Nadira kembali melajukan kereta besinya menyusuri jalanan Ibukota yang mulai padat merayap. Banyak kendaraan berlalu lalang seolah berlomba untuk segera sampai di rumah masing-masing. Sepertinya kali ini untuk sampai di rumah sakit, Nadira harus sedikit bersabar. Sepanjang perjalanan fokus Nadira terbagi dengan keadaan di rumah sakit. Bagaimana kondisi kesehatan ayahnya saat ini? dia tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan Arif. Berkali-kali Nadira menggelengkan kepalanya, berusaha untuk mengenyahkan pikiran buruknya. Begitu sampai di rumah sakit pun, Nadira berlarian di lorong panjang yang membawanya menuju ruang rawat ayahnya. "Kenapa lama sekali?" Moza mendekap tubuh Nadira begitu gadis itu melihat kepulangan temannya. "Kau baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka, kan?" "Se