88

1697 Kata

Lorong rumah sakit itu seakan tak pernah sunyi. Bunyi langkah kaki, deru mesin infus, dan suara isak tertahan menjadi latar yang mengiris. Di depan ruang operasi, keluarga besar sudah berkumpul. Beberapa wajah menampakkan kantuk yang tertahan, namun tak ada yang benar-benar mampu melelapkan diri saat nyawa dan rasa kehilangan menggantung di udara. Bu Ana duduk bersisian dengan Mama Mira. Tangan mereka saling menggenggam, berusaha menyalurkan kekuatan yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata. Air mata telah lama mengering, digantikan tatapan kosong yang berdoa dalam diam. Pak Sasmito berdiri tak jauh, sesekali menghela napas panjang, seolah mencoba menghisap seluruh beban kesedihan agar tak membebani istrinya. Kaia, sang adik, berjongkok di ujung ruangan, memeluk lututnya sambil terisak d

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN