Pagi itu meja makan keluarga Mahendra tampak rapi seperti biasa. Sepiring roti panggang, semangkuk sup hangat, dan secangkir kopi hitam mengepul di hadapan Adrian. Ia duduk tegak, kemeja putih sudah melekat di tubuhnya, lengan digulung rapi hingga siku. Rambutnya masih sedikit basah, tanda baru saja selesai mandi. Gerakannya tenang, setiap kali ia meraih sendok atau meneguk kopi, seperti ada irama yang tertata. Ratna duduk di seberangnya. Sang ibu mengenakan kebaya sederhana warna pastel, rambut disanggul anggun. Wajahnya teduh, tapi sorot matanya sesekali mengawasi Adrian, seperti ingin memastikan putranya itu sarapan dengan baik. Keheningan hanya diisi suara sendok yang beradu pelan dengan piring. Adrian meraih serbet, mengelap ujung bibirnya, lalu meletakkan sendok. Ia hendak beranjak

