Raka berdiri di depan meja dengan wajah pucat pasi. Tablet di tangannya bergetar pelan, seolah sulit ia genggam dengan benar. Layar yang menyala menampilkan berita dari portal lokal, judul besarnya mencolok, membuat udara di ruangan mendadak terasa semakin menekan. “Pak…” suara Raka serak, tercekat, hampir tidak keluar. Ia menelan ludah, lalu mengangkat sedikit tabletnya agar Adrian bisa melihat. “Ini… nomor penerbangan yang jatuh itu… nomor pesawat Pak Rio.” Adrian yang semula duduk tegak dengan ekspresi datar, seketika menoleh tajam. Sorot matanya menusuk, tapi di dalamnya ada sesuatu yang sulit dijelaskan, antara kaget, tidak percaya, dan takut jika itu benar adanya. Napasnya tertahan di d**a, tidak langsung keluar. “Kamu yakin?” tanyanya, datar, tapi ada getaran samar di ujung kata-

