Bos Sinting!

757 Kata
Dalam perjalanan pulang, Eric masih diam dan tak bersuara dari bibirnya. Helen makin curiga sikapnya tiba-tiba berubah saja. Sok cool gitu, tadi sebelum menemui Bryan baik-baik saja, obrolnya menyenangkan. "Tadi... Pak Bryan bicara apa sama kamu?" Helen memulai bersuara, hanya ingin tahu. Takutnya Eric diancam lagi sama Bryan. "Tidak ada, cuma bahas masalah pribadi lelaki saja," jawab Eric sudah sampai di depan kontrakan Helen. "Sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu, apa yang terjadi." Lirih Helen menatap Eric yang benar diam banget. "Tidak apa-apa, masuk sana!" balas Eric senyum. Saat masuk ke dalam rumahnya, ponsel Helen bergetar. Dikeluari ponsel dari saku celananya. Bos sinting calling.... "Mau apa lagi sih, ini orang!" gerutu Helen sebal. "Ya, Halo!" jawab Helen nada kesalnya. "Jawabnya santai saja, sedang apa?" "Apa urusan Anda, mau tahu saya sedang apa!" "Oh... Begitu. Sepertinya sedang membuka pintu rumah ya?" Helen terdiam, ‘kok dia tahu?’ - batin Helen bertanya-tanya. "Kenapa, heran, kenapa saya tahu? Saya punya insting kuat kamu ngapain saja." "Terus kenapa!" "Galak amat! Kayaknya memang mau dicium, ya!" "Dasar sinting!" Helen mematikan ponsel tidak bermutu itu. Sekarang dia segera masuk ke rumah, cuaca malam membuat bulu kudunya merinding. Saat pintu terbuka Helen dikejutkan, Bryan dari tadi berada di dalam rumah kontrakannya. "Ya Tuhan, Bapak ngapain ada di rumah saya?" Pertanyaan dari Helen menatap tajam tapi tangannya masih mengelus dadanya. "Cuma memastikan kamu pulang dengan aman tidak," jawab Bryan santai. "Bapak pikir saya masih berumur lima tahun," balas Helen meletakkan tas di atas sofa. Dibuka kulkas ambil botol minuman dituangkan ke dalam gelas bening kemudian diteguh hingga habis. Bryan masih berdiri menatap Helen. "Kenapa masih di sini?! Pulang sana! Saya mau istirahat, besok saya terlambat terus  dipotong gaji lagi!" Helen memutarkan tubuh Bryan, lalu mendorongnya untuk keluar dari kontrakan rumahnya. Bryan tetap tidak akan pergi, ditahan pintu yang sudah terbuka lebar itu. "Mau apa lagi, Pak! Saya lelah hari ini!" ketus Helen di balik daun pintu. "Saya lapar, ada makanan yang bisa dimakan?" ucap Bryan kemudian bertanya pada Helen. Helen mendengus kasar, masih belum berakhir. Dia pikir dengan cara menolak Bryan dengan drama bersama Eric bakal bebas. "Hanya ada mi instan, memang Bapak mau?" jawab Helen, lalu bertanya kembali. "Bolehlah, daripada tidak ada." Bryan kembali masuk ke dalam rumah kontrakannya, kemudian duduk di sofa sambil mengutak-atik ponsel milik Helen. Sedangkan Helen tengah memasak indomie goreng. Bryan mencoba mengambil beberapa foto dari galerinya. Kemudian nomor telepon orang tua Helen juga disimpan oleh Bryan. Helen selesai memasak, sederhana hanya ini yang bisa dibuat, belum sempat belanja untuk keperluan rumah. Sayuran pun sudah habis. Tiap hari makan mie instan lama-lama gundul rambut dari kepalanya. "Sudah siap!" teriak Helen, mulai sejak kapan dia suka teriak Bos sintingnya. Bryan langsung meletakkan ponsel di dalam tasnya, lalu mendekati meja makan ada di dekat dapur. Helen tentu juga menikmati mie goreng sederhana yang penuh sayuran hijau. Untuk Bryan tidak ada lagi namanya sayuran hijau. Bryan langsung menyantap mie goreng buatan sekretarisnya. Bryan boleh ajukan jempol empat untuk Helen. masakannya benar lezat dan makyos. Setelah selesai makan, Helen membawa piring kotor untuk dicuci. Bryan merasa sangat kenyang. Lalu dia keluarkan kartu debit tanpa limit, diletakkan di atas meja. Saat Helen selesai mencuci piringnya. "Mulai besok, kamu belanja sayuran gunakan kartu ini. Terus setiap hari masak untuk saya. Tidak ada perkecualian!" pinta Bryan. "Tidak bisa! Saya menolak. Besok saya banyak rutinitas kerja. Besok saya makan siang bersama pacar itu tidak bisa diganggu gugat. Ingat, di jam makan siang tidak ada hubungan dengan pekerjaan!" bantah Helen. Bryan menatapnya tajam ingin menggigitnya. Helen juga membalasnya. "Ini perintah, mau kamu makan siang sama pria culun itu. Tidak ada sangkut paut dengan tugas yang saya berikan. Ini perintah tetap harus jalani. Kamu kerja untuk saya, bukan dia kerja untuk kamu! Dia masih pacar bukan suami! Saya yang berhak memutuskan! Mengerti!" Bryan menegaskan kali ini dia benar-benar marah. Marah banget. Helen sampai bungkam rapat-rapat. Tidak biasanya Bryan semarah ini pada Helen. Bryan pun keluar dari rumah kontrakannya. Sedikit kuat bantingan pintu tersebut. Membuat Helen terperanjat kaget. Di dalam mobil, Bryan menyentuh d**a begitu cepat. Sepertinya dia menyesal telah memarahi Helen. "Apa aku sudah keterlaluan, ya, sampai marahi dia. Kan, aku tidak ingin dia sama pria culun itu. Tidak apa-apa. Besok aku minta maaf sama dia," ucapnya pada diri sendiri. Helen berbaring di atas kasurnya sambil menatap kartu debit dari Bos sintingnya. Dirinya terus mempertanyakan sebenarnya Bryan itu maunya apa sih. Sampai harus turuti perintahnya. Ya, Helen tahu dia tipe sangat posesif segala hal. Tapi, tidak sampai harus lakukan dirinya seperti ini. Dia juga butuh kebebasan, kenapa harus terikat sama dia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN