Viana memutar wajah ke arah lain, tak berniat menjawab pujian aneh dari orang asing itu. Tapi pemuda itu tidak tampak tersinggung sedikit pun. Ia malah menjatuhkan tubuhnya santai ke bangku batu tak jauh dari Viana, duduk santai dengan menyilangkan kaki, seolah mereka sudah saling kenal sejak lama. “Namaku Zach,” ujarnya kemudian, mencondongkan tubuh sedikit sambil menyodorkan tangan. “Kalau kau bertanya kenapa aku bisa naik ke pohon itu… yah, aku memang suka menghindari orang.” Viana hanya melirik cepat ke arah pemuda itu. “Tidak heran,” gumamnya pelan, tapi kali ini ada nada geli samar dalam suaranya. Zach terkekeh kecil. “Akhirnya kau tersenyum juga, Nona. Harus kuakui, tadi kau terlihat seperti seorang ratu yang sedang murka di atas takhtanya.” Viana mengangkat alis. “Takhta?” “Ya