Gerak-gerik Noah menjadi pusat perhatian, apalagi setelah nama dan identitasnya muncul di publik dimana beberapa media sengaja mencari informasi sampai ke hal-hal pribadi, termasuk tempat tinggal dan latar belakang Noah.
Selain banyak mendapatkan dukungan, juga tidak luput dari kebencian para fans berat Laura dimana ia dianggap tidak layak untuk wanita itu
Sejujurnya, Noah tidak peduli akan penilaian siapapun, hanya saja saat ini pemberitaan benar-benar membuat kehidupannya berubah total. Jika dulu ia bisa bebas berkeliaran di jalan ibu kota dengan menggunakan motor gede miliknya, kali ini setiap gerak-gerik menjadi sorotan dengan beberapa media atau fans fanatik Laura yang kerap mengikutinya.
Noah merasa tidak nyaman dengan situasi seperti saat ini, ia merasa kebebasannya terenggut secara paksa.
“Kita harus bicara,” akhirnya, setelah beberapa hari membiarkan situasi kacau tidak terkendali, akhirnya Noah berusaha menghubungi Laura.
“Ada apa? Tumben banget nelpon,” suara tawa Laura membuat Noah semakin kesal.
“Aku tidak suka situasi seperti ini, sangat mengganggu!” jujurnya.
“Bisakah kamu hentikan orang-orang bodoh yang terus mengikuti kemanapun aku pergi?” kesalnya.
“Maaf sekali, Noah. Aku tidak bisa, mereka melakukan itu asal dasar keinginannya sendiri, bukan aku yang minta. Kamu bisa menegurnya kalau mau, tapi ingat, jangan pakai kekerasan. Kamu harus menjaga nama baik di depan mereka, bukan hanya untukmu saja, tapi juga untukku.”
Noah berdecak kesal. “Baiklah, aku akan menyelesaikannya dengan caraku sendiri.” Noah mematikan sambungan secara sepihak, lantas keluar dari gerbang rumahnya dimana beberapa orang sudah menunggu kemunculannya sejak tadi, bahkan ada beberapa orang yang sengaja menunggu tanpa henti, dan tidak mengenal waktu.
“Noah,,” beberapa orang langsung menghampiri, dari seragam yang dikenakannya jelas mereka adalah para pemburu berita.
“Noah, minta waktunya sebentar.” mereka mendekat, “Bisa dijelaskan kapan tepatnya kalian dekat dan sudah berapa lama menjalin hubungan dengan Laura?”
Para pemburu berita masih bersikap sopan, berusaha mencari informasi dengan cara seperti biasanya, namun diantara mereka terdapat fans fanatik Laura yang sangat menentang hubungan Laura da Noah. Berjenis kelamin laki-laki, membawa telur dan langsung melemparkannya ke arah Noah begitu ada kesempatan.
Telur mentah berbau busuk itu mengenai kepala Noah, yang semula tidak ingin ada keributan yang akan membuat situasi semakin kacau, akhirnya emosi Noah pun terpancing. Ia menoleh dengan tatapan tajam, menangkap sosok itu dan langsung menghampiri.
Tanpa basa-basi, Noah langsung menarik pakaian lelaki itu dan memukul dengan sangat keras. Tidak hanya satu kali, tapi beberapa kali hingga lelaki itu mengalami luka di bagian wajah dan mengeluarkan darah dari hidung serta bibirnya.
Tidak ada yang bisa menahan Noah, lelaki itu begitu emosi dan melampiaskannya pada lelaki malang yang tidak diketahui namanya itu.
Aksi pemukulan tentu saja tidak luput dari bidikan kamera wartawan, menjadi perbincangan panas yang muncul dalam waktu sekejap saja. Nama Noah dan video kekerasan yang dilakukan muncul di berbagai macam berita online maupun offline, nama Noah berhasil mencuri perhatian mengalahkan kasus lainnya yang terjadi di Minggu terakhir.
“Bawa ke rumah sakit, aku yang akan menanggung semua biayanya.” ucap Noah, sambil menendang lelaki yang sudah tidak berdaya, tergeletak di aspal.
Sementara Noah langsung masuk ke dalam mobil pribadi miliknya, tidak ada yang bisa menahan kepergiannya, karena pada akhirnya mereka tahu bagaimana perangai lelaki itu.
“Gila,,, sangar amat!”
“Menakutkan!!”
“Pantesan aja, anak berandalan kayak gitu!”
“Mungkin Laura nggak benar-benar suka sama lelaki jenis seperti itu, hanya diancam saja. Aku yakin!”
Berbagai spekulasi muncul tanpa bisa dihindari, tapi Noah tidak peduli ia memerintahkan beberapa orang yang ada di lokasi kejadian untuk membawa lelaki itu ke rumah sakit. Walaupun ia merasa puas karena telah memukulnya hingga tidak berdaya, tapi Noah masih memiliki rasa tanggung jawab untuk mengobatinya.
***
“Aku juga terluka, lihat ini!”
Kesempatan emas, tentu saja Noah tidak akan menyia-nyiakan begitu saja. Sengaja membawa lelaki itu ke rumah sakit dimana Davina bekerja dan memintanya untuk mengobati, tapi bukan mengobati lelaki itu, melainkan mengobati dirinya.
“Kamu tidak terluka!” kesal Davina, sebagai Noah menghalanginya, saat hendak mengobati lelaki malang itu.
“Siapa bilang?! Ini aku terluka.” Noah menunjukkan keningnya yang terkena sedikit goresan kulit telur. Bau busuk masih menempel di tubuhnya, walaupun Noah berusaha untuk membersihkannya selama diperjalanan menuju rumah sakit.
“Luka seperti ini nggak akan bikin kamu mati, tapi lihat orang itu!” tunjuk Davina ke arah lelaki yang terkulai lemas diatas tempat bangkar.
“Dia hampir mati karena kamu pukuli.”
Noah menahan tangan Davina, saat wanita itu hendak kembali menghampiri untuk memeriksa keadaan lelaki itu.
“Aku juga terluka, sungguh.” Noah tidak kehabisan akal, ia menunjukkan punggung tangannya dimana terdapat luka sobek akibat terlalu kencang memukul.
“Luka seperti ini nggak akan bikin kamu,,”
“Iya,, iya,, aku nggak akan mati hanya karena luka sekecil ini, tapi bagaimana kalau dari luka kecil ini tumbuh infeksi hingga tetanus lalu tiba-tiba aku mati? Kamu mau tanggung jawab?”
Davina menatap sebal, lelaki di hadapannya itu memang sangat pandai membual.
“Aku masih belum menikah, menyedihkan sekali mati dalam keadaan bujang.”
“Ikut aku!” ucapnya ketus, melangkah pergi dari ruang UGD menuju ruang kerjanya. Noah tersenyum, dengan senang hati ia mengikuti langkah Davina.
Menuruti keinginan lelaki itu dengan mengobati luka kecil dibagian kening dan punggung tangannya, Davina hanya mengoleskan obat luka luar saja. Memang tidak ada luka serius pada lelaki itu, tapi apa yang dilakukannya sungguh benar-benar serius.
“Aku tidak tahu, apakah memang kebiasaanmu seperti ini, kerap menimbulkan kegaduhan dan senang menyiksa orang, tapi aku peringatkan sekali lagi, jangan melibatkan aku dalam hal apapun. Termasuk mengobati luka sepele seperti ini. Banyak rumah sakit di Jakarta ini, kamu nggak harus kesana apalagi harus aku yang mengobatinya.”
Kesempatan untuk menjelaskan situasi akhirnya tiba, Davina memang butuh bicara dengan lelaki itu agar ia tidak sesuka hati menemuinya tanpa alasan jelas.
“Kamu calon adik iparku, jangan menimbulkan spekulasi negatif terhadapku. Aku tidak suka!”
Kening Noah mengerut. “Memangnya apa?” Noah memasang wajah tidak bersalah.
“Oke, aku jelaskan walau aku tahu kamu sangat mengerti.” Davina berkacak pinggang, “Kamu calon adik ipar, nggak seharusnya kita dekat. Aku nggak mau Laura mencurigaiku dan menganggap aku,”
“Memangnya siapa yang mau menikah dengannya, percaya diri sekali kamu mau jadi kakak piraku.” balas Noah dengan senyum jahil.
“Kita nggak sedekat itu, untuk melibatkanku dalam masalah kamu! Percaya diri atau tidak, kamu itu calon suami Laura!”
“Aku memang akan menikahi cucu keluarga Wijaya, tapi aku nggak pernah bilang akan menikahi Laura. Kamu salah paham,,” Noah terkekeh.
“Terserah,,,”
“Bisa saja yang akan aku nikahi itu kamu, bukankah kamu juga cucu keluarga Wijaya?” Noah menaikan satu alisnya, “Dan kita memang nggak ada hubungan apapun, tapi bagaimana kalau mulai hari ini kita pacaran saja?”
“Apa?! Dasar sinting!!”
“Oke, aku anggap itu setuju.”