Please

946 Kata
Clara duduk di sudut kamarnya, memandangi seluruh ruangan yang tampak kosong. Ia tahu tempat itu bukanlah bagian dari orang tuanya namun kesepian membuatnya bagitu larut. Tuhan mengambil satu-satu miliknya dalam sekaligus.  "Aku— bahkan tidak tahu kenapa harus pindah ke kota ini. Aku tidak tahu kenapa mereka meninggalkan ku secara mendadak. Lantas, aku punya siapa?" Clara mengusap sudut matanya yang berair. Ia menunduk menahan tangis sambil menggigit bibir kuat-kuat.  Gadis itu bangkit kembali untuk mendekati sebuah lemari yang lebih tinggi dari dirinya, ia melihat sebuah tabungan yang mungkin tidak akan cukup hingga pendidikannya berakhir.  "Setidaknya ini bisa membantu hingga aku mendapatkan pekerjaan." Clara menghembuskan nafas sembari meletakkan kembali tabungan itu dengan baik. Tubuh Clara terasa letih dan Ia segera memutar tubuhnya.  "Drew." Clara tiba-tiba mengingat pria itu, gadis itu memegang bibirnya mengingat sedikit adegan dimana mereka berciuman.  "Dia sulit ku tebak. Entah dia pria baik atau bukan tapi— caranya seakan ingin menunjukkan sesuatu." Clara membatin tanpa melepas bibirnya, sesekali membasahi dan mengingat betapa khasnya aroma pria yang pertama kali memeluknya sangat hangat.  "Kau memikirkan ku Clara?"Sebuah suara terdengar begitu mengejutkan di sudut pintu kamar yang terbuka lebar. Clara menoleh dan langsung menurunkan tangannya melihat pria yang ia fikirkan di tengah malam seperti ini.  "Kenapa kau kemari Drew? Hah?"Clara tampak gugup, Ia melihat tubuh Drew mendekat dan penampilannya sedikit berbeda dari biasanya. Ia punya tatto di lengan kirinya menandakan pria itu benar-benar menunjukkan sikap pemberontak.   "Kenapa, kau tidak senang?" tanya Drew sambil merebahkan tubuhnya di ranjang Clara tanpa melepas sepatu. Ia begitu terlihat sesukanya.  "Drew pulanglah, ini sudah malam aku perlu tidur."Clara sedikit bernada tinggi, namun tingkah Drew terlihat begitu sebaliknya. Ia malah menepuk tempat di sebelahnya meminta Clara mendatanginya dan bersedia ikut bergabung di ranjang yang tidak terlalu besar.  "Kau sudah gila? Kau fikir kamar ku ini hotel?"Tukas Clara sembari mengikat rambutnya sedikit lebih tinggi.  "Apa kau ingin ke hotel? Ayolah, disini Lebih nyaman."Drew tersenyum, Ia meletakkan tangannya sebagai bantal dan menunjukkan tatto-tatto yang tampak baru di buat.  "Ya sudah, kau bisa tidur disana sesukamu."Clara melangkah keluar dari kamar, namun pintu itu di tutup oleh seseorang dari luar menguncinya bersama Drew disana.  "Drew buka pintunya."  "Bukan aku yang menutup pintu itu, tapi orang di luar sana. Jadi kau hanya perlu diam di kamar mu— bersamaku."Ucapan Drew membuat Clara menggigil, Ia berfikir apa yang akan di lakukan pria ga ini terhadapnya. Sungguh— ia bahkan belum mengenal dengan baik siapa Drew, apalagi dia bisa melakukan apapun yang ia mau.  "Hmm— okay. Kau bisa lakukan apapun— Drew jangan sentuhh!!!" Teriak Clara saat pria itu mengambil dengan santai Bra nya yang tergeletak di ranjang. Clara berusaha meraihnya dengan wajah merah.  "Pertama kau mencuri ciuman pertamaku, kedua kau masuk kerumah ku begitu saja dan sekarang kau mencoba menyentuh—" Drew memegang pinggul Clara dan langsung menjatuhkannya di atas ranjang, membalikkan tubuh gadis itu di bawahnya. Clara menelan Saliva berulang-ulang dalam posisi yang begitu berbahaya.  "Aku mencoba menyentuh mu."Bisik Drew sangat pelan dan parau. Clara ingin bangkit tapi kepalanya terlalu rendah dan perutnya tertahan kuat. Drew seakan mengancamnya. Mata Drew diam menatap wajah Clara.  "Aku harus memastikan sesuatu." Batin Drew tanpa melepaskan pandangannya. Nafasnya sedikit terengah dan sungguh sejak kapan rasa kagum itu muncul sangat kuat.  "Kalau jantung mu berdetak saat menatap mata gadis itu, berarti kau jatuh cinta padanya Drew."Pria itu mendiamkan dirinya mengingat kalimat Lyra yang menjadi tempat untuk ia bertanya, ia datang untuk memastikan dan kini perlahan jantungnya berdetak, meledak-ledak dan seakan ingin lebih dekat dengan sosok Clara.  "Tidak... Apa aku sudah gila?"Drew membatin dan sesekali merasakan perlawanan dari Clara yang terus mendorongnya. Drew menelan Saliva dengan kuat lalu meremas rambutnya kuat. "Aku harusnya membuat ia keluar dari Stefano's school bukan malah—"Drew mengepal tangan dengan kuat, Ia tiba-tiba memukul tepat di sudut ranjang begitu kuat hingga Clara ketakutan.  "Drew, apa kau ingin membunuh ku? Astaga kau tidak akan mendapatkan apapun jika merampokku. Sungguh." Clara ketakutan dan bicara sembarangan, Ia tidak peduli lagi bagaimana selanjutnya. Bibirnya menggigil takut ketika sorot mata Drew menajam ke arahnya.  "Drew—" Clara terdiam saat merasakan kembali sebuah ciuman yang lebih dalam, kasar dan menuntut. Tangannya terpegang kuat dan Drew menyatukan tangan mereka sambil meremas kuat.  Clara lemas, tubuhnya melemah merasakan sesuatu yang mengalir di darahnya. Pria itu seakan melakukan magic pada dirinya.  "Drew. Sakit."Clara mengeluh berusaha melepaskan ciuman mereka yang terlalu dalam. Clara merasakan tangan pria itu perlahan menaiki pakaiannya ke atas dan mencari-cari tempat dimana ia merasakan sesuatu yang begitu sensitif.  "Lepaskan aku, Drew!"Gadis itu mendorong tubuh pria itu dengan kuat di tengah titik kelemahannya. Ia merasa cukup hancur dan di lecehkan begitu fatal.  "Apa yang kau lakukan? Tolong keluar dari kamar ku. Please." Clara masih bernafas dengan terengah, ia sedikit menangis atas perlakuan Drew.  "Clara, aku—"  "Tolong, keluarlah."Pekik Clara dengan lantang. Pria itu mengeluh kasar menatap yang masih belum bisa mengontrol dirinya. Ia merasa malu dan terhina.  "Brengsek." Maki Drew merasa begitu kecewa tanpa sebab, Ia memutar tubuhnya dan membuka pintu kamar Clara. Ia melihat bodyguard memberikan jaket dan langsung meraihnya dengan marah. Lagi-lagi ia menggunakan rokok untuk menjadi sasaran ketidaknyamanan.  Ia menghisap rokok berkali-kali sambil memasang kan jaket dan kacamata hitam meninggalkan rumah Clara dengan seluruh keadaannya yang tampak kacau.  Sementara Clara masih menutup matanya, merasa begitu cukup terluka lalu bergerak dari tempat tidur untuk membersihkan diri. Ini terlalu gila untuknya, ia tidak bisa membayangkan Drew melakukan hal itu terhadapnya sangat cepat dan mudah.  "Sial, aku jatuh cinta padanya."Drew memaki-maki dirinya, Ia menatap jalan lurus tanpa menghidupkan mobil lalu memukul setir mobil dengan kuat.  "Aku ingin mendapatkannya."Sekali lagi, Drew merasa begitu berharap. Ia tidak tahu bagaimana mengontrol diri, wajar bila orang-orang selalu mengatakan bahwa ia adalah cucu terbaik dari Alex. Tidak menerima penolakan, bersikap tidak ingin kalah ataupun lambat. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN