Sandra menghela napas berat, matanya tak lepas menatap pantulan diri di cermin. Sorot matanya terfokus pada bercak kemerahan yang menghias kulit putihnya, ditambah bayangan laknat semalam terus merongrong di dalam kepalanya.
"Aww, geli, pelan-pelan singa."
"Kau suka?"
"Em, suka. Tapi aku lebih suka jika melakukannya dengan orang yang aku cinta, bukan kamu, singa."
"Kau yakin?"
"Ten--aa! Apa yang kau lakukan singa! Kenapa kau menu--aaa!!"
Sandra seketika menggeleng-gelengkan kepalanya, menepis pikiran kotor akan bayangan kejadian semalam yang terus berputar di dalam kepalanya. Sungguh, ia merasa jijik pada tubuhnya sendiri. Bagaimana ia bisa lepas kontrol dan menikmati semua permainan itu bersama dengan Leon.
Leon?
Astaga! Apa tidak ada laki-laki lain? Dari sekian banyaknya manusia yang tinggal di bumi, kenapa harus Leon. Kenapa harus Leon? Kenapa? Ada yang bisa jelaskan? Sandra butuh penjelasan yang masuk akal agar tetap berpegang pada kewarasan atau ia akan gila mendadak.
"Arrghhh!" Sandra mengerang frustrasi, mengacak-acak rambutnya. Ia bisa gila menghadapi kenyataan yang serasa mencekik.
Apa aku bunuh diri saja? Tiba-tiba keinginan itu terlintas dalam pikiran Sandra yang tengah kalut.
Sandra mengalihkan pandangannya ke sekitar, mencoba mencari sesuatu yang bisa dijadikan alat untuk mengakhiri hidupnya detik ini juga. Ketakutan akan kemurkaan orangtuanya dan ketidaksudian untuk menikah dengan Leon jadi alasan yang memperkuat keinginannya untuk bunuh diri saja.
Namun, belum sempat Sandra merealisasikan keinginannya, suara ketukan pintu berhasil mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Ia menoleh pada pintu yang masih tertutup rapat, mendengkus kesal karena orang di luar sana merusak rencananya.
Ketukan pintu kembali terdengar, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Sandra berdecak, rasanya ia ingin mengumpat atau memaki orang di luar sana. Tapi, bagaimana jika ternyata orang itu mamanya Leon. Tentu Sandra tak akan berani melakukannya. Jadi, mau tidak mau Sandra melangkah ke pintu dan membukanya perlahan. Tapi sialnya, orang di luar pintu tidak sabaran dan langsung menerobos masuk.
"Lama banget si---" Leon tertegun, terdiam kaku saat netranya tak sengaja menangkap dua bongkahan berlian yang terpampang di depan mata.
Sandra yang awalnya bengong, refleks menyilangkan kedua tangannya di depan d**a ketika sadar ke mana arah mata Leon. "Heh!" sentak Sandra diiringi geraman kesal. "Dasar c***l! Ngapain ke sini!"
Suara Sandra yang melengking bagaikan petasan banting menyadarkan Leon dari lamunan kotornya. Ia sempat membayangkan kembali kejadian semalam, di mana dirinya berhasil membuka segel milik Sandra. Semalam Leon memang benar-benar sedang beruntung, siapa kira kalau ia akan mendapatkan hal tak terduga seperti itu. Walau sebenarnya lucu juga, dari sekian banyaknya wanita seksi di dunia, kenapa harus Sandra yang Leon terjang.
"Heh! Singa c***l! Ngapain masih diam, keluar sana!" teriak Sandra, risih sendiri karena Leon kembali menatap tubuhnya yang baru selesai mandi.
Leon mendengkus, mencebikkan bibirnya, lalu melengos begitu saja. "Kau malu? Lucu sekali, padahal semalam kau sendiri yang membukanya untukku."
"Apa?" Sandra tercengang, walau sebenarnya ia ingat akan kelakuan bodohnya yang membuka pakaiannya di depan Leon. Tapi, haruskah pria itu memperjelas semuanya? Arghh! Rasanya Sandra ingin mencabik-cabik punggung tegap tanpa sehelai benang itu dan menggepreknya dengan ulekan.
Tunggu ....
Tanpa sehelai benang?
Mata Sandra seketika melotot, tubuhnya membeku, keringat sebesar biji jagung bercucuran di dahinya. Tubuhnya meremang, merasakan suhu panas dan dingin bercampur jadi satu. Tak dapat dipungkiri kalau Leon memang memiliki bentuk tubuh yang sempurna, badan atletis, punggung tegap, tangan berotot.
Tidak!
Sandra menggeleng-gelengkan kepala, menepis pemikiran konyol yang bercokol di dalam otak tumpulnya. Apa Sandra mulai tidak waras? Sepertinya iya. Semua itu gara-gara Leon yang masuk tanpa permisi dan sekarang tanpa malu buang air kecil di depan Sandra.
"SINGA c***l!!" Sandra sontak berbalik, tak ingin lebih lama mengkontaminasi pandangan matanya yang sudah kotor akibat ulah Leon yang nggak ada ahlak! "Kau gila? Apa kau sudah tidak waras? Dasar sinting! Kenapa kau harus---"
"Why?" Leon menyela ucapan Sandra, menoleh ke wanita itu dan terpaku ketika melihat siluet tubuh Sandra yang memunggunginya. Sesaat ia terlena, tapi dengan cepat Leon menepis pikiran-pikiran liar yang merongrong dan menghasutnya agar menerkam Sandra saat ini. Beruntung ia mampu mengendalikan hasrat yang tidak tahu malu kembali keluar hanya karena melihat pemandangan tubuh Sandra dari belakang.
Leon berdecak, mengembuskan napas kasar. "Nggak usah malu-malu kucing, nggak cocok dengan image-mu yang bar-bar. Lagipula kenapa kau harus malu, padahal sebelumnya kita sudah saling melihat satu sama lain. Nggak usah pura-pura amnesia, bukannya kau sendiri yang bilang, kalau kau suka dengan milikku. Bahkan kau sendiri yang bilang rasanya manis seperti lolipop."
Spontan Sandra tersedak salivanya sendiri sampai batuk-batuk akibat ucapan konyol Leon. "Apa kau bilang?" Sandra menoleh, matanya bergerak liar agar tak melihat belalai panjang yang bangun di pagi hari. "Aku?" Ia berdecih. "Nggak mungkin! Jangan mengarang cerita, Leon. Kau pikir aku percaya? Walau aku memang mabuk semalam, tapi aku masih cukup sadar---"
"Jadi kau sadar saat melakukannya?" Gotchah! Leon berhasil meskakmat Sandra yang justru termakan ucapannya sendiri. "Wow!" Leon berseru, terkekeh geli. "Jadi, diam-diam kau menyukaiku? Lalu kau pura-pura mabuk agar bisa tidur denganku?"
Sandra melotot, ia ingin menyangkalnya. Tapi Leon lebih dulu mengeluarkan amunisinya yang berhasil membuat Sandra terdiam membisu.
"Jadi, benar. Kau menyukaiku?" bisik Leon, entah sejak kapan pria itu sudah berada di belakang Sandra. Tangan nakal Leon menyentuh bahu Sandra, bergerak sensual menyusuri setiap inci kulit semulus sutra itu. "Seharusnya kau bilang Sandra, kau tak perlu menggunakan cara konyol seperti itu hanya untuk bisa tidur denganku. Padahal kalau kau bicara terus terang, aku tidak akan menolaknya." Leon menyunggingkan senyuman miring, mendaratkan kecupan basah di atas bahu Sandra.
Sandra menelan ludah, tubuhnya serasa panas, seakan dibakar oleh bara api yang bergejolak di dalam tubuhnya. Napasnya tercekat saat tubuhnya terhimpit ke dinding dan ia bisa merasakan tubuh Leon menempel seperti cicak di belakang. Deru napas pria itu seperti alunan musik kematian yang mengusik pendengarannya, ditambah embusan napas yang membuat seluruh bulu-bulu halusnya berdiri. Jika dibiarkan, maka setan akan kembali merajai keduanya dan menjerumuskan mereka pada kesalahan yang lebih besar.
"Leon!"
Beruntung suara nyaring dari luar menginterupsi keduanya. Spontan Sandra mendorong tubuh Leon, tapi bodohnya ia malah berbalik dan berhadapan dengan Leon yang hanya berjarak selangkah darinya.
Sial!
Sandra mengutuk dirinya sendiri yang begitu bodoh. Kalau posisinya seperti ini, lebih baik seperti tadi saja! Kalau bertatap muka begini, ia tak bisa menyembunyikan pipinya yang memanas dan memerah seperti kepiting rebus.
"Leon pergi ke mana si?" Terdengar suara mamanya Leon di luar, sepertinya wanita itu tengah mencari-cari Leon. "Sandra." Lalu, kini giliran nama Sandra yang disebut oleh mamanya Leon. "Kamu sudah selesai mandi?" Suara mama Leon begitu dekat, karena wanita itu kini berada di depan pintu kamar mandi.
Mampus!
Sandra megap-megap, napasnya terasa sesak gara-gara Leon kembali menghimpitnya. "Heh, mau mati kau?" Ia melototi Leon yang malah tersenyum jahil kepadanya. "Dasar singa cab--aa!" Sandra memekik, matanya terpejam. Sebisa mungkin ia membungkam mulutnya ketika merasakan sesuatu menyentuh daerah teritorial miliknya.
"Sandra, kamu baik-baik saja?" Mama Leon bertanya, karena ia sempat mendengar pekikan Sandra barusan. "Apa terjadi sesuatu?"
"Ti-tidak Tante," jawab Sandra dengan napas tertahan. Matanya melotot pada Leon yang tengah menyeringai. Akan kubunuh kau, singa!
"I like it," bisik Leon, seraya mencubit ujung Squishy milik Sandra.
Tentu saja Sandra langsung memekik dan hal itu menimbulkan kepanikan mama Leon. Wanita itu menggedor-gedor pintu kamar mandi seraya memanggil-manggil nama Sandra.
Sementara Sandra tengah menatap nyalang Leon yang baru saja memancing keributan dengannya. "Kau yang memulai ini semua, maka terimalah!" seru Sandra, tanpa ba-bi-bu menerjang Leon. Jambakan, pukulan, cakaran sukses Sandra layangkan pada pria laknat itu. "Mati kau!"
"Aa!" Leon memekik, sesekali mengerang saat tendangan kaki Sandra mengenai tulang keringnya dan wanita itu masih belum puas juga. Hingga ia kewalahan menangkis serangan dari Sandra, bahkan berkali-kali wanita itu berhasil mencakar lengan dan dadanya memberikan bekas-beias cakaran di sekujur kulitnya. "Dasar gila!" umpat Leon, tak menyangka Sandra akan membabi buta seperti kesetanan.
"Emang!" sahut Sandra, emosinya sudah memuncak. Bahkan ia tak ragu untuk mencincang tubuh Leon dan menjualnya ke tengkulak daging. "Dan kau akan menyesal karena sudah memancing kemarahan orang yang kau sebut gila ini!" Tanpa Leon duga sebelumnya, Sandra tiba-tiba mengarahkan tendangan tepat mengenai pusaka beharga milik Leon.
"Arrrgh!!" Leon mengerang kesakitan, ngilu bukan main. Tangannya memegangi miliknya yang berdenyut hebat.
Melihat Leon kesakitan, Sandra belum puas juga. Ia kembali mengarahkan pukulan pada pria itu, tapi kali ini dewi fortuna tak berpihak padanya. Sandra malah terpeleset lantai kamar mandi yang basah dan jatuh tepat ke depan, menabrak Leon yang tengah kesakitan.
"Aarggh!" Leon makin menjerit ketika tubuh Sandra menimpa miliknya. Bersamaan dengan itu, pintu kamar mandi terbuka lebar.
"Kalian ...!" Mama Leon mematung, syok melihat posisi Leon dan Sandra.
Mampus! Seandainya Sandra bisa melebur jadi jelly. Tapi sayangnya ia tak bisa. Ia hanya dapat merutuki kesialannya untuk yang kesekian kali dan itu semua gara-gara singa nggak ada ahlak!
Leo Artadipura, aku benar-benar akan membuat perhitungan denganmu!!! Jerit Sandra dalam hati.
------
Sandra mengigit bibir bawahnya, saat ini ia tengah berada di ruang makan——duduk bersebelahan dengan Leon dan di hadapannya ada mamanya Leon yang sedari tadi tak bosan-bosan mengamatinya. Sampai-sampai Sandra merasa risih dan salah tingkah dibuatnya.
"Jadi sudah berapa kali?" Setelah keheningan yang cukup lama, mama Leon akhirnya memulai sesi interogasi. Mata sejeli elang itu terus mengejar gerakan mata Sandra yang mencoba menghindarinya. "Leon, Sandra, sudah berapa kali?" Mama Leon kembali mengulang pertanyaan yang sama, kali ini lebih menuntut.
Leon mengembuskan napas kasar, malas menanggapi pertanyaan mamanya. Tapi ia tahu kalau mamanya tipe orang yang pemaksa, kalau ia tak menjawab maka mamanya akan terus mengejar dengan pertanyaan yang sama.
"Berapa kali? Sekali? Dua kali, atau tiga kali? Atau jangan-jangan ...." Mama Leon menjeda ucapannya, ia menatap tak percaya pada putra semata wayangnya.
Paham akan maksud tatapan sang mama, Leon menghela napas panjang dan berat. "Ma, ini nggak seperti apa yang Mama bayangkan. Aku sama Sandra ... kita nggak ngapa-ngapain ... kita cuma ...." Leon kehabisan kata-kata, ia tak tahu harus memberikan jawaban seperti apa agar mamanya tak salah paham.
"Cuma apa? Cuma bobok bareng begitu? Terus cuma mandi bareng, apa semua itu cuma?" sarkas mamanya Leon, mencibir anaknya sendiri. "Sudahlah, percuma kalian menyangkalnya, kalau buktinya sudah ada di depan mata. Mama sudah lihat dengan mata kepala Mama sendiri."
"Terserah Mama." Leon menyerah, pasrah. Percuma saja ia mengelak, mamanya tetap tak akan percaya apa pun yang ia katakan. Apalagi semunya sudah disaksikan langsung oleh beliau.
"Bagus, kalau begitu kalian nggak masalah dong kalau pernikahannya dipercepat. Nanti mama akan bicarakan sama orangtuanya Sandra, mereka pasti nggak keberatan———"
"TIDAK!!" sergah Sandra, spontan berdiri seraya menyela ucapan mamanya Leon.
"Why?" Mamanya Leon menaikkan sebelah alisnya, heran akan reaksi Sandra yang berlebihan. "Kamu nggak mau nikah sama Leon? Setelah apa yang dilakukan Leon padamu?"
"Iya ...." Sandra seketika mengatupkan bibirnya, sadar akan jawabannya yang memicu kecurigaan mamanya Leon. "Maksudnya, em ... Sandra nggak mau aja kalau sampai papa dan mama tahu soal ini. Tante tahu 'kan gimana temperamennya papa, apalagi kalau tahu anak semata wayangnya di perkaos——"
"Diperkaos?" Mama Sandra mengernyit, kemudian melemparkan tatapan menusuk pada Leon. "Benar Leon? Kamu melakukan hal itu?" Leon mendesah berat, tak habis pikir dengan ucapan Sandra yang memicu huru hara. "Jawab Leon!" bentak mamanya.
Leon mengusap kasar wajahnya. "Heh, betina jelek! Maksudnya apa? Emangnya kapan aku memperkaos, bukannya semalam justru kamu sendiri yang menodai aku. Kamu loh yang menarik aku ke atas ranjang, menarik kepalaku ke da———" Leon berontak, mulutnya dibekap oleh Sandra.
Leon sialan!
Sandra tak habis pikir dengan Leon, bagaimana bisa pria itu segamblang dan selancar itu menceritakan hal tabu di depan mamanya. Apa karena ini sudah kebiasaannya, jadi keluarganya merasa wajar, melumrahkan perbuatan Leon. Benar-benar gila!
"Tante, Sandra bisa jelaskan kok. Maksudnya tidak seperti itu." Sandra meringis, lalu memekik karena Leon mengigit tangannya. "Aaa! Singa sialan!" Bahkan tanpa bisa dikontrol mulutnya melemparkan umpatan yang ditujukan kepala Leon.
Mama Leon menghela napas panjang dan dalam, ia geleng-geleng kepala melihat kelakuan Sandra dan Leon yang seperti Tom and Jerry.
"Sudah-sudah, kalian nggak perlu jelasin apa-apa. Keputusan mama sudah final, pernikahan kalian akan dipercepat dan kamu, Sandra. Tenang saja, tante nggak akan ceritakan hal ini pada papa dan mama kamu, asal kamu tidak menolak keputusan ini. Tapi kalau kamu menolak, terpaksa tante akan menceritakan apa yang tante lihat pagi ini pada orangtua kamu, tante yakin keputusan orangtua kamu akan sama dengan yang tante ambil. Bagaimanapun yang kalian lakukan itu aib untuk keluarga, jadi jangan memperumit dan ikuti saja. Kami melakukan semua ini untuk kebaikan kalian berdua," pungkas mama Leon, tak ingin dibantah. Baik oleh Leon maupun oleh Sandra.
Sandra menghela napas kasar, merutuki nasib sial yang terus bergelayutan dalam kehidupannya yang suram. Ia melemparkan tatapan tajam pada Leon yang terlihat santai, seolah pria itu setuju saja dengan semua keputusan sepihak itu.
"Kau dengar singa, sampai kapan pun aku nggak sudi jadi istrimu," bisik Sandra, diiringi geraman kesal.
Leon sengaja mendekatkan tubuhnya ke samping Sandra, meniup daun telinga wanita itu. Ia sengaja mencuri kesempatan ketika mamanya sedang menelepon orangtua Sandra.
"Kau dengar betina jelek, akan aku pastikan kau merengek-rengek padaku nantinya," balas Leon, seringai menyebalkan tercetak jelas di kedua sudut bibirnya.
"Nggak akan!" Sandra melotot, menatap nyalang Leon.
Namun, Leon sama sekali tak terpengaruh dan malah makin gencar memancing keributan. "Kita lihat saja nanti, aku berani bertaruh, kau pasti akan menyesali ucapanmu ini, Baby."