Bab 2. Hari Yang sempurna

1064 Kata
“Kinara!” Suara Samudra menggema keras dari teras belakang, membuat Kinara refleks berlari menghampiri dengan handuk melingkar di leher dan kotak perlengkapan mandi di tangannya. Ini baru hari ketiga Kinara tinggal dirumahnya, tetapi ia sudah sakit kepala dengan semua perubahan yang ada. Kemarin saluran kamar mandi penuh rambut. Hari ini, lantai dapur basah, dengan jejak air memanjang dari pintu kamar Kinara ke teras belakang—tempat gadis itu menggantung pakaian dalamnya. Pemandangan yang mengusik ketertiban hidup Sam. “Kenapa gak langsung dibersihkan?” tegur Sam tajam, menunjuk lantai. “Dan kenapa nyuci tangan? Ada mesin cuci. Ada jemuran di atas. Kamu bisa titip Bu Irma.” Kinara menunduk. “Nanti cepat rusak kalau dicuci mesin, Mas. Aku tadi mau ngepel, tapi Mas keburu keluar kamar.” “Terus kenapa kalau aku keluar?” Kinara mengecilkan suara. “Takut dimarahi.” Sam mendengus. “Ck. Cepat keringkan. Dan kamu mau ke mana bawa-bawa sabun begitu?” “Mau numpang mandi lagi… shower kamar aku netes.” Sam memutar mata. Ia lupa memanggil tukang seperti janjinya. Mau tak mau, ia kembali berbagi kamar mandi dengan gadis yang keberadaannya saja sudah mengusik pikirannya. “Pakai sabun di kamarku saja,” ucapnya akhirnya, lalu berjalan pergi berolahraga. Ia merasa tak suka aroma kamar mandinya bercampur dengan aroma sabun murahan milik Kinara. Melihat Samudra mulai berolahraga, dengan cepat Kinara mengeringkan lantai dan segera berlari tanpa suara menuju kamar Samudra untuk mandi. Pagi ini ia harus mulai belajar naik busway menuju kantor yang akan menginterviewnya esok lusa. Kinara memejamkan matanya sesaat sambil mencium aroma segar yang menyeruak ketika ia masuk ke dalam kamar Samudra. Untuk beristirahat saja, ia menggunakan aromaterapi yang menenangkan dan terasa bersih. Dengan cepat Kinara memasuki kamar mandi dan kali ini tercium aroma sabun mahal Samudra, menyergap indra penciuman Kinara. Belum tuntas Kinara mengeringkan rambutnya yang panjang dengan handuk, tiba-tiba terdengar sayup-sayup panggilan Samudra dari luar kamar. “Kinara!” “Ya mas, ” jawab Kinara setengah berlari menuju suara Samudra yang kini tengah berada di depan kamar Kinara sambil menutup hidung. “Kamar kamu bau. Bau apa ini?!” Kinara merasa terkejut, karena tiba-tiba saja Samudra menginspeksi kamar tamunya. “Nasi padang,” jawab Kinara pelan. Kemarin siang, saat survey kantor, ia sengaja beli nasi padang yang dijual tak jauh dari area perkantoran. Nasi itu sengaja ia bagi dua untuk di makan saat siang dan malam karena ia tak ingin merepotkan bu Irma untuk memasak hanya untuk dirinya karena Samudra jarang sekali makan dirumah kecuali sarapan. “Kamar itu bukan buat makan, tapi buat tidur dan istirahat. Bersihkan sekarang.” “Iya mas … iya…,” jawab Kinara cepat sambil segera masuk dan membuka jendela kamar. Ia pun bergegas membersihkan kamarnya tanpa protes. Belum sampai 10 menit sudah terdengar lagi teriakan dari kamar Samudra. “Kinara!” “Ya masss….,” jawab Kinara sambil meletakan sapunya dan berlari ke atas menuju kamar Samudra. Di dalam kamar terlihat Sam yang hanya mengenakan handuk, dan mengurungkan niatnya ketika melihat gumpalan rambut di saluran pembuangan. “Rambut kamu!” tunjuk Sam ke arah pembuangan air. “Iya mas, aku buang sekarang, tadi pas selesai mandi mas Sam manggil aku jadi belum sempat dibersihkan,” ucap Kinara sambil menyambar beberapa lembar tissue dan segera memasuki ruang shower untuk memungut rambutnya yang rontok. “Kamu tuh kurang gizi atau gimana sih? Setiap keramas rontoknya sebanyak itu. Lebih baik potong rambutmu.” Kinara hanya diam. Urusan potong rambut bukan hal mudah untuk dompetnya. “Sudah bersih ya mas,” ucap Kinara sedikit ngos ngosan karena ia jongkok berdiri dengan cepat. Dengan wajah masam, Sam segera masuk ke dalam kamar mandinya sedangkan Kinara segera kembali menuju kamarnya. Di bawah sudah ada bu Irma yang menatapnya dengan pandangan kasihan. “Mbak Kinara sekarang bersiap-siap saja, biar urusan rumah ibu yang bersihkan,” ucap bu Irma perlahan. Kinara hanya tersenyum dan segera masuk ke dalam kamarnya. Perlahan ia mendudukan tubuhnya diatas ranjang. Hatinya sedih, baru dua hari tapi kehadirannya benar-benar membuat Samudra terganggu. Di dalam hatinya ia berdoa semoga Samudra diberikan kesabaran dan mau menerimanya sampai ia pergi dari rumah ini. *** Kinara melangkah perlahan menuju dapur sambil menggengam sebungkus mie instant. Ia baru sampai 30 menit yang lalu setelah seharian berjuang mencari jalan pulang menuju rumah Samudra. Tubuhnya terasa remuk setelah seharian survey langsung dua kantor yang berbeda agar menghemat ongkosnya. Gadis itu pun terjebak dalam kemacetan Jakarta yang brutal saat jam pulang kerja. Hampir dua jam ia berdiri di dalam busway karena tak mendapatkan tempat duduk. Bahkan ia tak sempat membeli makan siang, hanya makan beberapa gorengan yang ia beli saat menunggu busway tiba. Untung saja saat ia kembali masih ada bu Irma yang hendak pulang dan masih sempat memberitahunya cara menghidupkan kompor listrik, tempat panci, piring dan lainnya. Tukang pun sudah datang, sehingga Kinara tak perlu lagi menumpang mandi dikamar mandi Samudra. Dengan tubuh lelah dan lemas, Kinara menghidupkan kompor dan menunggu air mendidih sambil melamun. Setelah makan yang ia inginkan hanyalah tidur agar besok pagi ia bisa belajar dan mempersiapkan diri untuk interview pertamanya lusa. "Sedang apa, kamu?" Suara Sam di belakangnya membuat Kinara tersentak. Tangannya goyah. Air panas tumpah, mengenai perut dan lengannya. Kinara menjerit. Sam refleks menahan panci dan menariknya menjauh. Tanpa berpikir, ia membuka atasan Kinara yang basah. “Mas.” “Diam. Harus kena air dingin.” Ia mengguyur perut dan tangan Kinara di wastafel. Kinara gemetar—antara perih dan syok karena kini hanya mengenakan bra dan celana pendek. Sam menuntunnya ke kamar, menyuruhnya berbaring, lalu kembali membawa salep. Kinara hanya bisa menurut dan membiarkan Samudra menuntunnya masuk ke dalam kamar lalu menyuruhnya berbaring, lalu kembali membawa salep dan segera mengoleskannya ke bagian perut dan lengan Kinara. “Untung gak melepuh. Kenapa sih kamu selalu ceroboh?” ucap Samudra perlahan sambil mengoleskan salepnya dengan hati-hati. Di dalam hati Samudra ia merasa menyesal karena telah membuat gadis itu terkejut dengan berdiri diam-diam dibelakangnya. Kinara hanya bisa diam, matanya berkaca-kaca dan akhirnya ia menangis sesegukan. Entah apa yang ia tangisi tetapi hatinya kali ini benar-benar merasa sedih. Perut nya lapar, perasaannya kacau , tubuhnya lelah dan kini ia lagi - lagi melakukan kesalahan dan harus berbaring sambil menahan malu karena sebagian tubuhnya terbuka. Samudra hanya bisa diam ketika mendengar tangisan sedih Kinara. Gadis itu menangis sampai sesegukan, dan Samudra tahu itu tak hanya tangisan karena rasa sakit tersiram air panas, tetapi rasa sedih yang begitu dalam. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN