Naily terkejut bukan main saat Gavin tiba-tiba masuk ke mobil. Padahal jelas-jelas pertemuan bosnya itu dengan Fiona seharusnya belum selesai.
Awalnya Naily penasaran dengan apa yang akan Gavin katakan atau lakukan. Namun, setelah mendengarnya, Naily rasa bosnya itu sudah kehilangan kewarasannya.
Bagaimana tidak, hal yang Gavin katakan sangatlah tidak masuk akal. Pria itu menginginkan Naily berpura-pura menjadi pacarnya?
Ah, tidak. Itu bukan sekadar keinginan, melainkan perintah Gavin!
"Apa ini masuk akal, Bos? Kenapa tiba-tiba aku harus akting jadi pacar Bos, apalagi di depan Bu Fiona, calon istri bos sendiri. Itu absurd."
"Itu demi menyelamatkan harga diriku. Sekali lagi ini perintah, Ly. Aku tidak mau mendengar penolakan. Aku berjanji akan memberikan bonus yang besar untuk pekerjaan tambahan ini."
"Bos, selama ini aku selalu memenuhi segala perintah Bos. Tapi untuk kali ini ... izinkan aku berkata tidak."
"Kenapa?" Gavin bertanya. "Harga diriku jatuh kalau Fiona tahu aku sempat mengira dia ingin menjalani pernikahan sungguhan denganku. Apalagi kalau dia tahu aku sudah memutuskan semua pacarku demi perjodohan ini ... aku akan semakin diinjak-injak."
"Maaf Bos, aku tidak mau ikut terlibat dalam pernikahan palsu kalian. Kalau Bos butuh wanita untuk dijadikan pacar bohongan, Bos bisa meminta balikan pada salah satu wanita yang kemarin Bos putuskan. Jumlahnya, kan, banyak. Jadi Bos bisa memilih salah satu yang terbaik."
"Kamu gila? Mana bisa aku percaya mereka? Hanya kamu satu-satunya perempuan yang aku percaya dan cocok untuk posisi ini. Itu sebabnya aku memilih kamu, Ly. Satu pun tidak ada pilihan lain."
"Gimana kalau Bos jujur aja sekarang lagi jomlo? Itu yang menurutku jalan terbaik. Aku pikir hal itu tidak akan membuat Bos rugi apa pun."
"Kata siapa tidak rugi? Aku kehilangan harga diriku dan aku tidak menginginkan hal itu terjadi. Lagi pula, aku telanjur mengatakan punya pacar. Kalau tiba-tiba aku bilang sebenarnya tidak ada pacar ... Fiona pasti meremehkanku," jelas Gavin.
"Kalau dia tahu aku sebelumnya berbohong, dia pasti akan menginjak-injak harga diriku. Dia juga akan mentertawakanku. Aku yakin kamu tidak bodoh, jadi pasti mengerti maksudku," tambah pria itu.
"Apa itu penting, Bos? Bukankah yang terpenting kalian menikah, lalu pernikahan bisnis kalian berjalan dengan lancar."
"Kamu tahu sendiri aku paling tidak suka diremehkan, Ly. Pokoknya ini perintah. Selama aku menikah dengan Fiona, jadilah pacarku. Hanya pacar pura-pura. Tolong selamatkan harga diriku, Ly."
Gavin tidak pernah memohon seperti ini. Naily jadi tidak kuasa untuk menolak. Haruskah ia menerimanya kemudian terlibat dengan pernikahan palsu ala konglomerat?
Naily juga sudah pernah berjanji pada dirinya sendiri agar tidak ikut campur urusan pribadi bosnya. Namun, haruskah ia ikut campur sekarang?
"Hanya satu tahun, Ly. Please...," mohon Gavin. "Aku tidak pernah begini sebelumnya. Kalau aku begini, artinya aku benar-benar memohon."
"Gajiku naik?" tanya Naily yang membuat Gavin lega karena asistennya itu menunjukkan sinyal setuju.
"Jelas naik. Mari bernegosiasi soal gaji kamu nanti."
"Cuma gaji naik aja? Kalau aku setuju jadi pacar pura-pura Bos, artinya aku harus melakukan sesuatu yang penuh risiko, kan?" tanya Naily. "Nih ya ... Bos, kan, menikah dengan Bu Fiona. Lalu aku jadi pacar bos, meskipun pura-pura, tapi aku ini secara tidak langsung menjadi selingkuhan Bos, betul? Seharusnya aku layak mendapatkan lebih dari sekadar kenaikan gaji."
"Oke, memangnya kamu mau apa selain naik gaji?"
"Kontrak kerjaku sebagai asisten Bos, kan, lima tahun, bisakah dikurangi? Aku mau dipercepat."
"Kenapa? Kamu sudah tidak sanggup menjadi asisten pria tampan ini?"
"Bukan begitu, tapi ... aku rasa siapa pun tidak akan sanggup."
"Oh ya? Tapi kenapa ribuan lamaran masuk saat open rekrutmen?"
"Ribuan? Jangan berlebihan, Bos. Baik, aku akui banyak tapi tidak sampai ribuan," sanggah Naily. "Bos tahu kenapa sampai banyak? Ya karena mereka belum tahu saja Bos bagaimana. Kalau yang sudah tahu, sebulan pun tidak akan tahan."
"Tapi kamu bertahan hampir setahun ini, Ly."
"Terpaksa."
"Kamu terlalu jujur. Aku jadi semakin ingin kamu lebih lama menjadi asistenku."
"Oh, itu mengerikan, Bos."
Gavin terkekeh. "Oke, begini aja. Kontrak kerjamu sebagai asistenku, kan, lima tahun. Dan sekarang udah berjalan hampir satu tahun. Mari percepat menjadi tiga tahun aja, tentunya kalau kamu bersedia menjadi pacar pura-puraku. Kamu juga tidak perlu membayar kompensasi apa pun atas perubahan kontrak ini."
"Deal," kata Naily seraya mengajak Gavin berjabat tangan.
"Deal," balas Gavin.
***
"Apa kalian sungguh pacaran? Kenapa seperti canggung satu sama lain?" tanya Fiona.
"Kami selalu begini di depan orang lain, demi tidak ketahuan kalau kami punya hubungan istimewa," jawab Gavin cepat.
"Tapi ini aku, seharusnya kalian tidak sungkan untuk menunjukkan kemesraan kalian. Mulai hari ini aku bukan orang lain, betul?"
"Mungkin kami hanya belum terbiasa. Setelah ini, mari biasakan ya, Sayang." Gavin sengaja merangkul Naily.
Bersamaan dengan itu, pintu dibuka dari luar. Membuat Gavin, Naily dan Fiona menatap ke arah pintu.
"Sayang, kamu udah datang," sambut Fiona pada kekasihnya, Deni. Tentu saja Deni langsung tersenyum hangat pada Fiona.
Selama beberapa saat, Naily dan Gavin berpandangan. Secara pribadi mereka tidak mengenal Deni, tapi jelas mereka tahu kalau pria beristri itu adalah pemilik stasiun TV ternama di negeri ini. Deni Febrianto. Entah apa yang terjadi jika pers tahu tentang ini, bisa-bisa media akan memberitakan perselingkuhan mereka meskipun Deni maupun Fiona bukanlah artis.
Deni kemudian duduk di samping Fiona. "Kalian udah lama?"
"Lumayan. Kesepakatan udah dibuat dan Gavin setuju. Oh ya, Sayang ... ini Naily, pacar Gavin. Jadi tenang, hubungan kita berempat akan berjalan sesuai yang diharapkan," jawab Fiona.
"Baguslah. Tapi pastikan Naily tidak membocorkan kalau Gavin menikah denganmu untuk tujuan tertentu. Sekadar pernikahan palsu."
"Tenang, Sayang. Mereka berdua sudah mengerti," balas Fiona.
Deni kemudian mengangguk mengerti. Pria itu menatap Naily dan bertanya, "Kamu nggak keberatan, kan, kalau pacarmu menikah dengan Fiona?"
"Selama itu hanya pernikahan palsu dan mereka jangan sampai jatuh cinta satu sama lain ... aku tidak keberatan," jawab Naily tenang.
Fiona terkekeh. "Tenang Naily, aku sudah punya calon suami sesungguhnya yang jauh lebih sempurna daripada Gavin."
"Bagiku, tetap Gavin yang jauh lebih sempurna," balas Naily, membuat Gavin menoleh.
Jujur saja Gavin tidak habis pikir dengan jawaban Naily. Namun, pria itu sangat berterima kasih karena secara tidak langsung Naily sudah menyelamatkan harga dirinya.
Fiona tersenyum. "Baiklah, terserah apa katamu. Tapi jujur, aku masih merasa janggal. Kalian tidak bohong, kan, kalau kalian memang berpacaran?"
"Memangnya untuk apa kami berbohong?" Kali ini Gavin yang menjawab.
"Gavin, bisakah kamu membuktikan kalau Naily sungguh pacarmu? Maksudku, aku hanya takut sewaktu-waktu Naily berbalik arah lalu membocorkan ini. Perjanjian kita bukan main-main. Sangat bahaya kalau Naily tidak bisa dipercaya."
"Ya, kami perlu bukti," timpal Deni.
Selama beberapa saat Gavin berpandangan dengan Naily, sampai kemudian dengan penuh keberanian dan tanpa keraguan sedikit pun Gavin mencium bibir Naily lembut di hadapan Fiona dan Deni.
Naily? Tentu saja sangat terkejut. Namun, ia tidak mungkin melawan atau menolak terlebih ini adalah bagian dari bukti yang sebenarnya menurutnya sangat konyol. Selain itu, Naily seolah terpaku dengan sentuhan bibir Gavin pada bibirnya.
Entahlah, Naily tak pernah menyangka Gavin akan menciumnya begini. Hal yang sebelumnya ia pikir mustahil. Namun, ini benar-benar nyata.
Bosnya itu sungguh menciumnya dengan lihai!