5. Tidak Bermaksud Bermain Api

791 Kata
Tak lama, Revan sampai di apartemennya. Agni yang sedang menonton televisi, langsung menghampiri dan bergelayut manja di lengan Revan. Lalu Revan membawa Agni untuk duduk di sofa yang berada di ruang televisi. "Apa rencana kamu sekarang?" tanya Revan. "Aku akan mencari kontrakan, nggak mungkin kan, aku tinggal di sini," jawab Agni lesu. "Kenapa?" "Aku hanya takut ada yang tahu, sementara kamu baru saja menikah, Mas." "Baiklah, aku akan carikan rumah buat kamu. Biar aku juga lebih leluasa menemui kamu," ucap Revan sambil mengusap pipi Agni. "Tapi, Mas--" "Sssttt, nggak ada tapi-tapian. Kamu harus ingat, pernikahanku adalah sebuah kesalahan. Cepat atau lambat aku pasti akan menceraikan Zahra." "Tapi bagaimana dengan keluarga Mas? Bagaimana juga dengan keluarga Zahra? Mas lupa kalau aku saudara mereka?" "Aku akan menjelaskannya pelan-pelan, Sayang. Lagipula pernikahan ini tanpa cinta, bagaimana bisa bertahan?" "Bagaimana kalau Zahra mencintai Mas?" "Jangan ngaco kamu! Kami kenal juga belum lama, masa iya udah ada cinta aja." "Kita juga baru sekarang kan Mas, dekat." "Memang, tapi apa kamu tahu? Meskipun kita tak pernah bertemu, aku selalu berdoa semoga kamu jodohku. Aku jatuh cinta sama kamu, sejak awal aku melihat kamu. Dan mulai saat itu, aku sudah mengunci hatiku cuma buat kamu." Ucapan Revan membuat Agni terharu. Sampai mata Agni berkaca-kaca. Tak lama, air mata itu pun menganak sungai di pipi mulus Agni. "Hei, kenapa menangis?" Revan langsung mendekap tubuh Agni dengan erat. "Aku terharu, Mas. Terima kasih untuk semuanya. Aku juga mencintaimu." Agni pun membalas pelukan Revan tak kalah erat. "Tapi Mas, boleh aku minta sesuatu sama Mas?" "Apa, itu?" "Tolong, perlakukan Zahra selayaknya istri Mas. Jangan buat dia curiga, aku tidak mau nantinya ada masalah di keluarga besar kami." "Apa kamu tidak cemburu? Aku kan harus menjaga perasaan kamu." "Kan aku nggak lihat, Mas." "Baiklah, kalau itu yang kamu mau. Aku akan mengusahakannya." Pukul dua siang, mereka pergi dari apartemen, karena Agni harus mengantar keluarganya ke bandara. Keluarga Agni saat ini masih berada di rumah Zahra. Tentu saja Revan hanya mengantar sampai di ujung jalan. Karena bagaimanapun, mereka harus merahasiakan hubungan mereka untuk saat ini. *** Begitu mendengar deru mobil, Zahra langsung membuka pintu karena dia tahu, pasti Revan-lah yang pulang. Zahra langsung menghampiri Revan, saat Revan mendekat. Revan pun akhirnya mulai bersandiwara menjadi suami yang baik, sesuai permintaan Agni. "Mas, kita ke rumah Bunda yuk, keluarga Mbak Agni mau pulang ke Surabaya, aku ingin mengantar ke bandara." "Udah bilang Papa sama Mama?" "Udah, mereka sedang istirahat di kamar." "Ya udah, ayo!" "Oke, tapi aku ganti baju dulu, ya?" Revan mengangguk, kemudian mereka naik ke lantai dua masuk ke kamar Revan. *** Sesampainya di rumah orang tua Zahra, Revan dan Agni mencoba bersikap sebiasa mungkin. Sementara Zahra selalu bergelayut di lengan Revan. Awalnya Revan risi, takut kalau Agni cemburu, tetapi Agni memberi kode, bahwa dirinya tidak apa-apa. Justru Revan harus membalas perlakuan Zahra, agar tidak ada yang curiga. Setelah dari bandara, Zahra dan Revan langsung kembali ke rumah mama Revan. Sedangkan Agni tinggal di rumah Zahra untuk sementara. *** Malamnya, Revan terlihat sedang menelepon seseorang di balkon kamar. Dia terlihat bahagia. Senyum tak pernah hilang dari bibirnya. Zahra sengaja mendekat, memeluk Revan dari belakang. Revan menegang, tapi kemudian dia mencoba untuk rileks. Dan sambungan teleponnya langsung dia matikan. "Telepon siapa sih, Mas? Kelihatannya happy banget?" tanya Zahra. "Bukan siapa-siapa, cuma teman." "Oh ...." Zahra membalikkan tubuh Revan. Menatap matanya dalam. Kemudian dia menarik tengkuk Revan. Lalu mencium bibirnya. Namun, Revan tak membalasnya. "Kenapa?" tanya Zahra. "Apa kamu selalu seperti ini pada setiap laki-laki?" "Maksud, Mas?" "Kamu terlalu agresif, bisa-bisa setiap laki-laki langsung ilfeel sama kamu," ucap Revan pelan, sambil berlalu ke kamarnya. Namun, sukses membuat hati Zahra terluka. Zahra mengikuti Revan masuk ke dalam, setelah mengunci pintu balkon. "Setidaknya aku agresif pada suamiku sendiri," jawab Zahra akhirnya setelah mereka sama-sama di ranjang. Revan mencoba bersikap santai, meskipun pikirannya takut kalau Zahra curiga padanya. Zahra menangis dalam diamnya. Malam itu pun berakhir hanya dengan tidur saling memunggungi. *** Sementara di rumah Zahra, Agni yang tadi sedang berbicara di telepon dengan Revan, merasa kecewa karena Revan mematikan sambungan teleponnya secara tiba-tiba. Agni tahu, pasti karena Zahra. Agni mencoba untuk ikhlas. Ya, dia harus bersabar. Sebenarnya hati kecilnya mengatakan, kalau ini salah. Dia dan Revan salah, telah bermain api di belakang Zahra. Tapi bagaimana lagi, mereka saling mencintai, dan memang Agni-lah seharusnya yang berada di sisi Revan. Tapi takdir mempermainkan mereka. 'Maafkan Mbak, Zahra ... Mbak nggak bermaksud menyakiti kamu, tapi Mbak mencintai Mas Revan, dan Mas Revan pun mencintai Mbak. Mungkin jika perasaan Mbak bertepuk sebelah tangan, Mbak akan mundur. Tapi Mas Revan memiliki perasaan yang sama, dan meminta Mbak untuk menunggu ... Mbak berharap, kamu tidak mencintai Mas Revan. Agar nantinya kamu tidak terluka ...,' ucap Agni dalam hati. oOo
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN