Di rumah keluarga Luxio sore hari besok harinya setelah mereka membesuk Giselle dari rumah sakit.
James, ayahnya Ansel sedang duduk di sebuah kursi panjang mewah yang beralaskan karpet biru navy menatap Ansel yang duduk tepat di depannya.
“Bagaimana kelanjutan pernikahan 5 hari lagi ?" tanya James setelah ia pulang kerja dan baru duduk selama dua menitan untuk menunggu kepulangan putranya dari Luxio Group.
Luxio Group merupakan perusahaan besar milik James yang bergerak di bidang otomotif dan merupakan salah satu perusahaan besar di kota Tirana.
Ansel yang sebenarnya sedang frustasi pikirannya dan sedari tadi menatap lampu kristal besar yang tergantung di atasnya terpaksa menurunkan pandangannya lalu menatap ayahnya.
"Haah." Pria itu menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari ayahnya.
"Ayah, kemarin aku sudah jelaskan di sana jika aku tak mau melanjutkan pernikahan dengan Giselle yang sudah bisa dipastikan buta." jawabnya dengan tegas dan teguh pada pendiriannya.
Kali ini James terdiam ia merasa posisinya berada di tengah, di antara Ansel putranya juga Fernando teman baiknya yang juga merupakan rekan bisnisnya yang telah menanamkan banyak investasi di perusahaan miliknya.
"Jika Ansel membatalkan pernikahannya dengan Giselle, apa Fernando akan tetap menanamkan modalnya pada perusahaan kami ?" gumam pria itu memikirkan semua kemungkinan yang ada nanti sekaligus mulai muncul keraguan dalam hati kecilnya.
Tidak, itu tak boleh sampai terjadi. Aku harus memaksanya tetap menikahi Giselle meskipun pada akhirnya nanti mereka akan bercerai. Setidaknya untuk saat ini mereka tak akan menarik investasinya di perusahaan kami. Batinnya kembali.
"Ansel Aku ingin kau tetap menikah dengan keluarga Hose dan tetap menikahi Giselle." ucap pria itu pada akhirnya memberi keputusan sepihak tanpa bertanya apa pendapat dari Ansel.
Ansel memejamkan matanya.
Dia bingung bagaimana cara termudah menjelaskan pada ayahnya agar mengerti kondisinya juga tak lagi memaksa dirinya.
"Ayah, apa gunanya menikahi gadis buta seperti dia ? Tak ada baiknya sama sekali untuk ku. Terlebih lagi itu akan membuatku malu. Bagaimana semua orang nanti berpikir tentangku, seorang Ansel yang terhormat menikahi gadis buta ?” tolaknya dengan lugas dan tegas hingga tulang rahangnya terlihat menonjol saat dia menjelaskan semua itu.
James tak mengerti pada pemikiran putranya ini. Bagaimana bisa cintanya pada gadis itu hilang sekejap mata hanya karena sebuah kecelakaan yang merenggut penglihatannya.
"Kau salah. Giselle sangat berguna bagi kita. Kau tidak lupa bukan keluarga Hose berinvestasi banyak pada perusahaan kita ?" James mengingatkan putranya kembali tanpa keluarga Hose akan seperti apa perusahaan mereka nanti.
"Tidak, ayah." tolak Ansel kembali.
“Kau bisa menikahi Gisellle selama 3 atau 4 bulan baru kemudian kau ceraikan dan cari wanita lain yang kau suka sebanyak mungkin aku tak masalah." James juga bersikerasan pada pendiriannya. "Kau jangan egois dan pikirkan keluarga kita." tambahnya dengan menuntut.
Kate, istrinya James yang sedari tadi duduk di samping James dan hanya mendengarkan percakapan mereka berdua sembari menyesap teh hangatnya, kini mulai angkat bicara.
"James !" wanita itu menaruh cangkir tehnya ke meja menatap suaminya. "Ansel !" ia berani menatap putranya dengan tatapan tajam seperti macan yang siap menerkam mangsanya. "Hentikan perdebatan kalian berdua !"
Terang saja dua pria itu seketika diam tak berani melanjutkan peringatan mereka berdasarkan nada suara Kate yang meninggi. Jika mereka masih meneruskannya, maka akan ada yang turun tangan untuk mengatasi dua pria itu dan tentunya itu lebih berkuasa dari Kate.
"James kau bersikeras bahwa Ansel harus tetap menikah dengan keluarga Hose bukan ?" tanya wanita itu setelah mendapatkan ide dadakan yang terlintas dalam pikirannya.
James mengangguk dengan cepat.
"Jadi jika Ansel tak mau menikah dengan Giselle maka dia bisa menikah dengan putri Hose lainnya, bukan ?"
"Maksud ibu... jangan bilang Ibu akan memintaku menikah dengan Gracia ?" jawab Ansel yang mengerti ke mana arah pembicaraan ibunya itu sambil menautkan kedua alisnya.
"Bingo ! Kau memang cerdas putraku." Kate tersenyum lebar sembari menjentikkan jarinya. "Gracia tak kalah cantik dengan Giselle dan menurut ku dari pengalaman dia lebih banyak pengalaman daripada Giselle. Bagaimana menurut kalian ?"
Kate tentu saja bukan sembarangan mengajukan usul tak biasa itu. Sebelumnya ia selalu mengamati kakak Giselle yang sering main ke rumah dan dekat dengan putranya.
Di saat Giselle masih menempuh studinya di luar negeri, Gracia yang merupakan teman sekolah Ansel sering berkunjung ke rumahnya. Dan dari situ Kate mengetahui bagaimana sikap gadis itu dan lebih mengenalnya daripada Giselle yang bisa dihitung dengan jari berapa kali berkunjung ke rumah mereka.
Ansel tak menjawab dan hanya tersenyum tipis menatap ibunya.
"Kate, apa Hose mau menerima usulan kita ?" tanya James merasa usulan itu ada benarnya juga meskipun beresiko.
"Siapa yang tahu jika tidak dicoba dulu." tukas Kate sambil mengangkat kedua bahunya lalu menikmati kembali secangkir tehnya yang masih hangat sebelum menjadi dingin.
Ansel yang tidak menjawab kemudian pergi dengan beralasan akan ganti baju.
Di dalam kamar, pria itu segera mengeluarkan ponselnya kemudian menelepon nomor seseorang sembari duduk bersandar ke dinding bercat biru tosca.
"Halo, sayang ada kabar bagus untuk mu." ucap Ansel pada seorang wanita setelah telepon tersambung.
"Kabar apa ? Cepat katakan jangan membuatku menunggu lama aku sedang sibuk." jawab seorang wanita ditelepon.
"Keluarga ku akan tetap melangsungkan pernikahan dengan keluarga Hose dan itu dengan mu bukan dengan adikmu." lanjut Ansel yang bisa bicara dengan leluasa tanpa sandiwara lagi.
"Apa?" Ya, wanita yang menerima telepon tersebut memang Gracia, kakaknya Giselle.
Ia terkejut saat mendengar kabar itu, terlebih saat ini ia sedang bersama seorang pria di sebuah hotel dan bermalam di sana.
Ia pun sampai membekap bibir pria yang memeluk pinggangnya di tempat tidur itu agar tidak bersuara untuk sejenak saja saat ia menerima telepon sampai selesai.
"Oh ya, kita bisa bicarakan hal itu nanti. Aku senang mendengarnya, tapi aku masih sibuk sekarang." Gracia kemudian memutuskan percakapan mereka di telepon dengan cepat sebelum ia berteriak dan Ansel sampai mendengarnya saat pria di belakangnya mulai mencium lehernya.
"Aku sama sekali tidak menyangka kecelakaan ini menjadikan berkah bagiku." Ansel menaruh ponselnya kembali ke meja dengan tersenyum lebar.
Malam hari, James datang ke rumah keluarga Hose sendirian karena Kate ada kesibukan, sedangkan Ansel tak mau pergi ke sana.
"Oh kau, James." ucap Fernando menyambut kedatangan tamu yang ternyata adalah calon besannya.
James tersenyum dan segera masuk ke rumah, duduk di ruang tamu setelah Fernando mempersilakannya.
Langsung saja pria itu segera membahas apa tujuannya datang ke sana.
"Fernando aku kemari untuk membahas masalah pernikahan anak kita." ucap pria itu terlihat serius dan Fernando menanggapinya dengan lebih serius lagi.
"Kuharap kau tak membatalkan pernikahan anak kita." balas Fernando dengan sedikit cemas.
"Kau benar aku tidak akan membatalkan pernikahan anak kita."
Ucapan dari James membuat Fernando bernafas lega.
"Tapi bukan Giselle yang akan menikah dengan Ansel, melainkan Gracia yang akan menggantikannya sebagai mempelai wanita. Bagaimana?" ucap James membuat pria yang duduk di depannya itu terpaku seketika.
"Aku tak bisa memutuskan hal itu sendiri sekarang. aku akan membahasnya terlebih dulu dengan Irina dan Grace tentunya. Jika mereka setuju maka aku sudah pasti akan menyetujuinya.”