“Kamu sudah maafin aku kan, Sayang?” Reyhan kembali menggoda Dinni yang duduk di sebelahnya. Dinni benar-benar merasa geli dan menggeser duduknya mejauhi Reyhan. “Apaan sih, kamu!” Reyhan pun tersenyum, lalu kembali menggeser duduknya mendekati Dinni. “Abis kamu belum jawab pertanyaan aku, Sayang.” Dinni bergidik pelan. Aura yang dia rasakan saat ini malahan terasa lebih angker dari pada ketika dia harus berjalan melewati kuburan sendirian di malam hari. Sekali, dua kali panggilan itu terdengar manis dan menggemaskan. Namun sekarang Dinni benar-benar merasa risih dengan panggilan Reyhan. “Kamu masih marah, ya?” tanya Reyhan. Dinni mengembuskan napas gusar, lalu beralih menatap Reyhan sebentar. “Udah sih. Aku udah nggak marah, tapi kamu please jangan bersikap alay seperti itu.” Reyhan