Akhirnya Mikaella dapat bernafas dengan lega saat ia berhasil sampai di kantornya tepat waktu. Dengan sedikit berlari, Mikaella memasuki lobi kantornya untuk menuju ke ruangannya.
"Untung saja kamu tidak telat Kaella. Bos tadi mencarimu, dia sepertinya dalam keadaan kacau." Seseorang yang duduk di samping meja kerja Mikaella memberitahu Mikaella tentang atasannya yang mencari Mikaella.
"Oke Ben, makasih." Mikaella membalas informasi dari temannya itu dengan senyuman manis sambil duduk di kursi kerjanya.
Sepertinya aku akan dilimpahi banyak tugas hari ini.
Mikaella mendesah lesu di dalam hati mengingat perkataan temannya yang mengatakan atasannya sedang tidak dalam keadaan baik - baik saja.
Dan benar saja, setelah jam menunjukkan waktu kerja dimulai, Atasannya terlihat keluar dari ruangannya dan berjalan dengan cepat ke arah Mikaella sambil membawa setumpuk berkas laporan yang harus dikerjakan Mikaella.
Atasannya membanting dengan kejam barang - barang yang dibawanya itu diatas meja kerja Mikaella.
"Kamu bisa kerja gak sih? Ini laporan yang kemarin kamu garap. Revisi!" Bentak atasannya yang mampu membuat seluruh karyawan yang disekitar Mikaella terkejut akibat kerasnya suara bentakan tersebut.
"I-iya pak." Dengan takut - takut Mikaella mengintip satu persatu laporan di hadapannya, menyentuhkan jari - jarinya ke satu persatu berkas tersebut.
"Aku tidak mau ada kesalahan lagi!" Ucapan yang penuh tekanan ini seakan membuat bulu kudu Mikaella merinding. Bagaimana bisa ia mendapatkan atasan yang begitu menakutkan seperti ini. Tidak seperti atasan-atasan yang ada di novel-novel yang sering dibacanya, tentang gambaran seorang atasan yang tampan, tinggi, yang terpenting seksi. Tapi dia kembali disadarkan oleh kenyataan, mana mungkin dia akan mendapatkan atasan yang seperti itu. Kecuali jika dia salah satu pemain di sebuah novel!
Mikaella kembali menghela napas berat sambil menarik berkas - berkas dihadapannya agar lebih dekat dengannya. Sepertinya dia akan menyita waktu makan siangnya hanya untuk laporan - laporan ini. Dengan sikap malas, Mikaella membaca satu persatu berkas laporan tersebut dan mencari kesalahan yang terdapat dalam laporan tersebut.
***
Sementara itu, Alvin nampak berjalan memasuki pelataran sekolahnya. Pandangannya dingin dan kosong, ingatan tentang kecelakaan itu berputar di kepalanya bak kaset rusak. Menggerogoti emosinya dan menelan hidup-hidup kebahagiaannya. Seakan dia tak diperbolehkan untuk bahagia kali ini. Mungkin kecelakaan itu sebagai pertandanya bahwa dia terlalu senang selama ia menjalani hidupnya. Alvin terlalu bahagia dengan keluarganya yang selalu terlihat harmonis, hingga dia lupa bagaimana merasakan kesedihan. Dan akhirnya peristiwa itu terjadi dan merenggut semua kebahagiaannya.
"Serius kamu suka dia Chil? Dia kayak anak ansos gitu... Tidak cocok sama kamu yang populer."
Di sudut koridor nampak dua orang gadis yang sedang mengamati Alvin. Satu diantaranya memandang terpesona ke arah Alvin, sedangkan yang lain nampak keheranan dengan kriteria temannya itu.
"Bukankah dia tampan."
Gadis yang memandang memuja ke arah Alvin membalas pertanyaan temannya yang berada di sampingnya.
"Achilla, kamu benar - benar sudah gila!"
Bisik temannya kepada gadis ini yang ternyata bernama Achilla. Dan di balas Achilla dengan anggukan pelan sambil bergumam "sepertinya."
Untung saja Alvin tidak dapat mendengar perkataan mereka, dia tetap fokus pada langkahnya untuk segera sampai ke kelasnya dan memulai hidup barunya yang tak akan sama dengan hari - hari yang lalu.
***
Sepulang dari sekolah, Alvin menaiki angkutan umum untuk sampai di kontrakan Mikaella dengan modal uang saku yang dikirim oleh tantenya, Tasya. Setelah sampai di kontrakan, Alvin membuka pintu dengan kunci yang diberikan Mikaella dan mulai berjalan masuk.
Hari ini Alvin berniat untuk menyiapkan makan malam sebagai tanda terima kasihnya kepada Mikaella karena mau menampungnya di rumahnya. Bahkan Alvin memutuskan untuk memasakkan Mikaella setiap hari sebagai pengganti uang sewanya. Meskipun dia tahu Tasya selalu mengirimi biaya hidupnya kepada Mikaella, tetapi apa salahnya jika Alvin ingin melakukan hal yang sama dengan cara yang berbeda?
Setelah berganti pakaian dengan baju sehari - hari, Alvin segera menyibukkan diri dengan masakannya di dapur kontrakan Mikaella.
Sementara itu keadaan Mikaella di kantor masih sangat sibuk. Atasannya terus saja memberikannya laporan - laporan yang menumpuk. Salah satu huruf saja langsung disuruhnya merevisi ulang. Sebenarnya Mikaella sedikit berpikir, ini laporan atau permintaan acc skripsi sih?
Tapi tak mau memikirkannya terlalu jauh, Mikaella tetap melakukan apa yang diperintahkan atasannya tanpa protes. Untuk kesekian kalinya, sepertinya ia akan lembur.
***
Setelah berbagai revisi telah diperbaiki oleh Mikaella, akhirnya dia dapat bernafas lega. Hari mulai malam dan Mikaella seperti biasa baru selesai dengan pekerjaannya.
"Astaga! Aku lupa kalau di rumah ada Alvin!"
Mikaella kaget saat mendapati ingatannya bahwa dirumahnya ada keponakan Tasya yang tinggal dengannya. Dengan segera Mikaella membereskan semua pekerjaannya dan buru - buru untuk pulang.
Mikaella pulang cukup malam, bahkan ia merasakan dinginnya malam yang mulai menusuk - nusuk tulangnya. Tapi tak dihiraukannya saat ia teringat seseorang di rumahnya. Dia harus secepatnya sampai rumah, dan akhirnya dia memutuskan untuk mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi supaya segera sampai rumahnya.
Setelah sampai di rumah, Mikaella segera membuka pintu lebar - lebar dan memasukkan motornya kedalam rumah, lalu berjalan tergesa - gesa memasuki rumahnya.
Terdengar cekikikan kecil dari ruang tamu di rumahnya yang berasal dari mulut Alvin. Mikaella sempat terpaku saat mendapati wajah Alvin yang sedang tertawa akibat animasi lucu yang ditontonnya di televisi. Ini pertama kalinya bagi Mikaella melihat ekspresi lain pada wajah Alvin, terlihat menggemaskan sekaligus Tampan.
Mikaella menelan ludahnya saat memandang ke arah Alvin yang sedang tertawa, seakan ada kilauan tak kasat mata berada di sekitarnya dan hal itu membuat Mikaella seperti terjatuh pada dunia fantasinya.
Sampai seketika suara Alvin menyadarkannya....
"Tante? Sudah pulang?" Alvin segera merubah ekspresinya menjadi datar dan bertanya kepada Mikaella.
"Ah eh iya... Baru saja" Mikaella dengan gelagapan segera menuju kamarnya untuk mengganti bajunya dengan baju santai.
Setelah selesai mengganti baju, Mikaella berjalan keluar dari kamarnya untuk menemui Alvin yang sekarang sudah berpindah tempat ke meja makan.
"Kamu masak lagi?" Mikaella terkejut sesaat ketika mendapati makanan sudah terhidang rapi di meja makan.
"Ehm.... Aku berpikir mungkin aku bisa membantu dengan memasak makanan untuk tante." Alvin menjawab pertanyaan Mikaella sambil mengusap tengkuknya pertanda dia sedang canggung.
"Wahh, Terima kasih." Mikaella menghargai niat baik Alvin dengan tersenyum manis. Kebetulan sekali dia tidak terlalu pandai memasak, beruntungnya ia memiliki Alvin yang bisa membantunya memasak makanan.
Jantung Alvin seakan berhenti sesaat ketika melihat senyum manis terpatri di bibir mungil Mikaella. Begitu manisnya hingga membuat Alvin enggan mengalihkan perhatiannya.
"Hem... Ini enak!" Mikaella mencoba beberapa makanan di hadapannya dan berseru riang saat lidahnya mendeteksi kelezatan pada makanan tersebut.
"Baguslah kalau tante suka." Alvin mengalihkan fokusnya ke arah piringnya sendiri dan mulai melahap bagiannya seperti apa yang dilakukan Mikaella.