"Sutri di penjara, Abimanyu pasti sudah tau semuanya!" Seorang wanita berjalan bolak-balik sambil mengigit kukunya dengan cemas.
"Jangan khawatir, kita cuma nyuruh wanita itu untuk membuat Akasha tumbuh menjadi orang yang tidak berguna, kita tidak menyuruhnya untuk menyiksa anak itu." Pria yang berada dalam satu ruangan dengan wanita itu menenangkan.
"Tetep aja! Gimana kalau Abimanyu mau menyelidiki kasus itu lebih dalam lagi? Kita yang nyuruh Sutri buat pura-pura jadi pengasuh Akasha, kita juga pasti bakalan kena!" Wanita itu berkata dengan tidak sabar.
"Kesia, panik, pun, enggak akan ada guna nya. Yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar Sutri tidak mengatakan apa pun soal kita pada Abimanyu."
"Ini semua gara-gara perempuan itu, istri yang baru dinikahi Abimanyu." Kesia mengepalkan telapak tangannya, kebencian di hatinya membuncah.
Pria yang duduk di atas sofa itu menghela nafas, dia juga cemas saat ini. Khawatir Abimanyu akan membalas jika tahu bahwa orang yang mengirim Sutri untuk bekerja sebagai pengasuh di rumahnya adalah mereka.
"Mas, apa kita bun-"
"Kesia!" Pria itu membentak. "Hati-hati kalau bicara!" Dia melirik ke kiri dan ke kanan, takut seseorang akan mendengar mereka.
"Di sini cuma ada kita, enggak mungkin ada orang yang dengar. Lagian, Mas, sebelumnya kita selalu berhasil menyingkirkan istri-istri Abimanyu. Aku enggak mau dia punya keturunan yang akan mewarisi perusahaan. Kita juga harus menyingkirkan Akasha sekalian."
"Tapi kita harus hati-hati, jangan impulsif, Abimanyu bukan orang yang mudah di hadapi," ucap pria itu dengan ekspresi penuh perhitungan.
**
Suara dering ponsel terdengar, membuat Eleena yang tadinya memejamkan mata terbangun dengan wajah linglung. Dia menguap, menoleh ke asal suara. Melihat ponsel di atas meja rias, Eleena mengambilnya, mengangkat panggilan telepon yang entah siapa.
"Halo," sapa Eleena dengan suara malas.
"Halo, selamat pagi, Nyonya." Suara seorang pria terdengar di seberang sana.
Eleena melihat lagi ponsel yang dia pegang, mengucek matanya untuk memastikan bahwa ponsel itu bukan miliknya, melainkan milik Abimanyu.
"Sebentar, saya bangunkan dulu pak Abi nya!"
Setelah itu dia menoleh pada Abimanyu yang masih terlelap dengan lengan yang melingkar di pinggangnya. Eleena mengguncang tubuh sang suami beberapa kali sambil berteriak pelan. "Mas, Mas Abi, bangun!"
Berkali-kali membangunkan, namun pria itu sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda untuk bangun. Sebaliknya, Abimanyu menggeliat, semakin mengeratkan pelukannya pada Eleena.
"Mas, Sekretaris kamu nelepon!" Eleena dengan sengaja meletakan ponsel pria itu di pipi Abimanyu.
Benar saja, Abimanyu memegang ponsel yang diletakan di pipinya, lalu bangkit dari tidurnya sambil menjawab telepon dengan suara serak khas pria yang baru saja bangun. Ketika Abimanyu duduk di pinggiran kasur, selimut di tubuh pria itu terjatuh, memperlihatkan punggung kokohnya yang disertai guratan-guratan merah.
Melihat itu, Eleena memalingkan wajah, dia ingat jika semalam Abimanyu terlalu berlebihan hingga membuatnya tanpa sadar mencakar punggung pria itu. Benat saja, duda memang berbeda, sangat pandai dan berpengalaman.
Karena tidak lagi mengantuk, Eleena turun dari tempat tidur. Dia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai, tiba-tiba merasa sedikit dejavu. Bukankah pertemuan pertamanya dengan Abimanyu juga di atas ranjang? Dia ingat saat itu jika dirinya bergegas kabur setelah mengambil kartu nama pria yang sekarang menjadi suaminya.
Selesai memunguti pakaian, Eleena berjalan masuk ke dalam kamar mandi dnegan sedikit tertatih. Dia merasa agak ngilu di kewanitaannya.
Ketika Eleena selesai mandi, Abimanyu sudah selesai menelepon dan pria itu sedang memegang iPad di tangannya.
"Tante!"
Seperto bola meriam kecil, Akasha masuk ke dalam kamar ayah dan ibu tirinya sambil berlari, menabrakkan dirinya pada Eleena.
"Ini masih pagi, kok Akasha udah bangun aja?" tanya Eleena sambil menggendong Akasha, membawanya duduk di atas tempat tidur.
Anak itu hanya tersenyum begitu lebar hingga deretan gigi susunya terlihat. Eleena balas tersenyum, dia berkata pada Akasha, "Akasha main sama Papah dulu, Tante mau pake baju, oke?"
Akasha tiba-tiba melirik ayahnya yang sibuk dengan iPad, menjauhkan dirinya secara perlahan. Anak itu mengangguk pada Eleena sebagai jawaban.
"Mas, jagain Akasha, jangan sampe jatoh!" titah Eleena, memberi peringatan pada Abimanyu.
Abimanyu yang sedang mengurus beberapa hal di perusahaan tiba-tiba mendongak, mengalihkan tatapannya pada sang putra. Tatapan Abimanyu begitu tajam hingga membuat Akasha ketakutan dan hampir menangis. Abimanyu menghela nafas, tidak mengerti mengapa anak itu begitu penakut.
"Sini!" titah Abimanyu.
"Ya, enggak usah galak-galak gitu, dong! Saya juga takut kalau Mas Abi teriakin saya kaya gitu!" Eleena menyahut.
"Sini, Akasha." Kali ini Abimanyu mencoba berkata dengan lebih lembut, walau nyatanya sama sekali tidak berbeda dari nada yang dia gunakan tadi.
Dengan takut-takut Akasha mendekati Abimanyu, dan ketika sudah mendekat, Abimanyu membawa tubuh mungilnya ke dalam pangkuan dia. Mulut Akasha membentuk huruf O, matanya berkaca-kaca kemudian.
"Jangan nangis, enggak ada yang kau marahin kamu!" peringat Abimanyu, dia lalu kembali mengambil iPad dan melanjutkan pekerjaannya.
Akasha bersandar dalam pelukan sang ayah, merasa sangat baru. Ini pertama kalinya dia duduk di pangkuan ayahnya. Tubuh ayahnya begitu hangat dan perutnya keras, Akasha ingat jika saat dia di peluk oleh Eleena, dia merasa perut Eleena sangat lembut. Tapi Akasha sama sekali tidak merasa tidak nyaman, kelopak matanya menjadi berat dan dia pun tertidur di pelukan Abimanyu untuk pertama kalinya.
Eleena selesai memakai pakaian dan berdandan. "Loh, Akasha tidur lagi." Wanita itu menatap anak tirinya dengan heran.
Abimanyu juga menunduk, melihat putranya yang tertidur dengan mulut terbuka.
"Pindahin, Mas!" titah Eleena.
Untuk sejenak, Abimanyu merasa dia sedang memegang kapas. Saat dia memindahkan Akasha ke tempat tidur, rasanya sangat lembut dan rapuh, memberi Abimanyu ilusi jika dia memegangnya sedikit lebih keras, maka tulang anak itu akan hancur.
Eleena tersenyum diam-diam, sekarang dia merasa Abimanyu benar-benar seorang ayah. Sebelumnya, Eleena selalu bertanya-tanya mengapa Akasha dan Abimanyu tidak dekat layaknya ayah dan anak.
"Aku mandi dulu," ujar Abimanyu setelah meletakkan Akasha di atas kasur.
Istrinya mengangguk, lalu setelah Abimanyu masuk ke dalam kamar mandi, Eleena meletakan dua bantal di sisi tubuh Akasha dan menyelimutinya, setelah itu dia keluar dari kamar, berniat membuat sarapan.
**
"Akasha, hari ini Tante mau ajak Akasha ketemu nenek buyut," ujar Eleena pada Akasha.
Pukul sepuluh pagi, Abimanyu sudah berangkat ke perusahaan, sedangkan dia berniat mengajak Akasha pergi ke rumah sakit untuk menjenguk neneknya.
"Nenek buyut siapa, Tante?" tanya anak itu dengan penuh tanda tanya.
"Neneknya Tante, itu berarti nenek buyut Akasha," jawab Eleena, memberi Akasha penjelasan sederhana.
Akasha menganggukkan kepalanya, pipi gembul nya memerah karena kegembiraan.