Sakha berdiri di depan pintu panti dengan napas berat, tatapannya menusuk tajam pada petugas yang berusaha tetap sopan meski terlihat gugup. “Siva di mana dia?” tanyanya lagi, kali ini lebih pelan namun justru lebih menakutkan. Petugas itu menegang sejenak sebelum menjawab, “S—Siva nggak ada di sini, Pak. Dia sudah pergi.” “Pergi?” Suara Sakha meninggi setengah oktaf. “Pergi ke mana dia?” Petugas itu menggeleng cepat. “Maaf, kami benar-benar nggak tahu. Pagi-pagi sekali dia pergi tanpa pamit. Tidak bilang apa pun… dan tidak meninggalkan pesan.” Sakha menatapnya tajam, berusaha menemukan rekahan kebohongan, namun mata petugas itu jujur, ketakutan tapi jujur. Tidak ada yang disembunyikan. Keheningan sejenak terjadi. Hanya napas Sakha yang terdengar berat dan tajam. Akhirnya ia berbali

