Memberi harapan palsu sama saja dengan menyakiti wanita itu secara perlahan. Davin tidak ingin Bening ataupun dirinya sakit hati karena kondisi keduanya yang tidak memungkinkan. Tapi satu hal yang diketahuinya, Bening bukan gadis biasa. Dia bukan berasal dari keluarga miskin seperti yang diakuinya selama ini. Wanita itu menutupi fakta bahwa dia adalah seseorang yang lebih dari sekedar cukup. “Davin!” Panggilan itu kembali terdengar “Lo nggak jemput gue!” Seharusnya ia marah, bahkan tidak lagi menyapanya. “,Lo tega banget sih, Vin.” Keluhnya lagi, sambil mengikuti langkah Davin menuju perpustakaan. “Lo tua nggak, gue nungguin Lo lama lama banget.” Suaranya begitu nyaring, hingga beberapa orang yang sudah terlebih dulu ada di perpustakaan menoleh ke arah mereka. “Sorry,” lirih Benin

