“Apa sebaiknya… kita jelasin saja apa hubungan kita pada Sakha?” tanya Ferrin, suaranya terdengar hati-hati namun juga penuh harap. Nyra tersentak kecil. Pertanyaan itu terasa seperti beban lain di atas kepalanya. “Ferrin… rasanya terlalu cepat. Dan kalau aku bilang sekarang, aku seperti didesak dari dua arah. Aku tahu bagaimana Sakha. Dia bisa nekat… dan aku nggak mau kamu kenapa-nap—” “Jadi masalah Sakha biar kamu yang tangani dan pikirkan?” potong Ferrin dengan senyum getir. “Ferrin, kamu nggak tahu bagaimana sikap dia,” lanjutnya, mengulang kata-kata Nyra namun dengan nada terluka. Nyra menggeleng cepat. “Bukan itu maksudku…” Tapi Ferrin sudah menunduk, menahan napas panjang. Ia mengambil garpu, menusuk makanan yang sebenarnya sudah tak ingin ia makan. Bukan karena lapar, tapi kar

