Eps. 9 Bertukar Racun

1055 Kata
Casia menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Dia sampai menoleh ke arah pintu yang terbuka. "Theo?! Untuk apa kamu ke mari?" "Untuk bicara denganmu, Sayang." Theo masuk dengan mengulas senyum lebar yang terus menghiasi bibirnya itu Sejak pertama kali masuk ke rumah ini. Apa yang mau dia lakukan sekarang? Sebenarnya Casia panik dengan kedatangan Theo yang mendadak. Dia takut jika pria itu menyerangnya atau melakukan sesuatu yang buruk padanya. Karena dia belum ada persiapan. Meski baru saja beberapa menit yang lalu dia meminta pelayannya tadi untuk membeli sesuatu di luar sana yang bisa dihadiahkan untuk Theo. Terlebih pelayan yang dia suruh saat ini belum kembali. "Bicara apa, bicara saja sekarang," ketus Casia. Dia sudah muak bertemu, apalagi bicara dengan Theo. Casia boleh saja kau ketus begitu padaku saat ini. Tak apalah, mungkin ini yang terakhir kali. Setelah ini kamu tak akan bisa melihatku lagi. Jujur, Theo juga sebal dengan sikap ketus Casia. Sudah berulang kali dia memohon dan meminta maaf pada wanita itu tapi apa yang didapatkannya? Penolakan dan keketusan seperti ini. "Ini, saatnya kamu makan malam. Aku membawakan makanan khusus kemari untukmu. Masakan ini khusus aku buat untukmu." Theo mendorong troli yang ada di luar kamar, membawanya masuk. Ada beberapa hidangan dan juga minuman di sana. Theo mendorongnya kembali sampai berada persis di hadapan Casia. "Theo, buat apa kamu memasak untukku?" Casia tidak memperlihatkan kecurigaannya di depan Theo. Malahan ia mengulas senyum manis di depan calon mantan suaminya tersebut. Jelas, Theo pasti membawakan makanan khusus untukku. Tepatnya makanan sudah dicampur dengan racun. Dasar pria k*****t! "Aku akan membantumu makan kali ini dan jangan menolaknya." Theo mengambil satu piring porsi makanan untuk Casia. "Theo, lebih baik kamu tinggal saja di sini nanti biar pelayanku yang menyuapi diriku." "Kenapa, harus menunggu pelayan datang? Biar aku saja yang menyuapi dirimu. Sungguh, aku tidak keberatan sama sekali." Tapi aku keberatan. Kamu pria hina tidak tahu malu! "Aku belum lapar. Tadi aku juga minta pada pelayan untuk menyiapkan makan malam." Casia menolak, juga mengulur waktu sembari menunggu pelayan yang disuruhnya datang. "Ayolah, Sayang. Kenapa harus menunda makan bila ada aku di sini?" bujuk Theo. Casia diam, mengasah otaknya mencari cara untuk menunda lebih lama. Ia berharap pelayan yang disuruhnya tadi segera kembali. "Theo, aku belum lapar. Kamu tahu, jam berapa biasanya aku makan malam, bukan?" Casia seringkali makan malam di atas jam tujuh malam. Dia tidak takut kebanyakan kalori yang orang bilang bisa menambah berat badan. Tapi nyatanya, tubuhnya tetap langsing bak model. Sudah dua puluh delapan tahun dia melakukan ini, dan berat badannya tetap stabil sampai sekarang. "Sedikit saja, cicipi dulu. Baru nanti kamu bisa bilang dan nambah jika memang enak." Theo terus memaksa meskipun Casia menolak berulang kali. Pria itu sudah mengambil sendok dan bersiap menyuapi Casia. "Nona! Pesanan Anda datang. Maaf, membuat Anda lama menunggu." Pelayan datang dan masuk dengan terburu-buru. Casia bisa bernapas lega dengan kedatangan pelayannya, membuat Theo menurunkan kembali sendok yang hampir disebabkan ke bibir Casia. "Tuan, ini makanan pesanan Nona. Biar aku saja yang melayani, Nona. Anda bisa duduk." Pelayan tanpa izin terlebih dulu bahkan langsung mengambil piring dari tangan Theo. Casia memberikan kode dengan mengedipkan matanya sebelah. Pelayan langsung tanggap dengan kode yang diberikan oleh Casia. "Tuan, mungkin Anda ingin makan malam bersama Nona." Pelayan dengan cepat menghidangkan makanan yang sudah disiapkannya lengkap dengan campuran yang sudah ditaburkan pada makanan tersebut. Dia menata makanan itu di samping menu yang dibawa oleh Theo. "Bagaimana jika kita bertukar menu saja?" Bukan Casia yang bicara, tapi Theo. Theo mengulas senyum tipis. Dia tidak tahu kalau Casia meminta pelayan untuk mencampurkan sesuatu pada makanan yang dihidangkan di meja saat ini. "Ya, baik. Tapi aku mungkin akan makan sedikit saja." Casia menyetujui tawaran Theo. "Ya." Theo mengangguk dan kembali mengulas senyum. Dia senang sekali wanita itu bisa masuk dalam perangkap nya tanpa perlu dia bersusah payah. Casia mengambil satu piring. Ia lalu mengambil menu lain yang berbeda dari yang menu yang tadi diambilkan oleh Theo. Menurutnya, menu yang diambilkan oleh Theo tadi, pasti sudah dicampuri sesuatu. Maka dari itu dia memilih yang lain. Makanlah Casia, semua menu ini sudah aku campuri dengan racun. Tak ada menu yang tidak meracuni. Aku sudah mempersiapkan itu. Casia selesai mengambil menu. Namun, dia belum menyantapnya. Ia memilih untuk melihat Theo terlebih dulu. Suatu kepuasan sendiri bagi Casia, jika bisa melihat pria di hadapannya itu menghilang dari bumi yang dipijaknya saat ini juga. Theo tanpa rasa curiga sama sekali mulai menyantap makanan yang dihidangkan untuknya. Bahkan, dia makan dengan lahapnya. "Casia, Kenapa kamu melamun melihatku makan? Buruan makan. Kita nikmati makan malam kali ini tanpa masalah." Melihat Theo yang lagi-lagi tersenyum manis, membuat Casia ikut tersenyum. Senyum terakhir kali darinya untuk Theo. Dia berikan senyum Termanis sebelum pria itu meninggalkan dunia fana ini untuk selama-lamanya. "Pelayan, tolong suapi aku sekarang." Pelayan yang masih ada di samping Casia segera bergerak. Ia mengambil apa saja yang diminta oleh Casia. Tanpa curiga sama sekali, Casia lalu meminta apanya tersebut menyuapi dirinya. Satu suapan berhasil ya masukkan ke mulut dan dengan sempurna masuk ke tubuhnya. Akh! Setelah satu suapan terdengar desisan Casia. Jika saja dia bisa menggerakkan anggota tangannya mungkin dia akan langsung menyentuh bagian leher. Rasanya lehernya itu tercekat serasa udara berhenti masuk. Bahkan wajahnya kini mulai membiru. "Theo, k-kamu ... apa yang kamu campurkan dalam makanan ini? Kamu meracuniku?" Casia menatap tajam Theo. Dia pikir racun yang diberikan padanya hanya pada piring yang disajikan untuknya karena pasti dia juga akan memakan makanan tersebut. Rupanya ia sudah salah sangka. Theo mengulas senyum seringai penuh kemenangan di depan Casia. Rencananya berjalan sempurna. "Aku hanya membantumu saja daripada kamu menderita hidup seperti ini di dunia lebih baik kamu segera alam baka dan tidak menderita." "Pria hina tidak tahu malu kamu. Aku sudah memberikan segalanya padamu tapi kamu mengambil semuanya dariku. Jadi, kecelakaan ini, ini adalah ulahmu juga?" Theo kembali mengulas seringai. "Casia, kamu memang bodoh dan hanya terbuahi oleh cintaku saja selama ini." "Nona! Nona!" Pelayan yang ada di samping Casia, panik namun tak bisa berbuat banyak. Casia semakin kesulitan bernapas hingga di ujung napasnya dia hanya bisa menitikkan air mata. Seandainya saja, waktu bisa diputar kembali tentunya Aku tidak akan pernah mau bertemu denganmu dan masuk dalam perangkap mu seperti ini. "Nona!" Casia mengembuskan napas terakhirnya dengan tatapan tajam pada Theo. Theo tertawa lepas namun titik berikutnya dia juga merasa lehernya tercekat. "Ada apa ini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN