Juna Aku terus meremas tanganku sambil merapalkan doa untuk keselamatan Abil dan calon anak kami. Bayangan wajah pucat Abil sebelum masuk ruang persalinan terus terbayang dan itu sukses membuatku khawatir. Bagaimana tidak? Hari persalinan datang lebih awal dari yang kami perkirakan. Belum lagi beberapa jam yang lalu Abil baru saja mengalami kejadian kurang mengenakkan meski imbas terbesar justru terjadi padaku. Dia juga belum makan sejak tadi siang. Aku takut kalau Abil tidak kuat. “Nggak, nggak. Abil pasti kuat.” Aku mulai menggumam sendiri, dan tanpa sadar sudah menggeleng kuat ketika tiba-tiba pikiran buruk terlintas di otakku. “Tenang Mas, Kak Abil pasti kuat, kok.” Dek Risa merangkul bahuku dan menepuk pundakku beberapa kali. “Tapi, Dek, Abil—“ “Berpikir