Bab 10. Kebusukan Pengasuh

1024 Kata
Eleena mengeluarkan ponselnya dari saku, di bawah tatapan panas Sutri, dia memanggil nomor telepon Abimanyu. Setelah dua kali berdering, suara magnetis Abimanyu akhirnya terdengar di seberang telepon. "Halo." Itu adalah suara dari Abimanyu. "Halo, Mas. Aku-" Ponsel yang Eleena pegang tiba-tiba terbanting karena Sutri mengambilnya dan melemparnya ke tanah. "Sialan!" Sutri mengutuk, mengambil sebuah gelas kosong dan hendak melemparkannya pada Akasha yang menatap pertengkaran mereka berdua dengan wajah takut. "Ke sini kamu anak sial!" Eleena marah, dia sangat marah dengan apa yang Sutri lakukan dan katakan pada Akasha. Mana ada pengasuh yang mengutuk anak majikannya sendiri. Eleena mengulurkan tangan, mengambil gelas dalam genggaman Sutri dan menjambak rambutnya hingga kepala Sutri mendongak ke atas. Dia tidak lupa menggerakkannya ke kiri dan ke kanan hingga Sutri menjerit-jerit kesakitan. Pertengkaran keduanya sangat heboh, Akasha yang menyusut ketakutan melihat ponsel Eleena yang masih tersambung dengan Abimanyu. Anak itu segera mengambil ponsel dan berkata pada ayahnya, "Papah, huhuhu. Tante belantem, Pah." "Akasha? Di mana Tante Eleena? Berantem sama siapa?" Abimanyu juga mendengar suara keributan dengan sangat jelas. "Kamu tunggu di sana, Papah pulang sekarang!" Akasha menganggukkan kepalanya, sambungan telepon lalu terputus sepihak. Beberapa menit kemudian, Sutri sudah tidak berdaya, dia terduduk di atas lantai dengan rambut yang acak-acakan dan nafas terengah-engah. Begitu juga dengan Eleena yang menatap Sutri dengan nafas memburu. Tidak lama, Abimanyu masuk ke dalam rumah dan pemandangan itu lah yang dia lihat. "Tuan!" Mata Sutri langsung berbinar melihat Abimanyu datang. Dia sangat percaya jika Abimanyu akan membelanya yang sudah bekerja selama tiga tahun dalam mengurus Akasha. "Ada apa ini?" tanya Abimanyu sambil mengerutkan keningnya dengan erat. Dia melihat Sutri, lalu Eleena yang memiliki penampilan acak-acakan. "Mas!" Eleena menghampiri Abimanyu, berdiri di sebelahnya. "Aku enggak tau di mana kamu nemuin pengasuh macam dia yang bahkan enggak pernah ngasih Akasha makan!" "Bohong! Saya enggak seperti itu, Tuan. Tadi saya sedang istirahat tapi tiba-tiba Nyonya datang dan menampar saya!" Sutri berteriak, menyangkal tuduhan Eleena padanya. Eleena mendengus, dia menarik Akasha ke arahnya dengan pelan. "Akasha, bilang sama Papah kamu!" titah Eleena. Akasha menunduk ketakutan, apalagi saat Abimanyu menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam. Saat mendengar Eleena, dia dengan takut-takut mendongak, menatap Abimanyu. "I-iya, kata Bibi Akasha harus hemat, jangan banyak makan." "Den Akasha, Aden tega sama Bibi? Hiks." Sutri menangis, seolah dia adalah korban di sini. "Bibi juga seling gini-gini Akasha kalau di kamarl mandi. Akasha enggak bisa napas, tapi Bibi enggak belenti." Akasha memperagakan apa yang pernah Sutri lakukan padanya. Dia menjambak rambutnya sendiri, lalu menggerakkan nya ke depan dan ke belakang. Seolah anak itu takut ayahnya tidak percaya dan menyalahkan Eleena, dia melanjutkan ucapannya. "Kepala Akasha juga pelnah di banting ke lantai! Benelan, Pah. Bukan salah Tante Eleena." Mata Abimanyu menggelap ketika mendengar cerita anak itu. Dia memeriksa kepala Akasha dan menemukan sebuah bekas jahitan yang telah mengering. Mata Abimanyu memerah seperti darah, menatap Sutri yang tercengang di lantai dengan tatapan tajam. Sutri seolah tidak percaya jika Akasha akan menceritakan semua itu pada Abimanyu. Hati Eleena sangat sakit, hidungnya juga perih. Dia sangat marah hingga ingin kembali memukul Sutri, namun Abimanyu menghentikannya. "Telepon polisi!" titah Abimanyu pada Eleena. "Tuan! Saya enggak! Itu fitnah! Den Akasha masih kecil, gampang di pengaruhi sama orang luar!" Sutri panik, dia merangkak, memegang betis Abimanyu dengan erat. Abimanyu mengangkat kakinya, menendang wanita setengah baya itu dengan keras. Eleena juga buru-buru menelepon polisi sesuai perintah suaminya. Sutri menangis karena ketakutan, dia tahu betapa kejamnya Abimanyu. Bahkan jika dia di penjara, Abimanyu pasti tidak akan benar-benar melepaskannya. Abimanyu acuh akan tangisan Sutri. Sutri mungkin merasa Abimanyu akan memikirkan tiga tahun sebelumnya dan akan menganggapnya lebih penting dari Eleena. Kenyataannya, Abimanyu sama sekali tidak merasa seperti itu. Bagi dia, Sutri hanyalah pengasuh Akasha yang bisa dia pecat kapanpun dia mau. Eleena membawa Akasha duduk di kursi, memeluk anak itu dengan erat. Eleena tidak menyangka jika Sutri sekejam itu pada Akasha yang masih sangat kecil. Pantas saja Akasha sering ketakutan dan enggan berada dekat dengan Sutri. Polisi datang, dia berbicara dengan Abimanyu sebentar lalu membawa Sutri yang melolong meminta Abimanyu untuk melepaskannya. "Tuan! Tuan! Maafin saya, Tuan!" Abimanyu berpura-pura tuli, dia menghampiri Eleena dan Akasha. "Dia sudah di tangkap, selanjutnya saya pastikan kalau dia enggak akan pernah keluar dari penjara," ucap Abimanyu dengan sangat tegas. Menghela nafas, Eleena mengelus punggung Akasha dengan pelan. "Lagian Mas Abi kemana aja sampe pengasuhnya kaya gitu ke anak sendiri enggak tau!" Abimanyu terdiam, sejujurnya waktu kepulangannya ke rumah ini bisa di hitung dengan jari selama tiga tahun ini. Abimanyu biasanya menginap di kantor atau tidur di apartemen dan membiarkan Akasha bersama pengasuhnya. Mungkin karena itu juga Akasha sama sekali tidak dekat dengan ayahnya. "Jam segini juga baru balik kalau di telepon, kalau enggak pasti enggak akan pulang!" "Maaf, saya sibuk di perusahaan dan tidak sempat mengabari kamu," ujar Abimanyu sambil menghela nafas. Eleena mendengus, dia bangkit berdiri dan membawa Akasha pergi ke kamarnya. Abimanyu menatap kepergian wanita itu, merasa sangat tidak berdaya. ** Bangun dari tidurnya, Eleena menguap, dia melihat Akasha yang masih memejamkan mata di sampingnya. Eleena turun dari atas kasur, keluar dari rumah dan tidak menemukan Abimanyu di mana pun. Eleena kesal, dia pikir Abimanyu tau kesalahannya dan akan memperbaiki diri namun pria itu malah tidak sadar sama sekali ketika Eleena menyinggungnya tentang pulang kerja yang harus dititah terlebih dahulu. Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi, dia pergi ke dapur dan membuat sarapan untuk dirinya dan Akasha. Hanya sarapan sederhana, nasi goreng serta telur mata sapi. Ketika Eleena sedang sibuk memasak, telepon di saku piyamanya tiba-tiba berdering dan nama Dedi, ayah Eleena, terpampang jelas di sana. "Halo Eleena? Kenapa kamu enggak pulang ke rumah setelah menikah dengan Abimanyu?!" Suara marah Dedi terdengar di seberang sana. "Mas Abimanyu sibuk, Pah. Kita enggak sempet pulang karena dia langsung balik ke kantornya," balas Eleena dengan malas. "Papah tau dia sibuk, tapi masa dia enggak bisa meluangkan waktu buat datang ke sini?!" Dedi terus mengomel. "Pah, Papah harusnya tanya Mas Abi, jangan tanya aku. Udah dulu, ya, Pah, aku sibuk!" Setelah itu Eleena mematikan sambungan teleponnya. Di seberang sana, Dedi sangat matah hingga dia ingin membanting teleponnya jika saja Jesica tidak menenangkan. "Anak itu! Dia pikir dia siapa!" Dedi terengah-engah karena marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN