Ruangan itu masih dipenuhi aroma antiseptik yang khas. Mesin di samping tempat tidur terus berdetak pelan, menandakan bahwa jantung sang penghuni masih bekerja—meski lemah. Tirai jendela sedikit terbuka, menyisakan semburat cahaya senja yang merayap pelan ke dalam ruangan. Hening. Sunyi yang menyesakkan. Di sisi ranjang, Bhaskara duduk dengan tubuh membungkuk. Kepalanya tertunduk, bahunya naik turun menahan isak yang terus memburu. Jemarinya menggenggam erat tangan Diajeng yang terkulai bebas dari selang infus. Matanya sembab, rambutnya acak-acakan, wajahnya tampak lebih tua dari hari kemarin—bukan karena usia, tapi karena beban yang menggulung keras di dadanya. “Aku minta maaf… Ya Allah, ampuni aku…” suaranya parau, pelan, tapi jelas penuh penyesalan. “Istriku… anakku… aku nggak bisa j

