Sandra tidak menyangka, dirinya dengan mudahnya menerima ajakan pernikahan palsu di hari yang sama sejak Fajar menawarkannya. Entahlah, Sandra sendiri tidak mengerti tepatnya apa yang membuatnya begini. Apakah karena keinginan terdalam kedua orangtuanya, atau lantaran emosi sesaat setelah diselingkuhi pria yang bahkan tidak ada dalam hatinya? Ah, Sandra benar-benar tidak tahu!
Dengan menyetujui berpikir selama seminggu saja, rasanya Sandra sudah gila. Sekarang, bisa-bisanya ia langsung mengatakan setuju pada perjodohan itu. Bukankah ia sudah lebih dari gila? Namun, anehnya Sandra tidak menyesal.
Setelah Sandra dan Fajar sama-sama mengatakan setuju pada orangtua masing-masing, kedua keluarga pun bertemu untuk lamaran resmi sekaligus tukar cincin dan menentukan tanggal pernikahan. Setelahnya, kedua keluarga mulai sibuk mempersiapkan pernikahan yang sepakat dilaksanakan secepatnya.
Sampai pada akhirnya dua bulan kemudian. Ya, dua bulan setelah segala persiapan dilakukan, saat ini Sandra dan Fajar resmi menjadi sepasang suami istri.
Sejujurnya Sandra mengira dirinya akan menikah setidaknya saat menginjak usia 27 atau 28 tahun, tapi kenyataannya di usianya yang ke 24 tahun ini, ia sudah memiliki suami. Ya, Sandra benar-benar sudah menikah. Parahnya lagi, dengan pria yang sama sekali tidak diketahui bagaimana sifatnya. Pria yang bahkan menganggap remeh sakralnya pernikahan.
Meskipun pernikahan ini sementara, tetap saja mereka akan tinggal bersama. Namun, tidak akan ada cinta karena hanya sandiwara yang pasti akan mendominasi mereka. Seperti pernikahan sekaligus resepsi yang hari ini dilaksanakan. Fajar dan Sandra mulai memainkan peran mereka masing-masing sebagai pasangan bahagia.
Ya, untuk ukuran pernikahan karena perjodohan, orang-orang pasti berpikir mereka berdua sangat serasi dan cinta sudah mulai tumbuh. Padahal kenyataannya semua itu palsu.
Saat ini, Sandra yang tampak sangat lelah sedang berjalan menuju kamar hotel tempat dirinya dengan Fajar akan menginap. Resepsi pernikahan memang diadakan di hotel dan saat yang lain pulang, Sandra dan Fajar akan bermalam di sini. Orang-orang biasa menyebutnya dengan malam pertama.
Malam pertama? Sandra ingin tertawa karena ritual panas yang biasa pengantin baru lakukan itu sangat mustahil dilakukannya dengan Fajar. Ah, lagi pula Sandra tidak mau.
Sandra menempelkan kartu aksesnya sehingga pintunya bisa terbuka. Ia pun masuk dan mendapati Fajar baru selesai mandi dan memakai piama. Jika Sandra masuk lima menit lebih awal, mungkin ia akan melihat pemandangan yang tidak seharusnya ia lihat.
“Saya dengar kamu tadi lagi di ruang make up,” kata Fajar seraya mengancingkan kancing paling atas piamanya.
Sandra melepaskan sandal hotelnya, lalu duduk berselonjor di sofa. “Iya, habis bersihin make up sekaligus ganti baju,” jawabnya sambil mengambil minuman kaleng di meja lalu meminumnya. Ini adalah hari paling melelahkan baginya. Sandra sendiri tidak menyangka, stand by di pelaminan bisa selelah ini.
“Mau mandi? Perlu saya siapin air hangat?” tawar Fajar.
Sandra menggeleng. “Enggak usah, Mas. Aku mau rebahan dulu.” Sandra sebenarnya sangat ingin mandi, tapi keinginannya itu kalah oleh rasa lelah sekaligus mengantuk.
“Kamu udah makan malam, kan?”
“Udah,” jawab Sandra pelan. “Tadi,” lanjutnya yang kini mulai merebahkan tubuhnya. Matanya bahkan sudah terpejam.
“Tidurnya di kasur aja, Sandra.”
“Iya….” Sandra menjawab singkat karena memang sudah benar-benar mengantuk. Matanya terasa sangat berat, memaksanya terus terpejam. Sampai kemudian wanita itu benar-benar tertidur. Secepat itu.
Tanpa ragu, Fajar mendekat ke arah Sandra. Ia membopong istrinya itu ala bridal menuju tempat tidur. Fajar meletakkan tubuh Sandra dengan sangat pelan, tidak mau wanita itu terganggu apalagi sampai terbangun. Terakhir, Fajar tidak lupa untuk menyelimuti tubuh Sandra.
Setelah itu, Fajar melirik jam dinding yang kini menunjukkan tengah malam. Ia lalu mematikan lampu dan ikut merebahkan diri di samping Sandra. Jujur saja, Fajar pun sama lelahnya.
Ada guling yang menjadi jarak antara mereka. Lagi pula kasurnya cukup besar sehingga mereka pasti bisa tidur dengan nyaman. Masing-masing.
Ya, inilah malam pertama mereka. Tidur di ranjang yang sama, tanpa melakukan kontak fisik layaknya pengantin baru pada umumnya.