Terus kemarin lo ketemu sama si Putra itu?" tanya Genta setelah kami saling diam beberapa saat. Aku menyeruput sisa minuman ku lalu mengangguk. "Iya. Kemarin waktu gw mampir ke padepokan pencak silat gw, dia dateng sama adiknya untuk daftarin adiknya ke sana." "Lo ngobrol apa aja sama doi?" "Hmm... gak banyak sih, gw juga tanya alesan kenapa waktu itu Kak Haqi ngamuk sama doi tapi katanya kalau gw bener-bener mau tau lebih baik gw tanya langsung sendiri ke Kak Haqi atau Rio." jawab ku. "Kalian se penasaran ini sama masalah mereka kenapa? apa waktu itu separah itu amukan Haqi?" Tanya Riri dengan wajah penasaran. "Beuuh, banget. Kita aja sampai gak berani buat nengahin waktu Kak Haqi ngamuk. Iya gak?" kata Genta meminta pembenaran dari kamu semua. Tentu saja kami mengangguk serempak. "Gw jadi penasaran gimana Haqi ngamuk. Gw gak pernah liat dia ngamuk sama kakak gw sih. Kalau marah atau kesel ya pasti ada tapi gak sesering itu juga kalau gw liat." ucap Riri. "Eh, Ri. Gw boleh nanya gak sih?" Tiba-tiba Genta bertanya dengan ragu-ragu tapi penasaran. "Tanya apa?" "Kakak lo normal kan?" Mata Riri melotot melihat Genta yang kini malah sedang nyengir. Gebrakan meja dari Riri membuat kami semua kaget, bahkan orang-orang yang duduk di samping kami pun melihat kami dengan penasaran. "Maksud lo apa?!" sungut Riri. Aku berusaha menenangkan Riri yang marah, mungkin karena sejak tadi Genta sudah bertindak semaunya, kemarahan Riri memuncak. "Santai, Ri. Gw cuma nanya." "Nanya apaan?! dari tadi gw udah kesel sama lo, terus sekarang lo nanya yang aneh-aneh tentang kakak gw. Se petakilan nya kakak gw atau sedekat-dekatnya kakak gw sama Haqi, kakak gw masih normal ya!" "Tenang, Ri. Tenang dulu." aku memberikan gelas minuman milik Riri padanya agar setidaknya Riri bisa sedikit lebih tenang. "Udah lo duduk, Ri. Dan lo Gen, mending lo gak usah ngomong yang macem-macem dulu deh. Kenapa jadi kalian yang berantem coba?" kata ku yang berusaha menenangkan kedua nya. Demi menghindari konflik lanjutan, Radi mengalihkan pertanyaan dengan topik obrolan yang lain, yang untungnya baik Riri atau Genta tidak kembali melanjutkan perang mereka. Kami tidak sadar jika hari sudah semakin sore. Kalau bukan karena Rio menghubungi Riri, kami pasti masih larut mengobrol sambil menceritakan banyak hal. "Lo pulang naik apa?" tanya ku saat kami semua sudah berada di luar kafe. "Paling naik ojek online." "Kenapa gak minta Rio jemput?" tanya ku lagi sambil memakai helm ku. "Rio lagi di bengkel." jawab Riri sambil mulai memesan ojek online. "Di anter gw aja yuk?" tawar Genta yang langsung di jawab dengan ketus. "Ogah." Aku hanya bisa terkekeh melihat Riri yang masih kesal dengan Genta. "Ya udah naik. Gw yang anter lo." kata ku dan menyuruhnya untuk segera naik ke boncengan. "Yakin nih gak apa-apa?" "Gak apa-apa. Udah cepetan naik, keburu sore nanti." Dengan senang Riri pun naik ke boncengan motor ku. Dari spion aku bisa melihat Riri memelet kan lidahnya pada Genta. "Duluan semuanya!" pamit ku dengan cepat dan mulai menjalankan motor ku sebelum Genta mulai menggerutu padaku nantinya. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN