Kemarahan Mama Winda, membuat Papa Arvin meletakkan sendoknya dan menyudahi makan malam. Dengan tatapan heran pada anaknya pria tua itu menyandarkan punggungnya ke kursi. “Sepertinya mama kamu sangat marah besar denganmu. Dan benar kata mama mulutmu pedas dan tidak disaring terlebih dahulu ketika berucap, padahal kamu orang yang berpendidikan tinggi serta pemilik perusahaan, dan usiamu sudah matang dalam berpikir tapi menilai Nadira hanya dilihat dari satu sudut saja, seperti anak kecil saja,” imbuh Papa Arvin. Brata mengambil serbet yang ada di pangkuannya lalu meletakkan begitu saja di atas meja, ingin rasanya dia meninggalkan ruang makan untuk menenangkan dirinya, akan tetapi papanya sedang berbicara. “Bukannya begitu Pah, aku hanya menduga dengan melihat masa laluku dengannya. Udah