Malam menyelimuti Surabaya dengan keremangan lampu jalan yang berpendar di balik kaca mobil hitam yang melaju pelan meninggalkan gudang tua yang kini sunyi usai dentuman suara, jeritan, dan ratapan. Bhaskara duduk di kursi penumpang belakang, wajahnya keras namun sorot matanya menyimpan pergolakan. Rasa bersalah menyelusup dalam diamnya, menjalari nadi saat membayangkan wajah Diajeng yang tertidur sendiri di ranjang rumah sakit, tubuhnya lemah dengan jejak luka yang tak kasatmata. Sementara Maven di jok depan hanya melirik melalui kaca spion tengah. Ia tahu, Bhaskara sedang dihantam badai emosi yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ia diam, tapi hadir. Begitu juga Bara, yang sejak tadi duduk di sebelahnya dengan rahang mengeras, menerima perintah yang kini menggema kembali di kepalan

