2 | Penuh Perhatian

1331 Kata
Seruni menatap cincin di jemari manisnya, lalu melirik sosok pria di sebelahnya. Jagat sedang terlelap—oh, atau hanya sekadar memejamkan mata. Pandangan Seruni lari pada bangku seberang, ada papi dan mami yang ikut serta menemaninya. Di dalam pesawat. Lagi, tatapan Seruni bergulir pada area lain. Tepatnya, di jari manis Jagat. Ada cincin yang sama dengan miliknya, itu cincin pertunangan kemarin. Habis tunangan langsung lepas landas. "Titip Uni, ya, Gat." "Iya, Tante." Setibanya di lokasi, unit apartemen di Amerika Serikat, yang mana negara ini akan jadi hunian Seruni sepanjang menimba ilmu di Stanford University bersama Jagat. Sebuah kampus yang telah melahirkan banyak CEO di dunia. Dan saat itu, papi Seruni mengecek tiap ruangan di unit sang anak. Memastikan semuanya oke, termasuk saluran air. "Uni, jangan sampai kebawa arus pergaulan sini, ya? Harus ingat dari mana Uni berasal." Seruni senyum, lalu mengangguk. Itu mami yang bilang, memberi wejangan. "Dan meskipun kalian udah tunangan, tapi ingat, kalian belum menikah. Belum boleh berhubungan layaknya suami-istri," imbuh sang mami. "Jagat, awas, lho!" "Aman, Tante." Ancala—mami Seruni—memeluk erat putrinya. Oh, hari itu sudah berlalu. Jauh. Tanpa terasa. Di lima tahun mendatang, hari ini ... sebelum peresmian Seruni Iris Semesta bergabung dengan perusahaan Bumantara—milik keluarga, ada saat-saat di mana Jagat menjabat tangan sang papi. Di depan penghulu dan para saksi, di depan para tamu undangan dan keluarga besar, dengan Seruni yang telah duduk di sisi Jagat dalam balutan kebaya akad. Ya, hari itu datang. Secepat batu dilempar dan jatuh ke tanah, secepat tetes hujan membasahi bumi, waktu membawa Seruni pada hari pernikahannya dengan Danapati Jagat Atmaja. Tepat di usia Seruni yang kedua puluh tiga tahun, sementara Jagat tepat di dua puluh sembilan. Saat itu .... "Saya terima nikah dan kawinnya Seruni Iris Semesta dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" "Sah?" "Sah!" "Sah! Sah!" "Barakallahu laka wa baraka ...." Doa setelah akad diucap. Memperjelas status Seruni yang baru setelah kata sah digaungkan. Detik selanjutnya, Jagat dan Seruni saling hadap, di mana tangan Jagat menyentuh ubun-ubun istrinya—ah, iya ... sudah jadi istri. Jagat melafazkan doa. Habis itu, Seruni dituntun untuk mencium tangan suami—sebagaimana kata MC. Telapak tangan Jagat dingin, sedingin jemari Seruni. Diciumnya punggung tangan Jagat dengan takzim, dilanjut dengan Jagat yang dipersilakan mencium kening sang istri. Seruni memejam kala Jagat kian mendekat, mencondong untuk bisa menyentuhkan bibir di keningnya. Mungkin saat itu perasaan Seruni terhadap Jagat mulai berbeda? Sudah timbul getaran yang tak biasa. Bolehkah Seruni sebut ini cinta? Tapi itu terlalu dini untuk dikatakan cinta, meski hubungan yang terjalin sudah dimulai sejak Seruni baru lulus SMA. Jagat sosok yang penuh perhatian, tidak lebay kala berkasih, Seruni merasakan kedewasaan Jagat di sini. Laki-laki seperti itu yang merupakan tipenya. Seruni merasa damai. Bersama Jagat membuat Seruni tak hanya merasa punya pasangan, tetapi juga serasa punya kakak. Mungkin karena usia Seruni yang cukup jauh di bawah Jagat, jadi Jagat pun kadang memperlakukannya seperti adik. *** "Capek, ya?" Seruni menoleh. Agak gugup, tetapi dia pandai menutupi dengan pembawaannya yang tenang. "Pegel, sih, Mas. Capek nggak terlalu." Karena terlalu banyak berdiri. Wajar, menerima tamu di pelaminan. Padahal tema yang diambil sudah intimate. Jagat menutup pintu kamar Seruni. Yeah ... menjadi kamarnya juga di sini. Di rumah orang tua putri Galaksi. Seruni anak pertama perempuan yang kelak mewarisi Bumantara Corp. Perusahaan itulah yang kini memiliki ikatan dengan Atmaja Group. Para pendirinya yang membuat perjanjian hingga mewasiatkan kepada anak-cucu untuk menikahkan Seruni dengan pimpinan Luxe kelak, yang setidaknya segenerasi. Pas, di generasi Jagat. Seruni sudah melepas aksesori pengantin, termasuk gaunnya. Dia hanya tinggal mandi saja, tadi sedang menepuk-nepuk betis yang pegal kala Jagat masuk. "Saya dulu yang mandi, ya. Atau mau kamu?" Bersitatap. "Mas dulu aja nggak pa-pa." Jagat mengangguk, melenggang ke kamar mandi. Seruni tak mendapati kegugupan di Jagat, mungkin karena tipikal lelaki dewasa, jadi pandai mengelola ekspresi. Di sini, Seruni menggigit bibir. Ada resah melanda dari bayangan bercinta. Aduh. Malam pertama, kan? Bagaimana, ya? Seruni berdebar. Wajar, tidak? Ini karena siluet persetubuhan yang wara-wiri di kepala. Bagaimanapun Seruni sudah dewasa, tahu kalau sehabis menikah akan ada proses produksi bayi, biasa dilaksana setelah ijab sah. Selama ini bersama Jagat tak pernah melakukan skinship mesra, puncaknya tadi kala cium kening selepas Jagat menjadi suaminya. Pegangan tangan saja tidak. Tiap-tiap kencan, paling berjalan bersisian, duduk-duduk bercengkerama, lalu belajar bersama—lebih tepatnya, Jagat yang mengajari Seruni. Jujur, itu juga yang membuat Seruni kagum. Jagat semenjaga itu. Jadi, maklumlah kalau sekarang Seruni gugup maksimal, berdebar brutal, akan ada hal-hal baru yang dilaksana. Mungkin tak sekadar pegangan tangan, yang juga pastinya lebih dari kecup kening. Ya Tuhan. Seruni bersiap memakai bathrobe, tinggal masuk ke kamar mandi saja nanti. Dan saat Jagat keluar, selesai mandi, rambutnya basah sedang diusap-usap handuk. Ada tetes air dari sana menuruni leher, berakhir di kerah kaus. Betul. Jagat mandi membawa pakaian ganti. Seruni jugalah, masih malu. Jagat pun pasti begitu. Well, aromanya semerbak. Jagat memakai sabun dan sampo Seruni. Hal sesederhana itu menggelitik hatinya. "Aku ... mandi dulu, ya, Mas." Jagat menoleh. "Oh, iya." Sambil senyum. Seruni masuk kamar mandi, Jagat duduk di tepi ranjang selepas meraih ponsel di nakas. [Baguuus! Pengin ke sini sama kamu.] Itu pesan pertama yang Jagat baca dari kontak yang diarsipkan. [Next time ke sininya bareng-bareng, ya, Gat. Tapi betewe, makasih tiket liburannya. Aku udah ambil foto banyak banget buat pamer ke kamu. Haha!] [Cantik, gak?] [Cantik mana aku sama menara Eiffel?] [Sayang, masih sibuk, ya?] Perih, Jagat merasa perih di hati. Perihal dirinya yang tidak berdaya atas hubungan pernikahan bersama Seruni, padahal sudah ada sosok kecintaan di dalam dadanya ini. Dan Jagat tidak bisa mengatakannya kepada sang kekasih. Jagat: [Baru aja selesai. Baru mau hubungin kamu.] Jagat: [Maaf udah bikin nunggu.] Jagat: [Cantik kamulah. Manusia tercantik di muka bumi juga kalo bandingannya kamu dan tanya ke aku, ya, jawabanku cantikan kamu ke mana-mana, apalagi kalau dibandinginnya sama benda mati. Ada-ada aja kamu.] Jagat: [Tunggu, ya? Sabar dulu. Nanti kita liburan sama-sama ke sana, kalo bisa sambil bulan madu.] Jagat: [Maksimal dua tahun aku selesaikan urusanku.] Jagat: [Tapi aku usahakan cuma sampai satu tahun.] Pernikahan ini. Pintu kamar mandi dibuka, Seruni selesai mandi. Jagat kirimkan pesan terakhir di malam ini kepada kekasihnya. Jagat: [Nanti aku hubungin lagi, love you.] Diletakkannya ponsel di nakas, tepat di samping ponsel Seruni. Wanita itu sudah ... apa ini? Memakai lingerie? Seruni duduk di kursi rias, menyalakan hair dryer. Lepas itu, dia menyisir. Rambutnya panjang dan lurus. "Mas udah makan, belum?" Basa-basi, Seruni mendapati Jagat sedang menatap ke arahnya dari pantulan cermin. "Kamu mau makan pakai pakaian itu?" Seruni menatap gaun tidurnya, ini piama satin yang terbungkus jubah—tipis memang, tetapi tertutupi, dan hampir semua baju tidur Seruni macam ini. "Aku perlu ganti?" tanyanya lugu. Saling pandang di cermin. "Ya, nggak pa-pa kalau kamu nyaman." Seruni terdiam sejenak. Tentu nyaman. Kan, sudah biasa. "Atau nanti aku minta tolong si mbok bawain makanannya aja ke sini, deh. Malas juga ke bawah." Jagat tidak berkomentar lagi. Sampai akhirnya makan malam selesai, betul-betul dilaksana di kamar. Seruni dan Jagat kini saling mengisi sisi ranjang. Seruni bagian kiri, Jagat di kanan. Waktu demi waktu. Seruni rasa tak akan ada malam pertama di malam ini, sepertinya Jagat lelah. Lelaki itu sudah mengucapkan selamat malam. Baiklah. Setidaknya, Seruni bisa bernapas lega dari yang semula tegang dan deg-degan. Harap-harap cemas akan dimesrai ala suami-istri. Tapi .... Baik Jagat dan Seruni tidak bisa tidur. Kalau Seruni, ya, karena merasa Jagat gelisah. Guling sana guling sini terus sejak tadi. "Mas ...." Jagat menggumam memberi respons. "Hm?" Seruni rebah menghadap lelaki itu, ini pertama kali ada pria di dalam kamarnya. Seruni rasa, Jagat gelisah karena ingin lepas lajang, tetapi khawatir Seruninya belum siap, dan Jagat tidak berani mengomunikasikannya. Begitu kali, ya? Jadi .... "Boleh, kok, kalau Mas mau." Seruni katakan hal itu. "Aku nggak capek." Hanya pegal, tetapi barangkali tugas Seruni cuma rebah, Jagat yang gerak, maka aman-aman saja. "Aku juga udah siap, Mas." Hal yang membuat kelopak mata Jagat terbuka, menatap langit-langit kamar. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN