Vivian melangkah masuk ke dalam rumah, menyusuri lorong dengan langkah perlahan. Suara tawa anak-anak yang ramai di ruang keluarga terdengar jelas, tapi pikirannya tidak berada di sana.
“Kenapa aku?” gumamnya bergema pelan. “Apa yang sebenarnya ingin dia katakan sampai harus memanggilku dan memintaku menemuinya di ruang kerja? Bukankah semua sudah selesai tadi pagi?”
Langkahnya sempat melambat di depan ruang makan sebelum akhirnya terus berjalan menuju tangga. Detak jantungnya seperti berjalan lebih cepat dari langkahnya sendiri. Ada sesuatu dalam tatapan Leonard tadi—bukan sekadar basa-basi. Bukan hanya ucapan terima kasih.
Vivian menarik napas pelan. “Apa ini tentang semalam? Atau tentang anak-anak? Atau...tentang sesuatu yang belum pernah dia bicarakan pada siapa pun?”
Dia belum tah
