'Layaknya Sebuah Belati. Lidah Tak Bertulang, Nyatanya Mampu Menggores Hingga Mengalirkan Darah Tak Kasat Mata,' - Amel Amel menutup sesi rapat dengan apik. Tak ada raut kesedihan nampak. Hanya saja wanita beranak satu itu memutuskan tak banyak interaksi dengan sang suami. Jujur, Amel masih sangat sakit hati. Ucapan Hang meski benar nyatanya membekas kan luka tersendiri. Tak kasat mata pula, sehingga sebagai manusia Amel tak tahu kemana harus mencari obat demi mengobati sobekan dihatinya. Pikiran Amel kembali melayang pada respon Resti pagi tadi. Putrinya pasti sangat sedih melihat jarak yang ia ciptakan. Mau bagaimana lagi. Toh memang sebenarnya jarak itu harus ada demi kebaikan bersama. Ia saja yang lancang. Melupakan tempat dimana harusnya ia berdiri tegak. "Pa..Pa…" Niel menunjuk