“Sudah nyaman?” “Hm.” Cita menggumam sambari mengedipkan mata dua kali, setelah Sandra menepuk-nepuk pinggiran bantalnya dengan perlahan. Tubuhnya terasa sangat lelah, tetapi Cita harus pasrah dan bersabar karena ia belum mampu bergerak sama sekali. Tidak hanya lelah, tetapi Cita merasakan berbagai nyeri yang sungguh tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. “Kak Kasih titip salam,” ujar Sandra kemudian duduk di kursi di samping ranjang pasien. “Dia belum bisa ke sini, karena harus ngurus perusahaan papa.” Cita tersenyum kecil, dan mendadak merindukan kakak yang selama ini selalu menyayanginya. Meskipun mereka sudah sangat jarang bertemu dan hanya berkomunikasi seadanya, tetapi Kasih memiliki ruang khusus tersendiri di hati Cita. Di saat Joana selalu memojokkan Cita, hanya Kasihnya yang

