Kinara segera merapikan rambutnya dan berjalan keluar kamar ketika ia mendengar suara mobil Samudra masuk ke halaman rumah. Hari ini ia merasa senang karena interview pertamanya berjalan dengan lancar dan entah mengapa ia merasa tak sabar untuk menceritakannya pada Samudra.
Walau sebenarnya ia sudah mulai mengantuk tetapi ia mencoba bertahan tetap bangun, walau waktu sudah menunjukan pukul 11 malam.
Langkah Kinara terhenti di depan kamar ketika Samudra masuk ke dalam rumah bersama seorang wanita yang tengah merangkul tangan Samudra.
“Loh, kamu belum tidur?” tanya Samudra yang juga terkejut ketika melihat Kinara di depan pintu rumah.
“Aku haus mau ambil air putih, trus dengar suara mobil mas Sam masuk jadi mau aku bukakan pintu,” jawab Kinara kikuk.
“Sudah, tidur lagi sana,” suruh Sam. “Ohya, kenalkan ini Kinara sepupuku,” ucap Sam memperkenalkan Kinara pada wanita disebelahnya.
“Hai, aku Alina,” sapa wanita itu sambil melepaskan rangkulan tangannya pada Sam dan mengajak Kinara bersalaman.
Kinara membalas uluran tangan itu perlahan.
“Alina ini asistenku, malam ini kami ada meeting dengan Eropa jadi dia akan membantuku nanti. Kami ke atas dulu ya,” ucap Samudra santai sambil melepas sepatunya dan mengajak Alina ke lantai atas.
Kinara hanya mengangguk perlahan, lalu segera kembali ke dalam kamarnya tanpa menoleh lagi. Kinara tak menyadari bahwa Samudra melihat perubahan raut wajah Kinara dan sempat berjalan perlahan di tangga untuk melihat Kinara yang kembali masuk ke dalam kamar.
Sedangkan Kinara tampak termenung sesaat sambil duduk diranjang. Entah mengapa, melihat Samudra datang dengan rekan kerjanya membuat perasaannya terasa tak enak. Mungkin ia terlalu berharap untuk menceritakan harinya tapi tak kesampaian.
Kinara baru saja masuk ke dalam selimut ketika terdengar ketukan di pintu.
“Kinara.”
“Ya mas,” jawab Kinara segera membuka pintu lalu melihat Samudra tengah bersandar di pinggir pintu sambil memberikan sebatang coklat padanya.
“Ini buat kamu.”
Kinara menatap Samudra ragu sebelum akhirnya ia mengambil coklat itu dari tangan Samudra.
“Gimana interview nya?” tanya Samudra tiba-tiba dengan suara santai.
Terlihat sebuah senyuman mengembang di wajah Kinara,
“Alhamdulillah, berjalan lancar. Mereka akan segera memberitahu jika aku lolos ke tahap selanjutnya atau tidak. Kalau lolos aku bisa langsung psikotest mas.”
“Nice! Sudah istirahat sana. Kapan interview yang lainnya?”
“Lusa.”
“Ok, have a nice dream. Aku sudah harus bersiap untuk meeting,” ucap Samudra sambil mencolek ujung hidung Kinara yang mancung.
Kinara hanya mengangguk sambil menundukan wajahnya, ia merasa terkejut dengan sikap Samudra yang ramah. Ia pun segera menutup pintu ketika Samudra berlari kecil menaiki tangga. Dari dalam terdengar suara Samudra yang berbincang dengan Alina, tapi tak terlalu dipedulikan Kinara.
Ada senyuman kecil tersungging di bibir Kinara. Perlahan gadis itu meletakan coklat pemberian Samudra diatas nakas disamping tempat tidurnya. Hatinya terasa senang dengan perhatian yang Samudra berikan.
***
“Selamat pagi,” sapaan seseorang membuat Kinara segera menoleh ke arah suara. Pagi itu baru saja hendak mengambil air dari kulkas dan tampak tertegun melihat Alina menyapanya pagi itu.
“Oh, Pagi mbak,” balas Alina perlahan dan segera menuangkan air ke dalam gelasnya. Tiba-tiba ia merasa sangat kikuk melihat Alina yang hanya mengenakan Kaos besar milik Samudra dan mengenakan hotpants yang sangat pendek sehingga memperlihatkan tungkai kakinya yang jenjang dan panjang.
“Loh, kamu gak sarapan?” tanya Alina ketika Kinara terlihat terburu-buru ingin meninggalkannya.
“Akh, saya gak biasa sarapan mbak. Silahkan mbak saja, permisi.”
Kinara segera meninggalkan Alina sendiri dan menghembuskan nafas panjang saat ia kembali ke dalam kamar. Sebenarnya ia berencana untuk membuat mie instan tapi melihat kehadiran Alina, ia segera mengurungkan niatnya.
Perlahan Kinara merapatkan telinganya ke pintu dan terdengar suara percakapan Alina dan Samudra yang tampaknya juga sudah turun ke bawah. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi suara gelak tawa dari Alina yang riang dan suara manjanya menandakan mereka tampak tak sekedar rekan kerja.
Kinara hanya bisa diam tertegun, ia tak menyangka bahwa Samudra ternyata memiliki pola hidup bebas. Perlahan Kinara kembali ke atas ranjangnya untuk browsing menghabiskan waktu sambil menunggu Samudra dan Alina berangkat bekerja.
Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk, dan tanpa permisi Samudra masuk ke dalam kamar Kinara.
“Mas–”
“Ayo sarapan.”
“Akh, nanti saja mas. Aku gak terbiasa sarapan pagi-pagi.”
“Ini?” tanya Samudra memperlihatkan mie instan milik Kinara yang tertinggal di dapur karena terburu-buru meninggalkan Alina tadi.
“Oh, iya itu buat nanti,” ucap Kinara pelan sambil menundukan pandangannya segera agar tak ketahuan berbohong.
“Jangan keseringan makan makanan instan seperti ini, gak sehat. Gimana lukamu?” tanya Samudra sambil menghampiri Kinara dan spontan menarik kaos yang dikenakan Kinara agar bisa melihat bekas luka yang terkena air panas.
Kinara segera menahan bajunya karena ia masih tak mengenakan bra, wajahnya tampak memerah berharap Samudra tak melihat tubuh bagian dalamnya yang tak mengenakan apapun.
“Kalau salepnya habis kasih tahu, biar aku belikan yang baru. Sudah ya, sebentar lagi aku berangkat kerja bersama Alina,” ucap Samudra sambil memalingkan wajahnya karena tak sengaja mengangkat pakaian Kinara terlalu tinggi.
Wajah malu Kinara yang diam mematung membuat Samudra memutuskan untuk segera keluar dari kamar Kinara. Kinara hanya bisa memeluk dirinya sendiri. Kini ia merasa gelisah karena merasa tak siap dengan sikap Samudra yang tiba-tiba baik dan perhatian padanya.
Kinara menyentuh perutnya sendiri yang tiba-tiba merasa lapar tapi ia terlalu sungkan untuk keluar kamar. Kali ini matanya tertuju pada coklat pemberian Samudra tadi malam. Dengan cepat ia membuka coklat itu dan mulai menikmati cemilannya sebagai pengganjal perut sambil menunggu Samudra dan Alina pergi dari rumah.
“Enak banget!” gumam Kinara ketika ia menikmati sepotong coklat yang langsung lumer di mulutnya.
Kinara hampir tersedak ketika ia mendengar pintu kamarnya diketuk, kali ini yang memanggilnya suara wanita – suara Alina.
“Kinara.”
“Ya mbak?” ucap Kinara cepat sambil membuka pintu dan masih memegang coklat ditangannya.
“Kok makan coklat pagi-pagi? Padahal aku mau ngajakin kamu sarapan diluar pagi ini. Mau ikut gak? Kamu suka coklat itu? Kalau kamu mau aku masih punya lagi di tas, aku kurang suka rasanya, terlalu manis untukku. Mas Samudra pake salah beli segala,” oceh Alina dengan wajah riang dan santai.
“Saya dirumah saja mbak, hari ini sudah ada rencana meeting zoom untuk interview,” jawab Kinara pelan, ia berbohong.
“Loh, katanya masih lusa interviewnya?” tanya Samudra tiba-tiba sudah berdiri disamping Alina dan kini ia tampak telah mengenakan pakaian olahraga sambil membawa raket padel.
“Ada yang zoom juga,” jawab Kinara pendek.
“Oke deh, kami pergi dulu ya. Byeee,” ucap Alina ramah sambil berjalan riang merangkul tangan Samudra.
Kinara hanya diam dan tiba-tiba menatap coklatnya. Entah mengapa ada rasa sebal dihatinya pada Samudra karena pria itu memberikan coklat padanya karena Alina tidak suka.
Bersambung.