CH 04 ~ Impossible

1283 Kata
Beberapa tahun yang lalu. Seorang anak perempuan berusia 10 tahun. Bernama Kanaya Lareina Aquila menangis sendirian di depan pusara kedua orang tuanya yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat. Jasad kedua orang tuanya di ketemukan mengambang di lautan, oleh tim SAR. Gadis kecil itu melangkah keluar dari panti asuhan tempat dimana ia tinggal saat ini. Langit kelabu seperti suasana hatinya saat ini. Setelah Kanaya melihat berita di televisi tentang kejadian kecelakaan itu. Lalu nama kedua orang tuanya masuk ke dalam daftar korban yang meninggal dunia. Gadis kecil itu merasa sedih, walaupun orang tuanya sudah tidak mempedulikan dia lagi, karena begitu teganya meninggalkan dia di sebuah panti asuhan milik kenalan orang tuanya. Hingga akhirnya Naya meminta pengurus panti asuhan untuk mengantarnya, melihat jasad kedua orang tuanya yang sudah di kuburkan di sekitar tempat jatuhnya pesawat tersebut. “Kenapa kalian jahat sama Naya, padahal Naya sayang mama dan papa. Tapi, walaupun mama dan papa tidak menyukai Naya, itu tidak masalah, Naya tetap mendoakan mama dan papa,” kedua mata gadis kecil itu basah merasakan derita di tinggal oleh kedua orang tuanya, tidak ada harapan untuknya dapat bertemu mama dan papanya lagi. Karena mereka sudah meninggalkan Naya untuk selama-lamanya. Seorang pria berusia dua puluh tahun, akrab di sapa Steve. Dia adalah pengusaha yang kebetulan sedang melakukan penelitian di sekitar kejadian kecelakaan. Pria bernama lengkap Stevano Andrew itu merasa iba, melihat seorang gadis kecil yang menangis tersedu-sedu memanggil papa dan mamanya. “Kenapa dia bisa selamat, sedangkan orang tuanya meninggal?” tanya Steve pada salah seorang temannya. “Aku dengar dia tidak ikut di dalam pesawat. Orang tuanya menitipkan ia di sebuah panti asuhan. Tampaknya ini adalah karma, karena kedua orang tuanya tega membuang putrinya sendiri. Demi urusan bisnis semata.” Penuturan temannya itu, membuat Steve semakin tidak tega dengan gadis kecil itu. Perlahan ia melangkahkan kakinya, menghampiri anak tersebut. Dia seperti teringat seseorang dari masa lalu yang juga sama, ditinggalkan orang tuanya hanya demi keegoisan. “Hai, cantik. Siapa namamu?” tanya Steve sambil tersenyum ke arah anak perempuan itu. Kanaya mendongak. Ia memandang pria yang mengenakan jaket berpotongan rapi, membalut bahu lebar dan tubuh yang besar. Tatapannya naik ke rahang yang bersudut, tercukur rapi dan mulus. Bibir yang kencang, berbentuk indah, dan juga begitu sensual. Hidung mancungnya juga menjadi daya tarik tersendiri. “Kamu, siapa?” Gadis itu mengusap air matanya, lalu menatap sekilas ke arah Steve, sebelum pandangannya kembali ke pusara orang tuanya. “Kenalkan, aku Steve. Namamu siapa?” tanya Steve lagi. “Aku, Kanaya, panggil saja Naya,” jawabnya dengan napas tersengal karena sehabis menangis tadi. Steve mengusap puncak kepala gadis kecil itu, sambil terus tersenyum. “Naya, nama yang cantik, seperti orangnya.” Gadis kecil itu menatap lekat kedua mata Steve. “Kenapa, kenapa kamu baik kepadaku? Padahal, kedua orang tuaku saja membuang ku,” tuturnya dengan kilauan bening dimatanya. “Kata siapa mereka membuang mu? Jangan pernah berkata seperti itu, mungkin saja mereka tidak ingin sampai terjadi sesuatu padamu, mereka sudah ada firasat, karena itu mereka tidak mengajakmu ikut pergi,” terang Steve berusaha menghibur. Gadis itu menghapus lagi air mata yang jatuh membasahi pipi merahnya. “Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi, sekarang aku sendirian,” ucap Naya dengan tangisnya yang kembali pecah. Steve semakin tidak tega. Entah keberanian darimana hingga ia membuat sebuah keputusan.. “Aku akan menjadikanmu, anak angkat ku, apa kamu mau?” “Anak angkat, apa bisa seperti itu? Apa kamu sudah menikah?” “Memangnya kenapa?” Steve malah balik bertanya. “Tentu saja, aku ingin tahu apa kamu sudah menikah atau belum. Karena mengangkat seorang anak, bukannya harus menikah dulu baru di izinkan?” Kanaya adalah gadis yang cerdas. Padahal usianya baru 10 tahun. Tapi, bahkan ia lebih mengetahui dasar-dasar persyaratan adopsi dibanding Steve yang notabene seorang mahasiswa. “Astaga! Kenapa aku bisa tidak ingat hal itu. Kamu benar, Naya. Kamu memang gadis yang cerdas. Tapi, itu bukan masalah, asalkan kamu mau, aku akan mengusahakan agar kamu tetap bisa menjadi anak angkat ku, bagaimana?” terang Steve. “Kenapa? Kenapa kamu mau berbuat seperti itu, untuk orang yang belum kamu kenal? Kenapa kamu tidak membiarkan saja, aku sendirian di sini, hingga ajal datang, membawaku kembali bersama mereka,” gadis itu menunjuk ke arah batu nisan kedua orang tuanya. “Jangan bicara seperti itu. Aku melakukannya karena aku menyukaimu, apa tidak boleh?” “Menyukai aku?” Naya terkejut, hingga kedua iris kopinya membulat sempurna. “Ya, aku menyukaimu gadis manis. Jadi, apa kamu mau menjadi anak angkat ku?” Naya mendadak bingung. Menyukai yang seperti apa, kenapa pria itu malah ingin mengangkatnya menjadi anak, bukan kekasih? Padahal, dia bilang menyukai, batinnya. “Hei, kenapa malah bengong?” Steve mengusap-usap puncak kepala Naya. “Hm, baiklah, Steve, aku mau menjadi anak angkat mu,” jawab Naya. Saat itu ia dapat melihat ketulusan hati Steve dari tatapan matanya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menerima kebaikan pria yang baru dikenalnya itu. “Okey, kalau begitu panggil aku, Daddy.” Steve melemparkan senyuman hangat, membuat gadis kecil itu akhirnya membalas dengan senyuman yang serupa. Entah kenapa dia ingin dipanggil Daddy oleh Kanaya. Padahal seumurannya lebih cocok dipanggil om atau kakak. Ya, karena Kanaya mengukur umur dari wajah, begitulah. Tapi dia malah lebih ingin dipanggil Daddy oleh Kanaya. Menurutnya lebih pas dan pantas. “Ya, baiklah, Daddy.” Stevano saat ini berusia dua puluh delapan tahun. Ia tinggal bersama seorang pelayan yang sudah di anggap seperti keluarganya. Orang tuanya sendiri berada di luar negeri dan jarang mengunjunginya, karena kesibukan mereka yang begitu padat. Bu Merlinda dan Pak Bas adalah pelayan yang telah mengabdi kepada keluarga Andrew selama kurun waktu dua puluh tahun. Sejak Steve berusia 10 tahun. Steve mengadopsi anak perempuan berumur 10 tahun, bernama Kanaya Lareina Aquila. Kala itu umur Steve baru 28 tahun dan ia belum berkeluarga. Sehingga, Steve meminta Bu Mer dan Pak Bas untuk menjadi orang tua angkat Naya. Tentu saja, hanya sekedar formalitas. Sementara untuk mengurus dan membesarkan Naya semuanya menjadi tanggung jawab Steve. Naya saat ini sudah berusia 18 tahun dan ia baru saja lulus sekolah menengah atas. Steve menginginkan agar Naya melanjutkan pendidikannya ke Universitas. Tapi, hal yang tidak di duga malah terjadi. “Dad, apa tidak boleh kalau aku ingin menikah denganmu?” Kedua bola mata Naya yang bulat itu berkilauan, menatap mata Steve yang juga membulat karena terkejut. “Nay, kamu bicara apa, hm? Jangan becanda, deh!” Steve menggeleng sambil mencubit sebelah pipi chubby anak angkatnya itu. “Dad, tapi aku serius ih! Naya suka sama Daddy! Naya udah 18 tahun, memangnya Daddy enggak tertarik sama Naya? Kata temen-temen cowokku, aku cantik. Gimana menurut Daddy?” Gadis itu begitu polos mengatakan isi hatinya kepada Steve. Tentu saja itu hal gila yang tidak masuk akal, bagi pria dewasa seperti Stevano. Dia memang menyayangi Naya, tapi hanya sebatas ayah kepada anaknya. Walaupun Steve tidak terlihat seperti seorang ayah, melainkan cocok juga kalau menjadi kekasih Naya. “Naya, kamu mendingan pikirin Universitas mana yang cocok buat kamu, jangan ngomong ngelantur deh! Daddy banyak kerjaan, jadi lebih baik kamu balik deh ke kamar,” tutur Steve sambil menggeleng, melihat tingkah Kanaya yang selalu berhasil membuatnya pusing. “Ih selalu aja deh! Daddy enggak mau ngerti perasaan Naya!” Gadis itu pun berlari keluar ruangan Steve dengan perasaan kesal. Karena Steve selalu mengabaikan ucapannya itu. Steve tidak memandang serius perasaannya, padahal Naya sama sekali tidak sedang bercanda. Steve menghela napas berat. Bukan pertama kali Kanaya mengatakan hal itu padanya, ingin menikah dengannya. Saat ulang tahun Naya yang ke 17 tahun. Naya juga mengutarakan isi hatinya, menyukainya. Bukan sebagai anak kepada ayahnya melainkan sebagai gadis kepada seorang pria dewasa. “Nay. Aku ini daddy-mu, enggak mungkin berubah, sampai kapanpun,” gumam Steve sambil memijat pelan keningnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN