Kania terdiam, dadanya sesak, bingung harus berkata apa. Tatapan Edward yang penuh amarah dan kecewa menusuk jantungnya, jelas terlihat betapa dalam luka yang pria itu rasakan karena dia tak memberitahu kebenarannya. Namun, melihat Kania membisu dan menunduk tanpa kata, Edward justru merasa bersalah. "Kania ... maafkan aku." Suaranya pecah sambil mengusap rambutnya, mencoba meredakan gejolak di kepalanya yang penuh kekalutan. "Aku sama sekali tidak bermaksud membentak atau menyakitimu. Aku hanya terlalu terbawa suasana," ujarnya, penuh penyesalan. Kania menghela napas berat, tatapannya nanar. "Tidak apa-apa, aku juga yang salah. Seharusnya aku jujur dari awal, tapi ada alasan yang membuatku menahan semuanya." Wajahnya berubah muram. "Aku takut hal ini akan menghancurkan apa yang sudah di