MMYM.05 PERJALANAN BISNIS KE TOKYO (1)
Hari pertama…
Musim dingin di Jepang di mulai pada bulan Desember – Februari. Suhu udara pada musim ini berkisar di bawah 0 derajat, dan di saat udara hangat hanya mencapai belasan derajat saja. Jika mengingat musim dingin, di benakku langsung muncul pemandangan bersalju. Pemandangan dimana semuanya berwarna putih memberikan kesan yang menyegarkan. Meski begitu, tidak semua daerah Jepang kita bisa melihat salju. Di beberapa kota seperti Tokyo, Osaka, dan Fukuoka jarang sekali turun salju. Dan hari ini Tokyo terasa begitu dingin tanpa salju.
Aku membuka mata dengan perlahan melihat jam dinding kamar hotel yang sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Aku terbangun karena telah terbiasa bangun di pagi hari di jam yang sama saat berada di Singapore. Meski sudah pagi, tetapi matahari pagi di musim dingin di Tokyo belum menampakan cahayanya yang kemerahan di ufuk timur seperti saat aku berada di Singapore. Sungguh pemandangan yang berbeda dengan suasana pagi hari di Singapore yang beriklim tropis.
Pagi ini terasa begitu dingin. Meski mesin pemanas ruangan yang ada di kamar hotelku menyala, tapi aku masih tetap merasakan dingin. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan iklim tropis di Singapore dan baru kali ini merasakan musim dingin di wilayah subtropis. Jadi aku merasa cukup terkejut dengan yang aku alami pagi ini. Dengan segera aku bangkit dari tempat tidurku dan mengambil coat yang ada di dalam koperku. Kemudian aku melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diriku. Setelah keluar dari kamar mandi, aku pun pergi ke dapur bersih yang ada di kamar hotel untuk membuat minuman yang dapat menghangat tubuhku.
Setelah menyeduh secangkir teh hangat, aku duduk di sofa kamar hotel dengan tubuh yang dibaluti coat. Agar aku tidak terlalu merasa dingin, aku pun mengulurkan kaki di atas sofa dan menutupinya dengan selimut tebal. Aku duduk dengan santai sambil membaca berita yang ada di layar ponselku. Ini adalah kebiasaan pagiku setiap harinya di pagi hari. Yaitu membaca berita tentang bisnis, lifestyle, fashion dan yang lainnya sambil menikmati secangkir kopi, setelah mandi dan sebelum sarapan.
Terlalu asyik membaca berita yang ada di internet, tanpa terasa hari sudah menunjukkan pukul 7 pagi waktu Tokyo. Langit yang ada di luar jendela kamar hotel sudah mulai terlihat terang dari sebelumnya. Jika di Tokyo sudah pukul 7 pagi, berarti di Singapore sudah pukul 6 pagi. Seperti biasanya James Philip, suamiku juga sudah bangun. Kami memiliki kebiasaan yang hampir sama dalam bekerja. Dan kami selalu bangun di jam yang sama setiap paginya.
Aku yang dari kemarin belum ada menghubunginya untuk memberi kabar, tiba-tiba teringat padanya. Kemarin malam setelah sampai di Tokyo, aku segera beristirahat karena merasa sangat lelah. Begitu juga dengannya, dari kemarin aku juga belum ada mendapatkan kabar darinya. Mungkin saja kemarin ia terlalu sibuk menghadiri rapat dan merasa lelah hingga tidak sempat menghubungiku. Aku sangat mengerti bagaimana rasa lelah yang di dapat setelah seharian menghadiri rapat.
Dengan segera aku menekan nomor ponselnya untuk menghubunginya dengan cara video call. Panggilan video itu tersambung, namun tak sekali pun ada jawaban meski aku sudah mencoba menghubunginya beberapa kali. Hingga akhirnya ia mengangkat panggilan dariku setelah menghubunginya dengan panggilan telepon suara.
“Hallo…” Terdengar suara serak yang khas dari seberang telepon. Sepertinya James Philip baru saja bangun.
“James, apa kamu sudah bangun?”
“Whoaaam… Ya aku baru saja bangun. Apa kamu sudah sampai di Tokyo?”
“Ya, aku sudah sampai semalam. Maaf baru menghubungimu. Semalam aku sangat lelah, jadi langsung tertidur setelah sampai di hotel.”
“Bagaimana perjalanannya? Apa lancar?”
“Ya, lancar.”
“Apa kamu sudah sarapan?”
“Belum. Di sini sangat dingin, jadi aku belum ingin turun ke restoran untuk sarapan. Aku sedang duduk sambil menikmati secangkir teh panas.”
“Oh begitu. Ya sudah, setelah ini sarapanlah. Jangan lupa pakai baju lengan panjang dan tebal saat keluar. Jangan sampai kamu kedinginan dan sakit.”
“Ya, baiklah.”
“Hmmmm…” Di sela-sela pembicaraanku dengan James Philip di seberang telepon, aku mendengar suara wanita yang sedang menghembuskan nafas beberapa kali.
“James, apa kamu sedang di kamar?”
“Ya.”
“Suara apa itu?”
“Suara? Tentu saja suaraku Eleanor.”
“Bukan. Sepertinya aku mendengar suara hembusan nafas wanita beberapa kali.”
“Itu hanya perasaanmu saja. Dari tadi aku tidur sambil menyalakan TV. Itu hanya suara dari film yang sedang ku putar.”
“Oh… Ya sudah. Kamu segeralah bangun dan mandi. Aku juga harus bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan Maxwell Inc.”
“Memangnya kamu sudah ada jadwal dengan mereka?”
“Ya, jam 10 nanti aku ada pertemuan dengan pihak Maxwell Inc sekaligus penandatanganan perjanjian kerja sama dengan mereka. Dan 6 hari ke depan aku juga harus menghadiri beberapa acara yang mereka adakan.”
“Baiklah. Hati-hati di sana. Dan semoga semuanya berjalan dengan lancar.”
“Ya, semoga saja.”
“Oke, aku akan ke kamar mandi dulu. Bye-bye.”
“Bye-bye.” Setelah mengakhiri panggilanku, aku pun bangkit dari sofa untuk menyiapkan segala keperluanku.
Satu jam kemudian Sandra Tan pun datang ke kamarku. Ia datang dengan beberapa map yang ada di tangannya. Semua map itu berisikan berbagai macam dokumen yang dibutuhkan untuk menghadiri pertemuan dengan pihak Maxwell Inc. Dan kami berdua pun membahas berbagai hal untuk persiapan nanti. Aku benar-benar mempersiapkan semuanya dengan matang. Karena aku tidak ingin gagal dalam menjalin kerja sama dengan Maxwell Inc kali ini.
Tanpa terasa hari sudah menunjukkan pukul 09.30 waktu Tokyo. Segala hal yang menyangkut perjanjian kerja sama dengan pihak Maxwell Inc telah dipersiapkan dengan baik. Aku dan Sandra Tan pun pergi keluar kamar menuju lobby hotel menunggu jemputan dari pihak Maxwell Inc. Hingga akhirnya seorang supir yang telah di siapkan oleh perusahaan Maxwell Inc muncul di hadapan kami.
“Permisi. Apa Anda adalah Direktur Eleanor Leora Errol dari perusahaan PL Technology?” pria yang menggunakan jas hitam dengan rapi bertanya padaku dengan sangat sopan.
“Ya, aku sendiri.”
“Aku yang ditugaskan oleh Tuan Hiroshi dari Maxwell Inc untuk menjemput Direktur Eleanor. Apa kita sudah bisa berangkat sekarang?”
“Baiklah. Kita berangkat sekarang.”
“Kalau begitu mari ikut aku, Direktur.”
Aku dan Sandra Tan pun bangkit dari sofa lobby dan berjalan mengikuti pria itu dari belakang. Kami berjalan bersama menuju halaman parkir hotel hingga akhirnya berhenti di samping sebuah mobil mewah Audi berwarna hitam.
“Silahkan masuk, Direktur.” Sang supir mempersilahkan kami memasuki mobilnya sembari membukakan pintu mobil untuk kami berdua.
****
Hanya dalam waktu 10 menit, kami pun sampai di gedung Maxwel Inc yang menjulang tinggi di tengah kota Tokyo yang begitu sibuk. Aku dan Sandra Tan turun dari mobil setelah sang supir membukakan pintu mobil untuk kami. Terlihat begitu banyak para karyawan Maxwell Inc yang berlalu lalang di kawasan gedung dengan kesibukan mereka masing-masing. Perusahaan ini begitu besar dengan karyawan begitu banyak. Pantas saja Maxwell Inc menjadi salah satu perusahaan yang di perhitungkan dunia dalam bidang teknologi.
Sang supir itu menuntun kami memasuki lobby perusahaan dan mengantar kami ke sebuah ruangan yang ada di lantai 20 gedung. Ia mengantar kami memasuki meeting room kecil yang telah dihadiri oleh beberapa orang dari perusahaan Maxwell Inc. Aku melirik ke sekeliling ruangan setelah memasukinya. Terlihat hanya ada dua kursi yang kosong dan yang lainnya sudah di duduki oleh para peserta meeting. Itu berarti adalah kursi yang di sisakan untuk kami. Padahal masih ada 5 menit lagi waktu senggang sebelum memulai meeting. Orang Jepang benar-benar sangat tepat waktu.
“Selamat datang Diretur Lea. Silahkan duduk di sini.” Tuan Hiroshi menyapaku yang baru saja memasuki meeting room dan mempersilahkan ku duduk di kursi yang ada di sampingnya.
Aku menganggukan kepala tersenyum dan melangkah menghampiri Tuan Hiroshi di ikuti oleh Sandra Tan di belakangku. Kami saling berjabat tangan dan berbasa-basi sejenak dengan para peserta meeting dan kemudian duduk di kursi yang telah di sediakan. Tuan Hiroshi adalah General Manager dari Perusahaan Maxwell Inc yang menangani kerja sama ini. Ia juga orang yang aku temui sebulan yang lalu di Singapore saat ia mengadakan kunjungan ke perusahaan cabangnya di Singapore. Ia adalah seorang pria paruh baya yang sangat baik.
Meeting antara pihak Maxwell Inc dengan pihak PL Technology yang di wakili olehku berjalan beberapa jam dari pagi hingga sore hari. Kami membahas berbagai hal tentang kerja sama ini, keuntungan yang di dapat oleh kedua belah pihak dan prosedur apa saja yang harus dilewati. Untungnya aku yang sudah mempersiapkan semuanya dengan matang dapat mengatasi beberapa kendala yang di hadapi saat meeting. Hingga meeting ini dapat berjalan dengan baik sesuai keinginan dan mencapai sebuah kesepakatan.
“Baiklah. Semuanya sudah di jelaskan oleh kedua belah pihak dan kita sudah bisa memahami segala hal yang menyangkut kerja sama ini. Kita juga sudah mengetahui keuntungan apa saja yang di dapat dari kerja sama pembuatan memory card ini untuk kedua perusahaan kita. Jadi dengan ini aku mewakili Maxwell Inc menyatakan bahwa kami menyetujui kerja sama dengan perusahaan PL Technology dengan syarat Direktur Eleanor lah yang menjadi penanggung jawab proyek ini.”
“Tapi Tuan Hiroshi, aku datang kemari hanya untuk mengurus perjanjian kerja samanya. CEO James akan…”
Belum selesai aku bicara, Tuan Hiroshi kembali bersuara memotong pembicaraanku. Ia terlihat tidak senang dengan hal yang baru saja aku ucapkan. “Maaf Diretur Lea, aku tidak mau mendengar alasan apa pun. Jika tidak Direktur Eleanor yang menanganinya, kami memilih mundur. Kami hanya menerima kerja sama dengan orang yang berkompeten dan memahami tentang kerja sama ini.”
Aku yang tidak ingin kerja sama ini dibatalkan pun dengan segera menanggapi ucapan Tuan Hiroshi yang berbicara dengan santai namun penuh takanan. “Ja-jangan begitu Tuan Hiroshi. Aku benar-benar sangat ingin bekerja sama dengan perusahaan Maxwell Inc. Aku akan menangani proyek kerja sama ini dengan baik. Dan aku akan selalu berusaha memberikan yang terbaik.”
“Oke. Kalau begitu kita lanjut ke penanda tanganan surat kerja samanya.”
Tuan Hiroshi menoleh pada asistennya dan berkata, “Kanata, bawa kemari surat perjanjian kerja samanya yang hendak di tanda tangani.”
“Baik Tuan.” Sang asisten maju ke depan mengulurkan tangannya memberikan sebuah map ke hadapan kami.
“Oh iya Direktur Lea, aku lupa memberi tahu sebelumnya. Dalam kerja sama ini bukan aku yang menanganinya. Nanti Direktur Lea akan menangani proyek ini dengan Wakil Presiden Senior Perusahaan Maxwell Inc, yaitu Tuan Nicholas Maxwell.”
“Tuan Nicholas Maxwell?”
“Ya, Direktur Lea. Ia adalah Tuan Muda Maxwell. Putra tunggal dari Tuan Osvald Maxwell, pemilik sekaligus pendiri perusahaan Maxwell Inc. Tapi sekarang ia tidak ada di Tokyo. Tuan Nicholas sedang dalam perjalanan bisnis dan akan kembali besok.”
“Oh, baiklah kalau begitu.” Aku menganggukkan kepala dan mulai membubuhi tanda tangan pada lembaran kertas di hadapanku.
Setelah kedua belah pihak menandatangani surat perjanjian kerja sama tersebut, meeting pun selesai dan para peserta di bubarkan. Aku dan Sandra Tan keluar dari meeting room diiringi oleh Tuan Hiroshi dan asistennya. Saat kami berjalan bersama di koridor lantai 20 gedung Maxwell Inc, aku dan Tuan Hiroshi pun berbincang-bincang ringan saling mengakrabkan diri.
“Direktur Lea, beberapa hari yang lalu aku sudah mengirimkan tiga undangan pada Nona Sandra Tan. Yaitu undangan untuk menghadiri peluncuran aplikasi ChatTime dari perusahaan kami, undangan pesta ulang tahun Tuan Osvald Maxwell dan undangan menghadiri Iwate Snow Festival di Tohuku. Meski aku sudah mengirim undangan resmi, aku ingin mengundang Direktur Lea dan Nona Sandra Tan secara langsung. Jadi kami tunggu kehadiran Direktur Lea di acara yang kami selenggarakan.”
“Teriman kasih atas undangannya Tuan Hiroshi. Aku merasa sangat senang mendapatkan undangan dari Maxwell Inc. Aku pasti akan datang menghadiri semua acaranya.”
“Baiklah, Dierktur Lea. Kalau begitu aku harus ke ruanganku dulu. Direktur Lea dan Nona Sandra Tan akan diantar kembali ke hotel oleh supirku.”
“Sekali lagi terima kasih, Tuan Hiroshi.”
“Sama-sama, Direktur Lea.”
Aku dan Tuan Hiroshi berpisah di depan lift yang ada di ujung koridor. Tuan Hiroshi memasuki lift menuju ruangannya yang ada di lantai atas gedung. Sedangkan aku dan Sandra Tan memasuki lift menuju lantai dasar gedung hendak kembali ke hotel tempat dimana kami menginap.