9: Ritual Kedewasaan (+18)

1329 Kata
* Akhirnya Gio dan wanita semlohai bernama Mikaila itu pun berakhir di sebuah hotel melati yang berada cukup dekat dari tempat mereka bertemu pertama kali. Tak ada yang aneh dengan tempat itu. Malah Gio merasa jauh lebih baik di sana. Karena akhirnya bisa bertemu dengan beberapa orang lain. Berarti ia masih berdiri di atas dunia nyata. Bukan dunia lain atau semacam itu seperti yang barusan ia kira. “Huuufft.” Setelah memesan kamar. Sepasang anak manusia itu bergegas masuk untuk memulai sebuah “ritual” yang sejak tadi telah mereka nantikan. Gio melihat betapa molek serta menggoda tubuh wanita di hadapannya. Mikaila yang melihat betapa segar dan bagus postur tubuh pemuda yang baru masuk usia dewasa di hadapannya. Pandangan mata keduanya telah terpikat oleh rupa fisik masing-masing sejak pertemuan pertama. Buncahan nafsu. Hasrat meluap meski tanpa dilumuri cinta hangat. Tetap dapat membuat cairan kenikmatan melesat dengan cepat. Gio memandang tubuh aduhai Mikaila yang kini telah tak berbusana. Niple wanita itu mencuat jelas dari permukaan kulit. Tidak ”tenggelam” seperti sebelumnya. Seolah berusaha merepresentasikan betapa besar gelora yang terdapat di dalamnya. Gelora yang ingin segera ia tumpahkan pada pemuda berwajah kaku di depannya. Si pemuda membaringkan tubuh yang sama-sama telah terlucuti seluruh helai pakaiannya di permukaan ranjang. Sebuah tempat tidur yang cukup keras. Kurang nyaman jika harus digunakan sebagai ”pembuka” ritual menuju kedewasaan sebenarnya. Tapi, suatu cairan berwarna putih kekuningan, kental, dan ”manis” itu sudah siap meluncur bagai sebuah roket. Keluar dari orbit “bumi”. Hendak menjelajah serta mengeksplotasi ”angkasa” luar. Yang berisi berbagai macam bintang kebebasan. Serta harapan untuk perkembangan ”masa depan”. Bukan hanya gairah dalam kepala pemuda dan pemudi itu saja yang jadi semakin liar. Jari jemari mereka pun semakin lincah menggerayangi antara satu dengan yang lain. Mikaila menggunakan jari-jari panjang serta lentiknya untuk memberi kenyamanan di b***************n pemuda tampan di hadapan. Sementara Gio menggunakan jari-jari panjangnya yang sangat jantan serta kokoh. Untuk memberi ”perlindungan” di setiap bagian sensitif wanita itu. Ia tidak peduli pada kenyataan soal siapa Mikaila sebenarnya. Yang ia pedulikan kini hanya bagaimana ia salurkan semua “hawa panas”. Yang telah sekian lama berusaha ia tahan. Agar hanya sampai bermuara di d**a. ”Aaahhh… aaahhh… aaaahhh… aaahhh… aahh… aaaaahhh… aakhhh… aaakkh… aaaaakhh… aakhh… akh… akh… aaaaaaakkkhhh!!! ”Aaaaaaakhh~...” erang wanita itu beberapa kali. Menyadari betapa cukup ”bringas” pemilik roket yang tengah menembus atmosfer di balik selimut. Padahal ini bukan yang pertama kali wanita itu melakukan hubungan badan dengan lelaki. Namun, yang kali ini memang benar-benar sedikit ”di luar” ekspektasi. Ssstt! Luar biasa. Sampai nyaris buat jiwa dua insan manusia itu lepas dari badan. Saking kenikmatan begitu membuncah menguasai sekujur tubuh. Melayang lepas menuju nirwana dunia. Ada begitu banyak nafsu dalam hati pemuda itu. Nafsu yang akan menyeretnya masuk begitu dalam. Menuju kegelapan sejati. Saat usai ronde ”pertama”. Gio dan Mikaila berbaring santai di atas tempat tidur. Sekujur tubuh keduanya nyaris basah kuyup. Terlumuri oleh cairan asin yang menguarkan aroma tubuh masing-masing. Aroma yang jika diendus oleh indera penciuman orang biasa mungkin akan terasa kurang sedap. Namun, untuk pemuda dan pemudi itu. Aroma yang kurang sedap mampu bertransformasi menjadi sesuatu yang lebih wangi ketimbang minyak kesturi. ”Siapa nama kamu?” tanya Mikaila. Tubuhnya tengkurap di samping si pemuda. Sungguh luar biasa rasanya melahap malam bersama seorang lelaki yang namanya saja tak ia ketahui. Terasa lebih thrilling. Lebih mendebarkan dan jauh lebih menarik serta bermakna. Tidak seperti ”biasa”. ”Gio,” jawab pemuda itu. Dadanya yang bidang serta berpola kotak-kotak bak sawah indah masih kembang kempis. Tak ia sangka menunggu ”cukup usia” untuk melakukan hal yang begitu luar biasa seperti itu sama sekali tidak terasa rugi. Mikaila membalik tubuh. Kini ia telentang mengekspose landasan pesawat terbang dengan dua menara pemancar yang memiliki atap berwarna cokelat. Ia raih sebungkus rokok dari dalam tas yang tergeletak di lantai. Ia nyalakan pematik. Dan… Huuuuffhh!!! Gio langsung membalik badan ke sisi tempat tidur yang lain. Ia kurang suka pada aroma nikotin. The silent killer. Mikaila yang geli melihat tingkah “polos” lelaki di sampingnya lantas mendekati Gio dan menempelkan dua puncak menara pemancarnya di punggung pemuda itu. ”Alah, sok menghindar. Satu kali coba nanti juga ketagihan. Mau?” tawarnya seraya menyodorkan bungkus rokok yang masih tersisa beberapa batang. Gio menggelengkan kepala. Menghamparkan satu telapak tangannya di depan wajah berantakan wanita itu. Menjawab, “No. Aku masih sayang pada paru-paruku. Dan aku harap kamu pun bersedia menghargai pilihanku dengan mematikan benda itu.” Yahh, untuk yang ini terasa sedikit mengecewakan, batin Mikaila. Padahal ia mengharapkan laki-laki yang cukup liar di atas ranjang ini. Bisa cukup liar juga dalam menjalani kehidupan. Rupanya masih anak ayam baru keluar kandang. Namun, tetap ia matikan putung rokoknya di lantai. Dan membuang bekasnya asal saja di bawah kolong tempat tidur yang sudah terdapat beberapa sampah tidak jelas lain. ”Kamu sendiri. Siapa namamu?” tanya Gio balik. Aneh juga rasanya melepas keperjakaan dengan perempuan yang identitasnya pun tidak diketahui. ”Mikaila,” jawab wanita itu seraya menatap kosong ke langit-langit yang gelap. ”Nama yang bagus. Seperti nama malaikat,” komentar Gio sedikit melirik ke arah si wanita. ”Heh, berlebihan sekali. Hanya nama saja. Lagipula aku ini jauh lebih mirip iblis timbang yang bagus seperti itu,” balas si pemilik nama. ”Padahal kamu adalah malaikat yang sudah menyelamatkan aku dari kesendirian yang tak mampu aku hadapi. Tapi, apa yang kamu lakukan di tempat sepi seperti barusan?” tanya Gio. ”Tidak ada. Aku memang biasa lewat sana untuk cari pelanggan,” jawab Mikaila cuek. ”Apa aku juga harus membayar?” tanya Gio seraya membenamkan wajah ke dua bukit kembar wanita itu. Mengendus aroma yang begitu nikmat. Sepanjang juga sedalam yang ia mampu. Huuuuuummmm… Tak ingin mengakhiri kebahagiaan begitu saja. ”Tampang dan kelakuan kamu tidak terlihat seperti orang dari kalangan bawah, yah. Apa kamu anak orang kaya?” tanya wanita itu terang-terangan. Tanpa basa-basi atau berusaha menutupi. ”Kalau iya kenapa? Kalau tidak kenapa?” tanya Gio balik. Berulang kali menciumi jurang yang memisahkan bukit kembar berukuran besar milik Mikaila. Aromanya jauh lebih nikmat timbang wangi Yves Saint Laurent L'Homme Ultime atau Giorgio Armani Acqua di Gio Pour Homme yang biasa Gio Sr. semprotkan di sekujur tubuh. Atau bahkan aroma bernuansa wanita seperti Clive Christian Number One Imperial Majesty dan Chanel Grand Extrait No 5 yang kerap wanita “p***n” di rumahnya gunakan. “Kalau iya… aku tidak tau apa yang bisa membuat kamu sampai bisa mengalami itu semua. Lebih baik kamu segera pergi dan jangan pernah temui aku lagi. Kalau tidak ya berarti kita sama saja dan bisa menjalin hubungan lebih jauh. Toh, kita sederajat. Aku jadi tidak punya beban apa pun kalau kamu juga orang susah,” jawab Mikaila. Terus terang. ”Kelihatannya kok kamu alergi sekali pada orang dari golongan atas?” tanya Gio sambil memainkan rambut terurai wanita itu. ”Untung saja aku bukan bagian dari mereka,” lanjutnya. Dustanya. “Kita tidak terlalu saling mengenal. Untuk membuat kamu harus mengetahui jawaban dari pertanyaan itu,” balas Mikaila datar. Raut wajahnya sekilas terlihat sangat bad mood karena tidak bisa merokok. Tidak bisa melakukan sesuatu dengan mulutnya. Dengan sepasang bibirnya. Wanita itu melirik ke arah ”bagian” tubuh Gio yang sedang tertutupi selimut. Sesuatu yang masih tegak berdiri. Menunjukkan semangat yang masih membara kuat. Gio yang menyadari pemandangan itu melirik dengan wajah nakal. Bertanya, ”Ada apa? Mau coba?” Mikaila tersenyum puas. Tubuh indahnya merangkak mendekati tubuh si pemuda. Di saat yang sama. Gio merentangkan kedua kaki. Membuka gerbang menuju kenikmatan selanjutnya. Mikaila terus merangkak dengan wajah yang sangat b*******h. Meraih batangan roket yang berdirik tegak di hadapan hidung. Dengan penuh kelembutan. Berusaha memberi kenikmatan dengan mengambil kenikmatan yang setara. Ssllrrrpp sssslllrrrp sssllrrpp… Ssslluurrpp ssslluuurrpp sslllluuuurrppp… Ssllllrrp sssllllrpp slllrrpp… Dan ronde kedua mereka dalam perjalanan untuk mengarungi sang malam pun kembali dimulai. HIIIIYAAAA~! HIIIYYAA! HIIIYYAAAA!!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN