Rei menatap Mega dengan tatapan kesal bercampur rasa bersalah yang menyelimuti hatinya tatkala wajah wanita itu terlihat lebam. Tidak hanya ada di satu titik, tapi hampir di seluruh wajahnya. “Udah,” Mega mengangkat kantong berisi obat-obatan, saat Rei baru saja hendak membuka mulutnya. “Dianterin Tama,” Mega mendekat. “Dia yang nolong aku,” ucapnya lagi, saat Rei hendak kembali membuka bibirnya. “Aku nggak apa-apa. Aku baik-baik aja.” Mega semakin mendekat, dengan senyum di wajahnya. “Tama baik banget, dia Kakakku.” Mega menutup mulut lelaki itu dengan satu tangannya seolah tidak ingin ucapannya dipotong. Rei tidak boleh memotong ucapannya apalagi berprasangka buruk terhadap Tama. Bahkan Mega sangat berharap Rei mau berkenalan secara baik dengan Tama dan Nela. “Kapan-kapan ketemu

