Da-da Ferrin naik turun cepat. Keringat dingin muncul di pelipisnya. Nyra memegang lengan Ferrin kuat-kuat, wajahnya pucat. “Ferrin… hati-hati,” bisiknya, masih gemetar. “Hah…” Ferrin menghela napas panjang, dadanya turun naik cepat akibat syok yang masih menusuk. Ia menatap ke depan, melihat bus yang hampir menabrak mereka tadi melaju pergi, hilang di balik tikungan. “Hampir saja…,” gumamnya lirih, suaranya bergetar tipis. “Ini, minum dulu.” Nyra segera merogoh tasnya, mengambil sebotol air mineral, membuka tutupnya, lalu menyerahkannya ke Ferrin dengan jemari yang juga masih sedikit gemetar. Ferrin menerimanya tanpa suara dan meminum beberapa teguk besar. Rasa dingin air itu tidak cukup untuk meredakan panas di dadanya. Keringat dingin terus mengalir dari pelipisnya. Melihat itu,

