'Apa yang sebenarnya terjadi?'
"Euhm!" Kristal terus meronta berusaha melepaskan diri dari jerat pria itu, tapi apalah daya, tenaganya jelas tak sebanding dengan pria yang kini mulai menyerang rongga mulutnya.
Kaisar mencecap manis lidah pujaan hatinya yang terasa seperti madu yang dihasilkan dari lebah terbaik, sangat manis dan memabukkan.
Tak ada celah bagi Kristal untuk melawan. Kaisar dengan lihai membelit lidahnya tanpa membiarkan Kristal beristirahat barang semenit pun. Merasa kasihan melihat Kristal tersengal, dengan sangat terpaksa Kaisar melepaskan bibirnya.
Plak!
Kristal berhasil melayangkan satu tamparan di wajah Kaisar begitu dia memiliki kesempatan. Anehnya, lelaki di hadapannya itu justru tak menampilkan reaksi apa pun. Wajahnya tetap datar sedingin salju di Kutub Utara.
"Siapa Anda? Berani sekali Anda melecehkanku!" Kristal berteriak sambil menahan tangis.
Kaisar membungkam rapat mulutnya, tak ada yang dapat pria itu lakukan selain hanya memandangi Kristal.
"Oh, mungkin Anda sudah mengenal saya karena saya merupakan salah satu publik figur di negeri ini, tapi sepertinya Anda telah salah menilai. Saya memang artis, tapi saya bukan perempuan rendahan. Saya murni mencari nafkah dengan jalan halal, jadi jika Anda berpikir saya merangkap pekerjaan sebagai wanita yang bisa Anda ajak bersenang-senang, Anda salah besar!" Tegas Kristal.
Kaisar bergeming, mata elangnya terus menatap lurus pada wanita cantik di hadapannya, hingga ketika butir-butir bening itu luruh melewati pipi Kristal, pun tak luput dari penglihatannya.
Namun, hal itu sama sekali tak menggoyahkan pendirian Kaisar sedikit pun, jangan harap dia akan mundur melihat air mata Kristal karena hanya ini satu-satunya cara yang bisa Kaisar lakukan demi bisa mendapatkan gadis itu.
"Saya akan memaafkan Anda meskipun Anda telah berhasil mencuri ciuman pertama saya. Saya akan bersikap seolah kejadian ini tidak pernah terjadi. Permisi," pamit Kristal.
Bertelanjang kaki, Kristal menuju pintu kamar itu. Ketakutan itu kembali datang manakala Kristal tidak bisa membuka pintunya. Terkunci. Ya, daun pintu berwarna putih itu terkunci rapat. Tak peduli sekuat apa pun Kristal berusaha mengguncang gagang pintu itu, tapi daun pintu di hadapannya berdiri dengan kokoh. Pergerakannya sama sekali tak berarti.
Kristal membalikkan badannya, bulir bening itu kini semakin turun dengan deras tatkala Kristal melihat pria itu mendekatinya, sungguh membuat Kristal ketakutan.
Lalu, tanpa aba-aba, Kaisar menggotong tubuh Kristal dan membaringkannya di kasur. Dapat dibayangkan seperti apa ketakutan Kristal melihat Kaisar yang seolah ingin menerkamnya.
"Apa yang Anda inginkan dari saya? Siapa sebenarnya Anda?" Kristal terus meronta, tapi mustahil baginya bisa lolos dari sana.
Kaisar diam membisu, membuat Kristal semakin meradang. Masih belum sepenuhnya sadar, Kaisar berhasil merenggut kain penutup itu dari tubuh Kristal dan menghempaskan di lantai.
"Tuan, tolong ... Jangan sentuh saya, saya mohon," ucap Kristal terus mengiba, berharap lelaki itu memiliki sedikit belas kasihan dan akan melepaskannya.
"Saya sudah dilamar, dan kemungkinan sebentar lagi saya akan menikah. Tolong jangan lakukan ini." Kristal menyilangkan kedua tangannya saat Kaisar semakin memangkas jarak.
Mendengar Kristal berkata demikian malah membuat Kaisar semakin murka. Kristal menjerit ketika satu-satunya kain yang tersisa di tubuhnya juga bernasib sama seperti gaun yang Kaisar hempas begitu saja. Kain itu terkoyak dan berakhir tragis teronggok di lantai.
Setiap air mata Kristal jatuh menetes seiring dengan tangan pria itu yang terus menjelajah di tubuhnya. Kristal merasa jijik pada dirinya sendiri, sungguh tak pernah ia dapatkan penghinaan yang menyakitkan sedemikian rupa.
Tak peduli gadis di bawahnya terus meronta, Kaisar terus melanjutkan aksinya. Lelah bermain di bagian atas tubuh wanita itu, Kaisar mulai menjelajah turun. Kristal yang telah kehilangan banyak tenaga pun tak lagi meronta. Cukuplah air matanya menjadi bukti betapa sakit hati dan raganya saat dia diperlakukan seperti itu.
Setelah memastikan wanita itu telah siap menerima kehadirannya, Kaisar membuka kedua kaki Kristal lebar-lebar. Ia mengarahkan senjatanya tepat pada lembah yang terlihat begitu menantang.
"Eumh, sakit," rengek Kristal saat Kaisar berusaha memasukinya.
Rasanya percuma saja Kristal terus mengiba jika pada akhirnya usahanya tak membuahkan hasil. Kaisar terus melanjutkan aksinya tak peduli wanita di bawah kungkungannya itu meronta dan menjerit kesakitan.
"Argh! Sakit!" Tubuh gadis itu melentik, bukan main perihnya ketika senjata Kaisar berhasil melesak menerobos pertahanan terakhirnya. Sejak saat itulah statusnya telah berubah, dia bukan lagi Kristal yang suci.
Kuku-kuku tajam nan lentik Kristal yang menancap di punggung Kaisar tak lelaki itu hiraukan. Pun ketika Kaisar merasakan sesuatu mengalir di bawah sana, pria itu hanya memberi jeda sebentar sebelum melanjutkan aksinya.
Tubuh Kristal membeku, dia pasrah dengan keadaannya kini yang tak lagi suci. Lelehan di wajahnya menjadi saksi ketika seorang pria yang tak dia kenal berhasil merenggut kehormatan yang selama ini dia jaga. Satu-satunya harta berharga yang selama ini Kristal jaga dengan baik dan akan dia berikan pada suaminya kelak.
Sementara Kaisar sibuk berpacu dengan waktu. Hentakan demi hentakan terus dia lakukan hingga akhirnya dia tak sanggup lagi untuk menahannya. Kaisar meledakkan diri, menyemburkan benih di dalam rahim Kristal. Pengalaman pertama mereguk madu cinta meski dengan cara yang salah, akan tetapi sama sekali tak disesalinya.
Bagi Kaisar, mendapatkan Kristal dengan cara apa pun, membuat gadis itu berada dalam kendalinya adalah impian yang harus segera diwujudkan.
Kaisar melepaskan miliknya, pria itu terbelalak ketika melihat cairan merah segar bercampur dengan cairan cintanya yang mengalir, menodai seprai putih itu.
.
.
Kaisar duduk anggun di meja makan dengan tubuh yang telah terbalut pakaian rapi.
"Bi, tolong jaga baik-baik wanitaku, jangan sampai ada kekurangan apa pun. Jika sampai dia mengalami kesulitan, aku bersumpah akan memecat kalian semua," ucapnya penuh penekanan.
"Baik Tuan," jawab Sherly.
"Rom, kau tahu apa yang harus kau lakukan?"
"Saya sudah menyuruh empat orang pengawal sekaligus untuk selalu memantau nona, Anda tidak perlu mencemaskan soal itu Tuan."
Jika saja tak ada rapat penting pagi ini, Kaisar sudah pasti lebih memilih menghabiskan waktu di rumah. Lelaki itu pun bangkit, bersiap menuju kantornya.
"Jika terjadi sesuatu, cepat hubungi aku," pesan Kaisar sebelum ia benar-benar pergi dari sana.
"Pasti, Tuan." Sherly membungkuk hormat.
Melihat mobil mewah itu ke luar dari gerbang, Sherly memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya.
Di kamar.
Kristal bangun dengan kepala yang seolah dibebani ribuan ton batu, terasa berat dan pening. Mendadak air matanya kembali menerobos paksa, melihat kondisinya yang sangat mengenaskan.
Masih dapat Kristal ingat dengan jelas, pria yang merenggut paksa kehormatannya semalam. Tak cukup sekali, Kristal tak berdaya hanya untuk sekedar menolak hingga pada akhirnya dia biarkan saja Kaisar menuntaskan hasratnya berulang kali.
"Kau tak ubahnya jalang Kristal, bahkan jalang mungkin lebih terhormat dibandingkan dirimu," monolognya.
Gadis itu meraung, apa yang baru saja dialaminya seperti mimpi buruk. Ia menyesali mengapa semua ini terjadi dengan begitu cepat.
Menyibakkan selimutnya, Kristal berjalan terseok menuju kamar mandi. Sakit di pusat tubuhnya belum sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Wanita itu menyalakan kran air dingin, lalu menggosok tubuhnya dengan keras. Berharap noda di tubuhnya akan hilang, lenyap bersama dengan air yang mengalir.
"b******n! Laki-laki biadab!" Maki Kristal sambil terus menggosok kulitnya yang hampir dipenuhi jejak percintaan Kaisar di setiap jengkalnya.
"Maafkan aku Kak Keenan, kita tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan ini. Aku sudah kotor dan sangat menjijikan, aku sama sekali tak pantas untukmu," ratap Kristal.
"Tapi apa ... Apa yang bisa aku katakan padamu Kak."
Kristal kembali meraung, tubuhnya ambruk di lantai kamar mandi. Dinginnya air tak membuatnya menghentikan aktivitasnya. Justru dengan sengaja Kristal terus berada di sana, membiarkan tetesan air itu hilang bersama kesedihan tak terkira yang baru saja ia rasakan.
Sherly terkejut ketika tak mendapati Kristal ada di kasurnya. Wanita itu pun menggedor-gedor pintu kamar mandi.
"Nona, apa Nona ada di dalam?" Masih terus menggedor pintu, ia yakin jika Kristal ada di dalam. Bunyi air yang membentur lantai membuatnya yakin ada aktivitas di dalam sana.
"Nona, ayo keluar. Saya sudah siapkan sarapan untuk Nona."
Masih tak terdengar sahutan dari dalam selain hanya bunyi air yang terus mengalir. Buru-buru Sherly meraih gagang telepon untuk menghubungi majikannya. Bisa mati dia jika sampai terjadi sesuatu pada Kristal.
"Apa terjadi sesuatu?" Sembur Kaisar begitu ia mengangkat panggilan Sherly.
"Nona mengurung diri di kamar mandi Tuan, dia tidak mau membuka pintu saat saya berusaha membujuknya," jelas Sherly.
"Sial!" Tanpa menjawab lagi, Kaisar langsung memutuskan untuk pulang detik itu juga.
Rapat hampir selesai ketika dia berlari menerobos pintu tanpa memberikan keterangan apa-apa. Kaisar menyetir sendiri, sementara Romy disibukkan mengurus pekerjaan Kaisar.
Menekan pedal gasnya dalam, Kaisar tak sabar untuk segera tiba di mansionnya. Langkah kakinya panjang ia bawa menuju kamar di mana dia meninggalkan Kristal begitu saja, pagi tadi.
"Bagaimana Bi?"
"Nona masih ada di dalam Tuan, dia tidak menyahut, tapi bunyi air masih terus mengalir. Saya takut terjadi sesuatu pada nona," kata Sherly.
Kaisar mendobrak pintu kamar mandi. Baru pada dorongan ketiga pintu itu terbuka. Matanya membeliak melihat tubuh polos Kristal tergeletak begitu saja di lantai. Kaisar mematikan kran air, meraih handuk dan membalut tubuh Kristal sebelum membawanya ke kasur.
"Panggil Chaca, Bi!" Titah Kaisar.
"Baik Tuan."
Chaca merupakan dokter pribadi sekaligus teman Kaisar.
Kaisar sibuk mengeringkan tubuh Kristal. Jangan tanyakan perasaannya saat ini, karena melihat kondisi Kristal membuatnya ketakutan setengah mati.
Tak membutuhkan waktu lama bagi wanita cantik berkacamata itu datang. Chaca membuka peralatan medisnya dan langsung menangani Kristal. Melihat kondisi gadis yang saat ini berbaring lemah di kasur sudah cukup menguatkan asumsi Chaca.
"Kamu apakan dia?" Wanita itu menatap tajam Kaisar.
"Bukan urusanmu! Katakan bagaimana kondisinya?"
"Untuk sementara waktu jangan biarkan dia sendirian. Dia begitu terguncang dan aku rasa kejadian di kamar mandi tadi sengaja dia lakukan," beber Chaca. Kaisar memang sempat menceritakan padanya bahwa Kristal jatuh pingsan di kamar mandi.
"Maksudmu?"
"Percobaan bunuh diri, apa perlu aku perjelas ucapanku?"
"Apa?" Kaisar terkejut bukan main.
"Dia tertekan, dia merasa sangat terguncang karena mengalami kejadian tidak menyenangkan bertubi-tubi. Apa pun yang kau lakukan padanya, aku harap kau jauh lebih hati-hati lagi mulai sekarang."
"Lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Jangan biarkan dia sendirian, aku takut dia akan berbuat lebih nekat lagi dari ini. Bicaralah padanya baik-baik, aku yakin dia akan mengerti selama kau mau menjelaskan."
"Harus?" Tanya Kaisar.
"Wanita mana yang tidak akan syok ketika dirinya mendapatkan perlakuan asusila? Aku tahu betul dirimu, jadi bicaralah dengannya." Chaca menggeleng tak percaya melihat tingkah sahabatnya yang terkesan merasa tak berdosa.
"Sebaiknya kita bicara di sana."
Chaca mengikuti langkah Kaisar menuju balkon.
"Kau kan pria terhormat, aku tahu itu, tapi sekedar mengingatkan. Untuk membuat Kristal menjadi milikmu, kau harus memikirkan caranya. Jangan dengan jalan seperti ini," oceh wanita itu pada temannya.
"Maksudmu?"
"Sama seperti ketika kau mengurus perusahaan. Untuk membuat perusahaanmu maju bukankah kau juga punya siasat yang biasa kau gunakan? Kau bisa melakukan itu juga pada Kristal. Lakukan penawaran dengannya, penawaran yang membuatnya terikat denganmu hingga kamu bisa mendapatkan apa yang kau mau," jelas Chaca panjang lebar.
Pria itu terdiam, berusaha mencerna ucapan Chaca.
"Jangan bilang kau tidak tahu maksud dari ucapanku," kata Chaca.
"Aku tahu." menjawab santai seolah tak terjadi sesuatu sebelumnya..
"Ya sudah kalau begitu, aku pergi dulu ya."
"Bagaimana dengan keadaannya?"
"Aku sudah menyuntikkan obat penenang karena aku rasa dia sangat membutuhkan waktu untuk istirahat. Kemungkinan dia baru akan bangun dua sampai tiga jam lagi. Ingat! Bicaralah dengannya!"
"Terima kasih," cicit Kaisar. Kalimat ajaib yang amat jarang pria itu ucapkan pada orang lain, tapi Kaisar rasa itu sepadan atas pertolongan Chaca. Kaisar akan menyesal seumur hidupnya jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada wanita pujaan hatinya.
"Resep obatnya sudah aku tulis, minta pelayanmu untuk membelinya di apotek dan minumkan pada gadis itu begitu ia bangun," jelas Chaca.
"Ya."
Kaisar kembali masuk ke kamar. Duduk di kursi, tangannya meraih jemari gadis itu. Setitik cairan luruh dan membasahi tangan Kristal.
'Maaf membuatmu menderita, tapi percayalah ... Aku tidak mungkin memilih jalan ini jika aku memang masih punya jalan lain. Aku hanya ingin kau menjadi milikku, hanya milikku Kris. Itu saja,' batin pria itu.
Lelaki itu meraih jemari Kristal, menciumnya dengan begitu mendalam.