Arhan masih ingat saat pertama kali ibunya memperkenalkan Kayra padanya, tidak ada satu hal pun yang bisa menarik perhatiannya. Sederhana, bahkan kelewat sederhana.
Kayra memang cantik, tapi Salsa jauh lebih menggoda dibandingkan Kayra yang terlihat datar tanpa ekspresi.
“Oma sudah menunggumu,” suara Kayra memecah keheningan, membuat Arhan yang tengah fokus mengemudi langsung menoleh ke arahnya.
Wanita itu masih menunjukkan ekspresi datar, bahkan tidak terlihat tanda-tanda menangis di kedua matanya. Apakah kejadian tadi tidak lantas membuatnya sakit hati?
Pernikahan yang terlalu cepat hanya selang beberapa bulan saja setelah ia dan Salsa berpisah. Lalu, perjodohan itu terjadi, Arhan tahu persis rumah tangga yang akan dijalani bersama Kayra jauh dari kata bahagia.
Proses move on yang kelewat cepat, bahkan saat itu Arhan masih dalam tahap denial, apakah keputusannya menceraikan Salsa karena salah paham sudah tepat? Atau Arhan hanya termakan omongan orang-orang di luar sana yang mengatakan Salsa adalah petualang ranjang, yang tidak pernah cukup dengan satu lelaki. Arhan merasa terlalu terburu-buru dari mulai menikah, bercerai bahkan sampai menikah lagi. Rentang waktu yang sangat singkat dan cepat, hingga ia tidak tahu pasti hubungan seperti apa yang diinginkan.
“Apa kamu akan memberitahu ibu tentang kejadian tadi?” tanya Arhan penasaran.
“Tidak, jika kamu melarang atau tergantung situasi.”
Kening Arhan mengerut, menatap tidak mengerti ke arah Kayra yang tetap dengan ekspresi datarnya.
“Apakah ini ancaman?” tanya Arhan.
“Aku tidak pernah mengancam, kecuali dalam situasi tertentu.”
“Ayolah Kay, kamu tahu betul alasan kita menikah. Karena kedua orang tua kita yang menginginkannya, bukan karena kita saling mencintai seperti pasangan pada umumnya. Seharusnya kita tidak perlu membesarkan masalah ini, aku masih mencitai Salsa. Kamu tahu itu.”
Sikap Kayra yang selalu terlihat tenang kerap menjadi keuntungan untuknya, sebab ia bisa menemui Salsa kapan saja, terlebih selama beberapa minggu ini kedekatan Arhan dan sang mantan istri kembali terjalin.
“Aku tahu itu, kamu tidak perlu mengulang kalimat yang sama karena aku sudah tahu sejak awal. Kamu boleh kembali padanya, tapi tentu saja setelah urusan denganku selesai.” balas Kayra tenang.
“Urusan apa? Cerai maksudnya? Kita baru menikah dua bulan, nggak mungkin langsung cerai begitu saja. Ada keluarga yang harus aku jaga perasaannya.”
“Itu kami tahu, artinya kita memang nggak bisa berpisah, setidaknya lima bulan atau paling lama satu tahun.”
“Satu tahun? Terlalu lama, aku ingin rujuk bersama Salsa.” Arhan tidak segan mengutarakan keinginannya, tidak peduli apakah Kayra sakit hati atau tidak.
“Tentu, kamu boleh kembali padanya. Seperti yang aku bilang tadi, kalian bisa kembali bersama tapi selesaikan dulu urusanmu denganku.”
“Apa? Jangan berbelit!” Arhan memaksa.
“Tunggu dulu, kita belum sampai.” Kayra tersenyum penuh arti.
Perjalanan menuju rumah terasa sangat lama dari biasanya, Arhan tidak sabar dengan syarat yang diajukan Kayra untuk menyudahi rumah tangga mereka yang baru seumur jagung.
Memang tidak akan lantas berpisah, tapi Kayra pasti menawarkan keuntungan untuk kedua belah pihak. Arhan yakin itu.
“Aku mau ganti baju dulu,” sesampainya di rumah, Kayra langsung menuju kamarnya. Kamar terpisah yang mereka tempati selama ini. Arhab menempatkan kamar utama, sementara Kayra menempati kamar kedua.
Hanya selang beberapa menit saja, Kayra sudah kembali dengan penampilan yang berbeda, mengganti pakaiannya dan mengikat rambut yang sebelumnya dibiarkan terurai.
“Langsung saja! Jangan mengulur waktu.” Arhan tidak sabar.
“Baiklah” Karya tidak mungkin mengulur waktu lebih lama lagi, Arhan terlihat tidak sabar sekali.
“Kita akan bercerai setelah satu tahun,”
Arhan hendak membuka mulutnya untuk menyela, protes. Namun Kayra sudah terlebih dulu mengangkat satu tangannya, mengisyaratkan Arhan untuk tidak bicara sebelum ia menuntaskan ucapannya.
“Satu tahun saja, setelah aku hamil.”
“Apa?!”
“Masih ada sepuluh bulan tersisa. Aku ingin hamil, dan setelah itu kita akan berpisah seperti keinginanmu.”
“Apa?!” Arhan terkejut dengan keinginan Kayra.
Selama dua bulan menjalani rumah tangga, Arhan tidak pernah menyentuh Kayra layaknya suami istri. Kontak fisik yang mereka lakukan hanya saat menikah, untuk pertama dan terakhir kalinya. Jika Pun harus terlihat mesra di depan publik karena Arhah adalah atlet sepak bola yang namanya sering muncul di beberapa berita online maupun offline, kemesraan yang mereka tunjukkan hanya sebatas gandeng tangan saja. Tidak lebih.
“Jangan bercanda.” Arhan tersenyum meledek.
“Artinya kamu minta di tiduri?!”
Ucapan lelaki itu menggores ego Kayra, dimana seorang istri seperti mengemis hak nya di penuhi.
“Benar. Sampai aku hamil.” Kayra memperjelas.
“Apa?! Kenapa minta hal konyol seperti itu, lalu setelah hamil kita akan selesai?”
“Benar. Aku akan memastikan kita berpisah setelah aku hamil, kamu tidak perlu bertanggung jawab apalagi mengakuinya sebagai anak kandung. Aku yang akan bertanggung jawab penuh untuk anak ini.”
“Konyol!” Arhan kembali mencibir.
“Iya atau tidak, keputusan ada di tanganmu atau kita tidak akan pernah berpisah dan kamu tidak bisa kembali pada Salsa.”
Arhan menatap penuh selidik ke arah Kayra, wanita yang selama ini diam ternyata menyembunyikan rencana konyol di luar dugaan. Apa yang sebenarnya diinginkan wanita itu?
Benarkah hanya sebatas ingin hamil dan punya anak saja?