6. Rencana Ibu Tiri

1111 Kata
Bella sudah berada di sebuah cafe menunggu kedatangan seseorang. Walaupun baru lima menit menunggu, tatapan matanya tak lepas dari pintu utama cafe hanya untuk mencari tahu seorang yang ditunggunya tiba. Hingga pelayan datang mengantarkan minumannya bersamaan dengan seorang pria yang menarik kursi tepat di depannya. Bella sempat terkejut melihat kemunculan pria itu yang tiba-tiba, padahal sudah sejak tadi dia menunggu dan tidak melihatnya. Andreas tersenyum tipis ketika menyadari kebingungan gadis di hadapannya. “Apa anda sudah ingin memesan?" tanya si pelayan sebelum meninggalkan meja itu. Andreas menoleh pada si pelayan. “Kopi saja, terimakasih." Pelayan itu mengangguk dan segera meninggalkan meja tersebut. “Maaf membuatmu menunggu lama.” Andreas membuka suara. Bella hanya memperhatikan pria itu seraya menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga. “Kamu bertemu dengan ayahku?" Bella menatap pria itu dengan ekspresi wajah penuh rasa ingin tahu. Andreas mulai memahami gadis di depannya yang sama sekali tidak menyukai basa-basi. Sedikit banyak hampir mirip seperti dirinya juga. “Ya. Ayahmu mendatangi tempat kerjaku kemarin.” Andreas mengaku. Tatapan matanya tak lepas dari wajah Bella yang siang ini tampak sangat cantik, tapi sayangnya tidak ada senyum yang tampak di wajahnya. “Oh." Bella sama sekali tidak menyangka bila ayahnya akan menemui Andreas tanpa bertanya padanya lebih dulu. Pantas saja ayah dan kakeknya tiba-tiba merestui rencana pernikahannya yang mendadak. Namun, Bella sama sekali tidak tahu apa yang telah dikatakan oleh Andreas pada ayahnya, Sehingga ayah dan kakeknya bisa berubah pikiran seperti itu. Menurutnya ayah dan kakeknya memiliki pendirian yang sangat tegas dan tidak mudah diganggu-gugat. Bella mengembuskan napas panjang dan menatap pria di depannya. “Apa yang kalian bicarakan?" Andreas balas menatap Bella dengan datar. Dia yakin gadis itu pasti akan bertanya mengenai hal yang terjadi kemarin. “Apa itu penting?" Bella tersenyum kesal. “Tentu saja itu penting. Apa yang kalian bicarakan sehingga ayah dan kakekku bisa berubah pikiran secepat itu?” Andreas mengendikkan bahunya. “Hanya obrolan antar pria dan sama sekali tidak ada yang perlu kau khawatirkan." “Bisakah kamu beritahu aku apa yang kamu bicarakan dengan ayahku, please?” Andreas menyesap kopinya yang masih mengepulkan uap panas, sedikit demi sedikit. Kemudian dia meletakkan cangkir kopi itu lagi pada tempatnya. Bella tampak sangat gemas pada pria di depannya yang terlihat sangat santai, padahal dia sudah tidak sabaran untuk tahu apa yang dibicarakan oleh dua pria itu. Ditambah dia juga sudah memohon, hal yang tidak pernah dia lakukan pada siapapun kecuali pada Agisa. Andreas sendiri menyadari jika sejak tadi Bella menunggunya untuk bicara, tapi dia tidak akan semudah itu memberitahu pada Bella dan membiarkan gadis itu kesal pada dirinya. “Andreas ...." “Ya?" Andreas menatap Bella tanpa rasa bersalah sama sekali. “Kamu tidak mau memberitahuku?" Ucapan Bella terdengar sangat putus asa, tapi dia tidak peduli. Tatapan mata Bella kembali tertuju pada bekas luka di alis kanan Andreas yang membuatnya tertarik pada pria itu untuk pertama kali dia memilihnya. Andreas membuang napas kasar kemudian menyandarkan punggungnya pada kursi. Tatapan matanya menyoroti gadis di depannya yang memasang raut kesal di wajahnya yang cantik. “Bella, aku tidak tahu apa rencanamu dengan melakukan semua ini ... mencari pria untuk kamu jadikan suami kontrak, lalu dalam tiga bulan kamu menceraikannya.” Bella menatap tajam ke arah Andreas, tapi dia tidak menyela perkataan pria itu dan menunggu kalimat apa yang akan diucapkannya lagi. “Sebenarnya rencanamu sama sekali tidak penting untukku, karena yang aku butuhkan hanya bayaran yang aku dapatkan setelahnya. Lantas, untuk apa kamu penasaran dengan pembicaraan antara aku dan ayahmu, bukankah dengan demikian rencanamu berhasil karena bisa menikahi pria yang akan menjadi suami kontrakmu? Dan, kamu bisa mendapatkan—entah apa itu dari semua ini. Benarkan?” Andreas menatapnya dengan senyum yang tampak sangat menyebalkan bagi Bella. Namun, apa yang dikatakan oleh pria itu memang ada benarnya juga. Yang dia inginkan terjadi ayah dan kakeknya sudah merestui, sehingga percakapan antara ayahnya dengan Andreas sama sekali tidak penting lagi. Tapi, tetap saja dia merasa sangat penasaran dan terpaksa rasa ingin tahunya harus dia pendam karena dia tidak ingin kembali memohon pada pria itu. Andreas tampak tersenyum melihat Bella yang tidak bisa membalas perkataannya. Bella kembali membuang napas panjang. “Setelah ini kita akan lebih sering bertemu untuk membahas pernikahan dengan keluargaku.” Andreas menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. “Tentu.” *** Bella duduk di sofa ruang tamu apartemen Agisa. Sahabatnya itu baru saja pulang pagi tadi dan meminta Bella untuk datang ke tempatnya saja karena dia kelelahan setelah tiga hari berada di luar kota. Sepulang dari bertemu dengan Andreas, Bella pun memutuskan untuk langsung menemui Agisa karena sudah tiga hari mereka tidak bertemu. “Jadi, semua berjalan lancar ‘kan?" Agisa menyodorkan gelas berisi Syrup dingin ke arah Bella, kemudian duduk di sebelahnya. Bella menganggukkan kepalanya. “Ya. Meski awalnya papa tidak setujui, tapi pada akhirnya papa dan kakek setuju.” “Apa kira-kira yang dibicarakan oleh Andreas dan Om Adrian?” Bukan hanya Bella saja, Agisa pun ikut penasaran dengan percakapan dua lelaki itu. “Entahlah, dia tidak mau memberitahuku." Bella mengendikkan bahunya. Bila mengingat pria itu, seketika membuat Bella kesal. Agisa melingkarkan tangannya pada pundak Bella dan tersenyum senang. “Sudahlah, Bel, jangan dipikirkan. Yang penting, rencanamu hampir selangkah lagi berhasil. Bila kamu jadi menikah dengan Andreas setelah tiga bulan kalian akan bercerai dan kamu akan menjadi janda terkaya di kota ini.” Bella tertawa kecil. “Rahasiakan ini, Gisa. Jangan sampai ada yang menyadarinya.” Sementara itu di kediaman Tanuwidjaja, Indira tampak berdiri di dekat jendela kamar putrinya sambil memandang keluar. Wajahnya tampak mengeras, dia masih memikirkan perihal rencana pernikahan Bella yang sangat mendadak. Dan, apa yang akan didapatkan oleh Bella setelah menikah nanti. Dia seperti tidak bisa menerima kenyataan bahwa semua itu akan dimiliki oleh Bella. “Mama masih tidak percaya jika Bella secepat itu memiliki kekasih. Bukankah selama ini dia tidak dekat dengan pria manapun?” tanya Indira pada Maya, putrinya. Maya yang tengah berbaring di atas ranjang hanya menanggapi ucapan ibunya dengan menghela napas panjang. “Siapa tahu dia memang sengaja menyembunyikan hubungannya, Ma. Bukannya papa yang mengatakan kalau pria itu hanya montir?” Mendengar balasan putrinya, Indira melangkah ke arah ranjang dan duduk di tepinya. “Tidak mungkin, Maya. Mama tidak percaya. Pasti Bella sedang merencanakan sesuatu, mama yakin itu.” Kemudian gadis berusia dua puluh tahun itu memilih duduk, karena pembahasan ibunya menjadi lebih serius. Dia tahu mengenai pembagian harta warisan itu, dan Bella yang mendapatkan lebih banyak dari dia dan adiknya sehingga ibunya tidak terima dengan keputusan kakeknya. “Lalu apa rencana mama sekarang?” tanya Maya yang ikut menanggapi serius ucapan ibunya. Indira menatap putrinya lekat. “Kita harus membatalkan pernikahan Bella dengan pria itu. Pernikahan itu tidak boleh terjadi.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN