4 | Semangkuk Berdua

1356 Kata
Jagat menoleh, melihat Seruni meringis kala hendak beranjak dari tempat tidur. Namun, tidak ada lontar kata yang Jagat ucap. Seruni yang lebih dulu bilang, "Ternyata sakit, ya?" Jagat lanjut menyisir rambut. "Mungkin karena yang pertama." Dilihat dari pantulan cermin, ada senyum di bibir Seruni yang dikulum. "Ya, kan, emang yang pertama." Benar. Jagat letakkan sisirnya di meja rias Seruni. "Nanti juga nggak sakit lagi." "Kalau udah terbiasa?" Dengan lugunya, seperti sorot mata yang tertuju di Jagat, Seruni menanggapi. Seruni lugu untuk bahasan tentang ranjang, tetapi lain-lainnya tidak demikian. Seruni pandai menempatkan diri terkait jenis obrolan. Jagat menilainya demikian. Yeah .... "Iya." Kalau sudah terbiasa. Pipi Seruni agak memerah. Jagat langsung mengalihkan tatapan, tetapi bibirnya bergetar mengatakan, "Perlu bantuan ke kamar mandinya?" Maksud Jagat, Seruni kesakitan dan itu karena perbuatannya semalam. Ini hanya sebentuk dari tanggung jawab dan ... agar tidak kentara bila ada hati lain yang sedang Jagat jaga. Ada wanita lain yang semalam mesra dengannya di kolom pesan—sewaktu Jagat bilang pup sambil main ponsel. "Perlu," kata Seruni. Tidak apa-apa, kan? Dan Seruni menjulurkan tangan. Dia manja kepada suaminya sendiri, kok. Lagi pula supaya menambah-nambah jenis skinship. Waktu masih jadi tunangan, segalanya terasa kaku dan itu bentuk penjagaan. Jagat menjaga Seruni dan Seruni menjaga tubuhnya. Jadi, Seruni mau membuka diri lebih dari sekadar teori, tetapi praktik yang nyata. Bersandar di Jagat, melesakkan wajah di dadaa bidang itu, pun berkalung lengan. Pria 29 tahun ini menggendongnya ala bridal. Seruni tidak mau kalau cuma dipapah, itu sama saja dia harus berjalan dan rasa perih—pedas-pedas gurih—di area intimnya akan menyengat. Kalau digendong, kan, tidak. "Nggak sekalian mandi bareng aja, Mas?" Vokal Seruni mengalun lembut, selembut tatapan. Jagat merundukkan pandangan untuk sepersekian waktu, bersitatap sejenak dengan putri Galaksi, sebelum memasuki kamar mandi. "Kan, cuma kamu yang belum mandi." Artinya, Jagat menolak. "Lagi pula kalau kita mandi bareng ...." Jagat menurunkan Seruni, menatap ke titik intim yang katanya sakit itu. "Sekarang masih sakit, kan?" Pipi Seruni memanas lagi. Lalu Jagat mengusap pucuk kepalanya, mengacak-acak rambut. Ya, rambut yang diacak-acak, tetapi debar di dadaa Seruni yang berantakan. Jagat pun melenggang. Ya ampun. Seperti ini, ya, yang digadang-gadang pengantin baru? Manis. Seruni merasa begitu. *** "Kalian sudah memutuskan mau bulan madu kapan dan di mana?" Pertanyaan papi Seruni mengisi obrolan di ruang makan kala sedang sarapan. "Papi mau kasih tiket honeymoon," imbuh beliau, menyusut mulut dengan tisu. "Bali, Pi." Bukan Seruni yang menjawab, tetapi Jagat. Itu keputusan sepihak. Niatnya Seruni mau bilang 'nanti diobrolkan dulu, ya, Pi.' But, urung. Ya sudah, tidak apa-apa. Bali juga indah. Seruni senyum. "Di resort kita aja, Pi." Resort yang dibangun di bawah naungan Perusahaan Bumantara. "Uni juga sekalian mau kunjungan ke sana." "Lho, kok, kunjungan? Kerja, gitu? Ini, kan, momen bulan madu. Kalian cuti dulu. Jagat aja cuti, Uni," tutur mami. Beberapa waktu ini Seruni memang magang, bahkan sudah selama enam bulan di Hotel Bumantara—pada departemen front office dan housekeeping, tetapi bukan jenis penginapan yang di Bali. Nah, karena mau ke Bali, Seruni rasa bisa sekalian menginap di resort naungan perusahaannya sendiri. Acara pernikahan ini menjadi jeda, Seruni akan lanjut kegiatannya meniti karier sebelum dia diakui layak menempati bangku berkedudukan tinggi di Bumantara Corp. Oh, punggung tangan Seruni digenggam. Telapak tangan Jagat menelungkup di atasnya, membuat Seruni menoleh. Dan kemesraan tipis itu dilirik oleh mami-papi Seruni. "Kita di sana liburan, Uni. Tapi kalau cuma kunjungan ...." Jagat menatap papi dan mami mertuanya. "Bisa sambil kencan, Pi, Mi. Kencan produktif. Toh, lokasinya di resort dengan fasilitas sebagus Bumantara punya, kan? Ya, sambil icip-icip ragam fasilitas, sambil diamati." "Duh, kalian ini." Mami mertua Jagat terkekeh. Papi Galaksi tersenyum. "Ya sudah. Jadi di Bali, nih, ya?" Seruni menatap tangannya yang di atas meja, yang Jagat genggam. Di depan papi dan mami pun Jagat berani. Ah, pasti karena usia Jagat dua puluh sembilan. Usia dewasa. Enjoy-enjoy saja dengan skhinship manis walau di depan orang tua. Tapi, kan, Seruninya belum terbiasa. Malu. Namun, dia biarkan. Seruni juga mengatur ekspresi agar tidak kentara salah tingkahnya. "Besok atau kapan Uni maunya?" tanya Jagat. Seruni meletakkan gelas di tangan kanan ke meja dengan gerakan super anggun dan terjaga. Sejenak, Jagat bersitatap dengan Seruni. "Terserah Mas aja, aku ngikut." "Lusa saja berarti, ya?" "Iya, boleh." Toh, Seruni masih nyeri di pangkal paha. Ya ... pahamlah. Tampaknya Jagat juga memikirkan itu makanya bilang lusa. "Lusa, Pi. Tiga hari ini kami mau nikmati kebersamaan bareng Mami-Papi dulu." Jagat ulas senyuman. "Jagat juga pengin ngobrol banyak sama Papi." "Pasti soal perusahaaan. Kalian ini betul-betul, ya?" Papi Galaksi geleng-geleng, tetapi bukan berarti tak suka. Hubungan Seruni dan Jagat sangat positif dan produktif. "Soal Uni, kok." Jagat mengoreksi. "Dan Uninya soal perusahaan. Perkembangan dia di Bumantara. Iya, kan?" tukas mami. Jagat terkekeh saja. Seruni tersenyum-senyum mendengar perbincangan mereka. Yeah .... Benar. Di sisi Jagat memanjat jabatannya dari anak tangga terbawah, kini dia juga membimbing Seruni. Jabatan Jagat di Luxe memang belum sampai puncak—CEO, dia baru menapaki jabatan sebagai Direktur Operasional (COO). Meski Perusahaan Bumantara dan Atmaja Group berbeda bidang, tetapi step by step yang sudah Jagat lewati bisa menjadi panduan untuk perjalanan Seruni. Ibarat kata, Jagat cuma membantu. Sejak Seruni masih kuliah dari S1 ke S2. Wanita ini punya otak yang cerdas, kemampuan belajar dan beradaptasinya juga cepat. Sekarang Seruni di Bumantara Corp masih dalam proses mengenal seluruh lini bisnis dari dasar, dan membangun kredibilitas di mata karyawan lapangan. "Kalau kakeknya Seruni masih ada, pasti kakek seneng banget. Kagum juga sama Jagat. Bener-bener top, nih, keturunan Atmaja." Mami Ancala berkelakar. "Mendiang Kakek Uyut Atma juga kagum sama Uni, lho, Mi. Keturunan Bumantara." Memang dia sepercaya diri itu, tetapi kenyataannya demikian. Tiap-tiap Seruni bertemu Kakek Uyut Atma—semasa masih ada, dirinya dipuji. Beliau tampak betul-betul kagum terhadapnya. Lagi pula maksud Seruni, yang mengagumkan bukan cuma keturunan Atmaja, tetapi garis keturunan Bumantara dan Semesta juga top markotop. Jagat menatap Seruni lekat-lekat, sorotannya penuh kasih—karena saat itu Jagat sedang memosisikan Sierra di diri istrinya. Kalau tidak melihat Seruni sebagai Sierra, Jagat khawatir tidak bisa bersikap layaknya pasangan. Oh ... Jagat lupa belum memperkenalkan. Sierra Shasta Laksana namanya. Pacar Jagat dari saat dirinya masih duduk di bangku SMA ... hingga saat ini. *** "Rajin banget, sih, Mas." Seruni masuk kamar dan Jagat sedang duduk di depan laptop kala itu. "Harus, kan? Lagi pula kamu lagi di luar, jadi sa—ehm, Mas cari-cari kesibukan." Sebutan 'saya' mulai dilunturkan mengikuti panggilan Seruni terhadapnya. Seruni senyum. Bertahap mulai menipiskan jarak, bahkan dari sebutan. Dia duduk di sisi pria yang mengakadnya kemarin. "Aku bawa salad. Mau?" Memang tadi habis dari dapur. Ditusuknya buah melon dengan garpu, lalu disodorkan ke mulut Jagat. Lelaki itu melahapnya tanda 'mau.' Jagat menutup laptop. Seruni senyum lagi. "Nggak pa-pa kalau emang urgent, Mas. Yang di laptop itu." "Nggak, kok. Lagi pula buka laptop cuma cari-cari kesibukan." Sekarang Jagat menatap Seruni, fokus di sana. Di wajah cantik putri Galaksi. Sambil Seruni suapi, makan salad semangkuk berdua, dengan garpu yang sama. "Kalau ada aku, mau puas-puasin fokus di aku dulu, ya? Mumpung waktu kebersamaan masih full time." "Itu kamu tahu," gumam Jagat di sela kunyahan. "Nanti, kan, kita sama-sama sibuk." "Tapi aku bakal luangin sekian persen lebih banyak waktuku buat Mas Jagat." Seruni bersungguh-sungguh. Meski pernikahan ini bisa dibilang pernikahan politik, jodoh-dijodohkan untuk memperluas kancah bisnis, tetapi pernikahan adalah pernikahan bagi Seruni. "Suami di atas segala kesibukanku," imbuhnya, memperjelas. Seruni julurkan tangan, ibu jarinya menyusut lelehan s**u bercampur keju di sudut bibir Jagat. Kemudian tersenyum kala mata bersirobok dengan pandangan suaminya. Jagat diam saja. Mengunyah. Menatap Seruni. Kali ini pure Seruni, tidak Jagat tatap sebagai Sierra. Jagat melakukan itu hanya ketika dirinya merasa kesulitan bersikap mesra, padahal 'harus' sebab ada orang tua. Jagat dilema. Seruni terlalu baik, sedang Jagat tak ada niat untuk melukainya. Namun, apa yang Jagat lakukan ini ... nyatanya bak bilah pisau tajam yang bagian runcingnya terhunus kepada Seruni. Mengiris-irisnya perlahan, sayat demi sayatan. Sampai nanti Seruni sadar bahwa dia terluka dari setiap tindakan Jagat. Akan sesakit apa nanti? Akan seperih apa nanti? Dan akan sebenci apa Seruni padanya? "Mau lagi, nggak, Mas?" Karena salad semangkuk berdua ternyata kurang. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN