Udara sore terasa dingin, meski langit cerah dan bintang bertaburan. Sanvi berdiri di depan rumah, mengantar Arshan yang baru saja menghabiskan dua jam berbicara serius dengan ayahnya. Cahaya lampu teras menerangi wajah mereka, memperlihatkan ekspresi yang sulit ditebak. “Kamu mau langsung pulang sekarang?” tanya Sanvi, suaranya terdengar pelan namun jelas. “Ya,” jawab Arshan sambil menarik napas santai. “Sudah dua jam aku bicara dengan ayahmu di sini. Apa lagi yang perlu aku bicarakan dengannya? Kurasa minggu depan aku akan datang lagi…untuk melamarmu.” Ucapan itu membuat da-da Sanvi berdebar. Ia merasa seperti sedang berada di dalam mimpi yang aneh—bukan mimpi indah, tapi mimpi yang membuatnya bingung antara ingin terbangun atau tetap terbawa arusnya. Ia tidak menyangka Arshan akan be